Shine memajukan kepalanya dan berucap serius, "Sekali saja aku melihatmu melakukan kesalahan, aku akan pergi. Bukan karena aku egois, tidak memberimu kesempatan, tapi kau yang membuang kesempatan itu begitu saja. Kau harus ingat itu.""Aku tidak akan sebodoh itu," ucap Zaf yakin, menarik Shine agak ke atas hingga wajah mereka sejajar, memandangi lekat mata hitamnya yang memperdaya untuk beberapa saat hingga dia merasakan perasaan dejavu. Perasaan kuat yang melingkupinya. Zaf mencoba mengurai perasaan aneh yang menelusup itu dan sedikit berjengit saat Shine mencium bibirnya. "Memangnya seberapa gila Zafier jika aku pergi," kekehnya. Zaf menggeram marah, "Jangan berani melakukannya!""Itu tergantung padamu, sayang." Shine maju merapatkan tubuhnya yang berbalut gaun tidur berwarna merah. "Kau sudah diperingatkan." Shine mengangkat dagu Zaf, mengecup rahangnya sensual sementara tangannya tidak tinggal diam mengelus otot-otot perutnya. "Akhirnya," desah Zaf yang membiarkan saja Shine me
Seminggu kemudian, "Kau sudah pergi." Zaf menutup pintu mobilnya dengan agak keras. Berdiri bersandar di bodi mobilnya yang terparkir di halaman rumah Melvina. "Bagaimana bisa kau pergi tanpa menungguku? Aku sudah secepatnya datang tapi kau sudah tidak ada!" Shine memang harus pergi ke Thailand sore nanti tapi ternyata pagi ini saat Zaf sampai, istrinya baru saja pergi ke bandara. "Aku harus menghadiri makan siang bersama beberapa orang penting di sana sebelum nanti malam pemotretan. Mereka juga baru memberitahuku tadi pagi jadi aku mendadak memajukan jadwal keberangkatan. Maafkan aku, sayang." Zaf menghela napas mendengar suara menyesal Shine. "Tapi kau hanya tiga hari kan di sana?" "Iya. Aku pulang sesuai jadwal. Aku juga merindukanmu." Zaf tersenyum mendengarnya, mereka memang belum bertemu selama seminggu karena banyak sekali hal yang harus Zaf lakukan di Jakarta, belum lagi menghadiri persidangan Martin. Arsen memang beberapa kali ke Bandung untuk mendatangi sahabatnya
Zaf sempurna terdiam. Tidak lagi minat untuk minum kopi. Tatapannya memperhatikan Abigail yang berjalan ke pencucian piring dan membersihkan peralatan yang tadi di pakainya. Zaf didera kebimbangan. Diedarkan pandangannya ke sekitar rumah yang sepi dengan perdebatan di kepalanya. Apakah ini kesempatannya untuk bertanya? Apakah wanita itu memang Abigail? Tanpa disadarinya, kakinya sudah berjalan mendekati Abigail, menarik lengannya hingga dia terkesiap dan berbalik menghadapnya, begitu dekat. Ada kekagetan yang nyata di matanya saat melihat Zaf berkelakuan aneh. "Ada apa Zaf?" Tanya Abigail heran. "Aku terus dihantui rasa penasaran akan seseorang yang berhasil menyita perhatianku hanya dari tatapannya. Seharusnya aku yang membuatnya tidak bisa melupakanku tapi malah sebaliknya, aku yang tidak bisa melupakannya." Abigail nampak tidak mengerti. "Aku harus menuntaskannya. Jadi, tolong jawab, apa di pesta topeng itu kau berdansa dengan seseorang yang tidak kau kenal?" Kening Abigail me
Kepulangannya tadi tujuannya hanya untuk mengambil jurnal pentingnya. Kebetulan taksi yang ditumpanginya belum terlalu jauh dari rumah jadi Shine memutuskan kembali. Tapi apa yang dilihatnya di dapur setelah mengambil jurnalnya adalah sesuatu yang mengagetkan.Shine melihat jelas Zaf mencium kakaknya meski hanya sekilas dan itu menimbulkan kemarahan di dalam dadanya hingga menyebabkan air matanya mengalir. Jadi Zaf tetap mencari pembuktian."Shine—" Shine berhenti di halaman rumah saat mendengar seruan Zaf. "Jangan pergi. Aku bisa menjelaskannya."Lalu dia berbalik, melihat Zaf yang diliputi rasa penyesalan. Tapi laki-laki di depannya ini tidak menganggapnya seperti yang seharusnya jadi dia berhak untuk marah."Aku hanya bingung, apa alasan sebenarnya kau begitu penasaran dengan wanita bertopeng itu sampai kau mencarinya bertahun-tahun ini dan tidak bisa melupakannya bahkan di saat kau sudah memiliki istri sekalipun, kau masih memikirkannya. Tolong jelaskan supaya aku mengerti dengan
