Melody keluar dari kamar mandi kemudian berniat untuk membongkar kopernya. Meskipun hanya dua malam berada di tempat ini , dia tetap harus membuka koper dan menyimpan baju-bajunya di lemari agar terlihat rapi."Nggak usah dibongkar," cegah Erlan"Kenapa? tanya Melody dengan keheranan. Apa iya Erlan berpikir untuk tidak perlu membongkar koper karena hanya dua malam saja di tempat ini."Lebih baik kita keliling kota ini dulu," ajak Erlan. "Memangnya kamu nggak capek, Mas? malah mau jalan-jalan bukannya istirahat.""Ya sudah, istirahat kalau gitu.""Kamu istirahat, aku bongkar koper," balas Melody."Nggak usah dibongkar, Melody." Erlan kukuh melarang istrinya membongkar isi koper.Melody makin tidak mengerti dengan jalan pikiran suaminya. Apa benar-benar mereka akan membiarkan baju mereka ada dalam koper selama menginap di hotel ini. "Kenapa tidak boleh sih, Mas. Kan lebih rapi dan gampang jika di simpan di lemari. Terutama baju-baju milikmu yang berada di bagian paling bawah.""Benta
"Kenapa orang semuda dirinya sudah menempati posisi penting di sini?" tanya Erlan pada lawan bicaranya.Erlan melihat pria yang bersama Melody sedang asyik berbicara. Pria itu tampak begitu senang berada di dekat istrinya hingga tawanya terlihat lebar saat Erlan kebetulan menatap ke arah mereka.Melody memang wanita yang mudah bergaul dengan siapa saja. Semua orang sepertinya nyaman berada di sekitarnya, tak terkecuali kedua Putri Erlan juga bisa cepat bergaul dengannya."Oh Pak Ethan, papanya adalah pemegang saham mayoritas di cabang ini, Pak. Papanya sedang menjalankan bisnisnya di luar negeri jadi beliau yang mewakili Pak Endrew di sini," terang pria yang menjadi lawan bicara Erlan. "Oh." Hanya balasan singkat yang keluar dari mulut Erlan.Dia tak berminat membahas pria itu, hanya saja Erlan merasa tidak suka pria itu berada di dekatnya Melody dan terlihat menikmatinya. Erlan langsung pura-pura terlihat sibuk saat pria itu berjalan ke arahnya, dengan Melody tampak ingin mencegahn
Melody kesal luar biasa, dia ingin agar suaminya mengerti dengan keinginannya. Wanita itu perlu dimanja bukan diabaikan. Dia ingin mendapatkan perhatian seperti wanita-wanita yang dia lihat di dalam drama kesukaannya. Dia ingin disayang dan diperhatikan apa lagi mereka baru menikah. Dia membayangkan pernikahan yang bahagia, Melody mau mengikuti Erlan ke kota ini karena pria itu mengatakan akan berubah dan berusaha menjadi suami yang baik baginya. Lalu apa sekarang, masih saja sibuk bekerja dan tidak mengerti keinginannya. Berharap pada manusia memang selalu membuat terluka."Mel, kok malah nangis?" tanya Erlan kebingungan. Pria itu merasa tidak ada hal yang patut ditangisi sejak tadi. "Namaku bukan Mel," sentak Melody sambil terisak."Iya, Melody. Kenapa menangis?" Erlan hampir tertawa dengan reaksi istrinya. Dalam keadaan menangis masih sempat protes dengan panggilan. "Pikir saja sendiri," seru Melody. Erlan menghela nafas berat. Wanita, dia pikir laki-laki itu cenayang yang bis
Erlan mengusap pipinya yang baru saja dikecup oleh Melody. Pria itu menatap gemas pada sosok mungil yang semakin menjauh dari pandangannya. "Apa aku harus melakukan sesuatu padanya, misalnya memberikan kejutan, kira-kira apa yang membuat senang gadis-gadis muda jaman sekarang?" gumam Erlan. Perlahan, pria itu kembali menjalankan kendaraan roda empatnya sambil terus berpikir bagaimana bisa menyenangkan istri kecilnya. Erlan terus berpikir sampai tak terasa sudah tiba di kantornya."Hal apa yang sedang digemari oleh wanita muda akhir-akhir ini?" tanya Erlan pada Aldo. Saat ini keduanya sedang berada di ruang kerja Erlan."Memangnya Bapak sedang membuat konsep apa? Perasaan perusahaan kita tidak ada yang bergerak dalam bidang yang berhubungan dengan pada remaja." Aldo malah balik bertanya dan berargumentasi. "Memangnya universitas itu tidak ada hubungannya dengan remaja?" "Iya tapi ....""Cari tahu saja, apa susahnya sih," potong Erlan cepat. "Baik, Pak."Anak buah memang harus men
