Share

Bab 2 Gara-Gara Jamu

Nyonya Elisa tetap dengan sabarnya menuntun Leona sampai dimeja makan, tepat di hadapannya.

Perasaan Leona campur aduk. Kali ini ia merasa sedang berhadapan dengan patung dengan wajah menyeramkan.

Tampak juga para asisten berdiri sedikit jauh dari meja; memperhatikan Leona.

"Perkenalkan semuanya ... Dia adalah Leona, wanita yang sudah saya ceritakan pada kalian sebelumnya. Jadi harapan saya, kalian dapat memperlakukan wanita ini sama seperti Elisa. Karena ia juga akan menjadi Nyonya Lucas." Penjelasan Elisa tidak mendapatkan perhatian sedikit pun dari Lucas.

"Leona, pria mengenakan kemeja putih di hadapan kamu ini adalah Tuan Lucas, calon suamimu. Ucapkan salam pada calon suamimu!!" titahnya dengan sangat lembut.

Saat Leona menjulurkan tangannya ke arah Lucas, pria itu menampiknya tanpa berkata. Membuat Leona terkejut. Sesuai apa yang dipikirkan, sepertinya hanya Elisa saja yang bersikap baik padanya.

"Mas, apa yang kau lakukan?!"

Lucas gegas berdiri. Merapikan sedikit kemejanya, mendorong kursi ke belakang dengan keras. Bergerak mundur berniat meninggalkan meja makan.

"Wanita seperti seorang pelac*r ini yang akan menjadi madumu?! Apa kau tidak bisa menghargai aku sebagai suamimu, Elisa?!"

"Astaghfirullah. Ucapan Anda menyakiti hati saya, Tuan. Saya wanita baik-baik, tidak seperti yang Anda tuduhkan." Dua netra Leona berkaca-kaca atas penghinaan ini.

"Shitt!!" umpat Lucas.

"Mas cukup!! Aku yang meminta Leona. Kau tidak berhak berbicara kasar padanya—"

"Bibi, tolong ajak Leona ke kamarnya. Siapkan dan penuhi segala kebutuhannya!" titah Elisa, tangannya melempar ujung hijab yang menggangu wajahnya ke belakang pundak.

"Baik Nyonya."

Sementara Elisa mengajak Lucas ke kamar, membicarakan perihal Leona.

"Mas, aku mohon. Menikahlah dengan Leona, sungguh aku mendambakan seorang bayi mungil yang cantik. Turuti keinginanku ini."

Lucas mencebikkan bibirnya. "Kau anggap pernikahan adalah sebuah permainan! Hah!!" sentaknya.

Elisa menundukkan kepala. "Maaf Mas Lucas. Aku hanya ingin kebahagiaan kita sempurna atas kehadiran seorang bayi."

"Cih!! Kita bisa adopsi saja bukan?! Kenapa kau mendatangkan seorang wanita liar ke dalam rumah ini?" cibirnya geram.

"Tapi aku dan keluarga mu menginginkan anak dari darah dagingmu, Mas."

Sudah banyak yang di lakukan keduanya demi mendapatkan keturunan. Namun tidak ada hasil. Elisa dinyatakan mandul.

Elisa mengangkat dagu Lucas, memperhatikan wajahnya dengan seksama. Dua pasang mata itu saling bertemu.

"Please ... Demi aku, menikahlah dengan Leona. Buat dia hamil—"

"Kau adalah wanita yang membuatku kesal. Tidak ada di dunia ini, seorang istri merelakan suaminya di bagi dengan perempuan lain. Tapi kau?!"

Elisa cepat-cepat memeluknya. "Pernikahan kita sudah berjalan tiga tahun lamanya. Orang tua mu selalu menanyakan perihal bayi itu. Aku tidak bisa mengatakan apapun—" jelas Elisa terus memaksa.

Tidak hanya sekali dua kali wanita itu memintanya menikah lagi. Lucas selalu menolaknya. Mengingat kedua orang tuanya sering mencibir Elisa, ia tak tega juga.

"Kulihat Leona bukan wanita baik-baik. Terlihat dari pakaian yang dia pakai saja sudah menunjukkan wajah aslinya. Berbeda denganmu, kau menjaga auratmu, Elisa. Setelah dia melahirkan aku akan menceraikan dia," ucapnya tegas. Ia tidak ingin Elisa membantahnya.

Lucas tahu, jika Elisa menginginkan seorang bayi dari benihnya. Mau tidak mau, ia harus menyetujui usulannya.

"Jika aku jadi menikah dengan Leona, apa kau tidak sakit hati?! Hem?!" Mencoba mengetes jawabannya.

Elisa menggeleng kepala. "Aku tidak akan sakit hati. Karena aku yakin cinta suamiku hanya untuk ku seorang. Aku percaya itu."

Lucas tersenyum, lalu memeluk Elisa erat. "Tetap saja, permintaan ini terasa berat untuk ku jalani, Elisa."

