Share

25

Sampai di klinik aku dan Isma buru-buru ambil nomer antrian. Sampai saatnya Tegar mendapat penanganan, aku bisa sidikit lega.

"Pak, Bu. Putranya panasnya sangat tinggi. Saya sarankan agar dia dirawat inap."

"Iya, Dok. Kami setuju jika itu yang terbaik."

Menit kemudian, Tegar di pindah ke ruangan lain. Isma selalu menemaninya dan sedetik pun tak mau beranjak.

"Mau makan apa biar kubelikan?"

"Aku enggak lapar." Isma terus saja memegang jemari Tegar dan tangan sebelahnya mengelus kepala buah hatinya dengan lembut.

"Kalau kamu enggak makan nanti sakit. Siapa yang akan menjaga Tegar nanti?" Aku terus membujuknya, "nasi padang, bakso, nasi rames, ayam bakar ..." Mulutku terus menyebutkan berbagai menu makanan. Mulai dari yang tradisional dan yang kekinian ala anak milenial. Tapi tak satu pun ia tertarik.

"Aku pergi sebentar."

"Iya."

Sepertinya aku mulai di nomor duakan. Sampai-sampai dia tak menanyakan aku akan kemana atau berapa lama. Ya sudahlah.

Karena bertanya tak mendapatkan jawab
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status