Shine menggelengkan kepala, "Tidak semudah itu Zaf. Aku sudah peringatkan padamu dan kau melanggarnya. Jadi—" Zaf berdiri tanpa daya dengan tatapan memohon agar Shine tidak mengucapkan apa yang ada dalam pikirannya. "Sepertinya kita berdua masih belum memahami betul apa itu arti menikah dan berumah tangga. Semuanya tentu bukan hanya tentang selalu bersama dan juga sex. Ada hal yang jauh lebih besar dari hal itu. Pengertian, kepercayaan, kejujuran, perasaan takut kehilangan dan banyak lainnya." "Kita bisa melakukannya bersama. Jangan katakan kalau kau—" Shine mengambil napas panjang, "Lebih baik kita berpisah. Biarkan aku pergi dan kita renungkan semuanya sendiri-sendiri." "Tidak!" Zaf menolak keras. "Aku memang salah tapi kita tidak harus berpisah." "Ini penting bagiku, Zaf." Shine mengusap air matanya dengan tangan. "Sama seperti kau tadi yang butuh pembuktian." "Aku tidak bisa, Shine. Aku mohon. Kita akan menikah ulang dan bulan madu sebentar lagi." "Lupakan hal itu karena aku
Sebulan kemudian,Zafier tidak bisa menggambarkan betapa dia sangat tersiksa sendirian akibat ditinggalkan Shine Aurora. Setiap malam dia gelisah, sisi tempat tidur sebelah kanannya terasa dingin dan aroma Shine samar-samar masih tertinggal membuatnya menggigil kedinginan akibat rindu yang tertahan. Sebelum tidur, Zaf selalu berharap saat bangun nanti, Shine ada di sampingnya sedang memeluknya dengan erat dan mengatakan kalau semua akan baik-baik saja dan kesakitannya ini hanyalah mimpi buruk belaka yang akan hilang saat fajar datang. Namun, setiap pagi kenyataan menamparnya dengan keras, dia tetap sendirian, pertanda kalau Zaf memang harus menanggung karmanya.Hidupnya terasa begitu berbeda. Padahal sebelum bertemu dengan Shine, Zaf memang selalu sendirian. Tidak peduli sahabat atau saudaranya sudah berpasangan, dia lebih nyaman dengan statusnya yang lajang dan tanpa ikatan. Kalau membutuhkan sex, dia tinggal datang ke club dan terbangun keesokan harinya bersama seorang wanita. S
Satu Tahun kemudian, New York, Amerika Serikat "A hundred days have made me older, Since the last time that saw your pretty face." Zafier menghembuskan napas panjang. Kalau saja dia tidak mengenal dua lelaki gila yang ada di kanan kirinya, sudah dia tendang dari tadi karena membuatnya semakin terlihat mengenaskan dengan lagu yang mereka nyanyikan. "A thousand lies have made me colder, And I don't think I can look at this the same" Mengabaikan lagu yang menusuk itu meski terdengar indah. "But all the miles that separate, Disappear now when I'm dreaming of your face." New York sedang dilanda musim gugur sejak Zafier datang sebulan yang lalu. Tidak heran di sepanjang jalan, daun jatuh berguguran dan angin berhembus cukup kencang. Sudah cukup lama, Zaf tidak menikmati dinginnya New York semenjak dia menetap di Indonesia yang hanya memiliki dua musim dan menjadikannya rumah karena di sanalah Shine Aurora berada. Central Park cukup ramai meski tidak seramai saat musim panas. Entah ap
"Aku tidak bisa pergi mencarinya," desah Zaf, mengedarkan pandangan dengan napas berat. "Aku benar-benar harus menunggu dia pulang dan meresapi penyesalanku." "Tapi kau bisa melacaknya, di mana dia berada dan memastikan dia baik-baik saja agar kau tenang." Zafier hanya diam, di bulan-bulan pertama dia memang ingin melakukan hal itu tapi setelah dipikirkan, dia menyadari kalau Shine pergi memang karena salahnya jadi seharusnya, dia menerima saja hukumannya dan mencoba bersabar. Dia yakin Shine akan kembali untuk mengakhiri penderitaannya ini. "Aku ingin melakukannya tapi tidak aku lakukan karena aku pantas mendapatkan ini semua." "Bagaimana keluarganya? Dia pasti masih bertemu dengan mereka kan?" Tanya Alva. Zaf mengangguk, "Kakak dan Mamanya menyusul ke tempat dimana dia berada. Aku belum bertemu mereka lagi." "Kalau begitu, bersabarlah," ucap Alva seraya tersenyum. "Sebelum ini kalian sudah mengalami banyak hal berdua untuk bisa bersama. Dia pasti memikirkan juga hal itu dan ke