"Demi rumah tangga yang sempurna. Kita harus berkorban bukan?!" Ia mengelus dada bidang Lucas pelan.

....

Malam sebelum hari pernikahan itu ...

Elisa mendatangi kamar Leona, menyerahkan satu lembar kertas putih kosong.

Menatap dengan heran, karena tidak ada ketikan apapun diatas kertas tersebut. "Kertas apa ini, Nyonya?!"

"Suamiku meminta kamu untuk memberikan tanda tanganmu di sini, Leona. Aku sendiri tidak dijelaskan kenapa kertas itu kosong." Elisa memberi sebuah bolpoin padanya.

Sedikit bingung, untuk apa pria itu meminta tanda tangan dirinya?

"Demi pernikahan itu, bukannya harus mengurus banyak surat-surat?! Kemungkinan ini salah satunya, Leona. Jadi percepatlah. Karena masih banyak hal yang harus aku persiapkan, untuk pernikahan kalian." Elisa menjelaskan dengan pelan.

Demi menjaga perasaan wanita yang beberapa hari bersikap baik terhadapnya ini, ia tidak mengulur waktu hanya demi sebuah tanda tangan.

Setelah goresan pena beserta nama lengkapnya menghiasi ujung bawah kertas, diatas sebuah materai ia gegas menyerahkan pada Elisa.

"Nyonya Elisa, di rumah ini hanya kau satuan-satunya wanita yang baik terhadap saya. Terimakasih ya."

"Kamu jangan berlebihan. Oh ya, sebagian hutang ayahmu sudah saya bayar. Sisanya setelah pernikahan kalian berlangsung."

Leona tanpa malu segera memeluk tubuh Elisa erat. "Terimakasih ya Nyonya. Anda sangat baik terhadap keluarga kami."

"Jangan seperti ini, Leona. Kita sama-sama manusia harus saling membantu 'kan?!"

Beberapa hari kemudian pernikahan itu telah resmi disahkan. Tidak banyak yang mengetahui pernikahan antara Lucas dan Leona diadakan, termasuk orang tua Lucas. Di kantor KUA Elisa hanya mendatangkan Ayah Leona sebagai saksi.

Malam harinya ...

Setelah membersihkan tubuhnya, Lucas menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang. Elisa yang tadinya rebahan disana segera bangun.

"Loh Mas, kenapa kau tidur di sini!?! Ini adalah malam pertama kamu!" ucap Elisa.

"Lantas?!" Pria itu tidak merespon apa yang menjadi keinginan istrinya.

"Kau harus tidur di kamar Leona."

"Aku tidak mau tidur dengan wanita murahan itu Elisa!!" ucapnya, ia berganti posisi membelakangi tubuh Elisa. "Aku tahu, kenapa kau memilih Leona; yang jelas bukan wanita baik-baik. Kau hanya ingin agar aku tidak tertarik padanya, 'kan?" lanjutnya.

Sementara di kamar Leona...

"Nyonya, ini saya bawakan jamu untuk Anda. Di minum ya, semua ini Nyonya Elisa yang menyuruhnya." Perintah Asisten di jawab anggukan kepala.

"Terimakasih Bibi."

Segera ia meneguknya perlahan. Setelah itu ia membaringkan tubuhnya di atas ranjang.

Seperti yang di duga sebelumnya. Jika Lucas tidak akan mau tidur seranjang dengannya. Nyonya Elisa pasti gagal menyuruhnya untuk tidur di kamar Leona. Pikir Leona.

Melihat penanda waktu yang tergantung di atas dinding telah menunjukkan pukul sebelas malam. Akhirnya terpaksa ia harus tidur sendiri di kamarnya.

Sembari ekor matanya menatap langit-langit kamar yang di hias indah oleh Elisa. Berganti posisi miring, satu tangannya memegang kelopak bunga merah dan putih bertaburan di ranjangnya. Beberapa saat kemudian karena kelelahan ia pun tertidur.

Tubuhnya terasa panas, membuatnya harus terbangun. Melihat jam dinding menunjukkan pukul dua belas malam. Saat akan bangun, terkejut melihat Tuan Lucas berada di sampingnya.

"Sejak kapan Anda di sana!?" tanya Leona pelan. Baru sadar jika ia tidak dapat mengontrol tubuhnya. Bahkan mengeluarkan suara sedikit keras ia tidak mampu.

"Kamu tidak perlu percaya diri!! Tidak akan terjadi apapun malam ini!! Elisa hanya memaksaku tidur di kamarmu. Jika tidak karena suruhannya, aku tidak akan sudi!!" ucapnya kasar.

Ucapan Lucas bahkan tidak berarti apa-apa dalam pendengarannya. Kedua tangannya sibuk melepaskan kancing pakaiannya sendiri. Sampai terbuka semua. Lucas memperhatikannya dengan heran.

"Eh!! Apa yang kau lakukan!!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status