Satu jam sebelum perlombaan "Ayolah, Mas. Masa aku gak bisa ikutan lomba karena bukan karyawan di sini," rengek Melody. Di sudah begitu antusias untuk mengikuti keseruan yang terjadi di kantor ini tapi saat datang samua perlombaan sudah ada pesertanya. Kerena perlombaan dilakukan antar divisi, maka setiap orang mewakili satu perlombaan. "Itu salah satu alasan, tapi juga ada alasan lain. Semua lomba sudah ada pesertanya," terang Erlan. "Ini gara-gara kamu nyetir kelamaan, pakai satu tangan." Melody membahasa bagaimana mereka berkendara menuju ke kantor tadi. "Kamu tidak suka?" tanya Erlan.Melody diam tak menjawab, tak mungkin dia bilang tidak suka karena dia juga menikmatinya. Selama perjalanan, rongga dadanya terasa mengembang karena rasa bahagia memenuhinya. "Pokoknya aku mau ikut. Bilang saja aku sekertaris pribadimu. Itu Pak Aldo bisa ikutan karena asisten pribadimu." Melody masih berusaha membujuk suaminya. "Kamu mau hadiah apa, yang mana? Ayo kita beli sekarang," ajak Er
"Apa ini sakit?" tanya Melody sambil mengusap kulit yang memerah itu, bisa dipastikan nanti bakalan berubah warna menjadi kebiruan. "Duduklah di atas sini, jangan di bawah begitu," perintah Erlan. Dia tidak ingin istrinya duduk di lantai meskipun sedang mengkhawatirkannya. "Ternyata aku bukan hanya istri yang tidak elegan tapi juga bar-bar," ucap Melody sambil terisak. Kali ini menangisi perbuatannya. "Saya juga salah, jangan menangis lagi dan sekarang duduklah di sini." Erlan menepuk bidang kosong yang berada di sisinya. Melody bangkit dari duduknya dan duduk di sisi Erlan. "Sekarang kita samakan persepsi," ucap Erlan sambil mengengam tangan Melody, untuk sesaat dia melupakan kakinya yang masih berdenyut nyeri. Kali ini wanita itu tak menolak saat tangannya digenggam oleh Erlan, kemarahannya sudah berubah jadi rasa khawatir."Maksudnya?" tanya Melody tidak mengerti. "Apa makna jangan menyentuh menurutmu?" Melody menatap Erlan, masih tidak mengerti arah pembicaraan suaminya. "
Mata yang menyorotkan kemarahan itu menatap sinis ke arah Erlan, bibirnya pun ikut mengerucut menahan kekesalan. Dengan langkah panjang, Melody menghampiri kedua orang itu. "Mbak, dipanggil Mama," ucap Melody saat dia sudah berada di dekat kedua orang yang membuat dadanya membara. Padahal mama mertuanya tidak pernah memanggil Ariana, hanya saja dia mengatakan sebuah kebohongan agar wanita itu enyah dari kamarnya. "Kamu bicara denganku?" tanya Ariana.Melody memutar bola matanya malas, bisa-bisanya wanita itu pura-pura tidak tahu. "Tentu saja, memangnya saya panggil suamiku dengan panggilan mbak." Melody sengaja menyebut Erlan dengan kata suamiku untuk menunjukkan kepemilikannya. Ariana mendengkus kesal, bangkit dari posisinya lalu menatap kesal pada Melody. "Memangnya aku mbak-mbak, dasar tak sopan," seru Ariana sambil berlalu dari hadapan Melody dan Erlan. Bibir Melody terangkat ke atas mendengar gerutuan Ariana. "Memangnya harus aku panggil Tante, gitu," batin Melody. Melody
"Apa-apaan ini, Melody." Erlan bangkit dari posisinya dan mengibas-ibas kotoran yang menempel di celananya. "Tadi aku melihat setan di antara kalian, namun saat kudekati tak ada. Kupikir bersembunyi di antara kalian, jadi aku memisahkan. Ternyata tenagaku begitu kuat hingga kalian terlempar," papar Melody panjang lebar. Erlan yang hendak marah, akhirnya urung melakukannya. Dia tahu Melody cemburu, dan tidak suka dengan apa yang barusan terjadi, lalu seperti itulah caranya mengungkapkan. "Apa-apaan sih, kamu ini. Mana ada setan sore-sore begini. Jangan ngarang, kamu itu wanita, jaga sikap dan jangan bar-bar," omel Ariana pajang pendek. Melody memutar bola mata malas. "Aku gak akan bar-bar kalau kamu tahu diri," batin Melody. "Kamu dapat wanita ini dari mana sih, Mas, tidak ada anggun-anggunnya sama sekali," ucap Ariana tanpa beban. Geraham Melody saling beradu, dia marah luar biasa. "Memangnya aku ini apaan, dapat dari mana katanya," omel Melody dalam hati. Wanita muda itu menyi