"Maaf kenapa, Dok?""Bayi Nyonya Gayatri harus masuk incubator karena berat badannya yang tidak normal, karena memang seharusnya dia baru dilahirkan bulan depan, tetapi ini baru menginjak bulan sudah lahir duluan dengan kasus seperti ada sesuatu yang membuat Nyonya Gayatri melahirkan lebih awal," Dokter mengawali penjelasan yang membuat Garnis mengerti maksudnya. Gayatri memang sock melihat Rendra ditangkap Polisi. "apalagi bayi itu sudah kehabisan cairan. Ada sedikit masalah di pernafasannya. Kami harus mengawasinya dengan ketat.""Lalu anak saya bagaimana, Dok?" buru Garnis sudah tak sabar dengan keadaan Gayatri."Alhamdulillah, baik-baik saja, Bu.""Syukurlah, Dok." Garnis segera melakukan sujud sukur mendengar apa yang yang dikatakan Dokter itu. Saat Gayatri masuk dengan kesakitan, Garnis sudah memiliki rasa takut yang berlebihan."Kami sebentar lagi memindahkan Nyonya dari ruang operasi. Tolong suaminya mendekat, setelah ini nyonya Gayatri akan menggigil kedinginan," ucap Dokte
"Maaf, Pak. Waktu jenguk telah habis," ucap Polisi itu sebelum kemudian Rendra berdiri."Sabar ya, aku akan cari cara," ucap Exel sambil memeluk Rendra dan menepuk punggungnya.Rendra hanya mangangguk pasrah. Sambil berjalan dia merenungi nasib apa yang kini tengah menimpanya. Baru juga dia dan Gayatri menemukan kebahagiaan mereka, tetapi Tuhan telan menurunkan ujian seberat ini. Lagi-lagi Rendra teringat putranya yang tergolek lemah di balik kaca dengan badan yang di tempeli alat-alat kesehatan. Tak terasa setitik air mata menetes di pipinya.Demikian juga dengan Gayatri yang tengah menunggui buah hatinya itu dengan memegang kaca seolah-olah dia memegang bayinya. Bayi yang sebenarnya tampan dengan hidung mancung itu menggeliak sebentar. Derai air mata tak dapat lagi dibendung oleh Gayatri."Kita hanya bisa berdo'a, Bu. Sebuah keajaiban akan mengembalikan putra Ibu untuk bisa hidup dengan normal," ucap salah seorang Suster yang tengah menghampiri bayi itu.Gayatri yang hanya sendiri
Gayatri memandang mertuanya dengan bingung. Takut diduga yang tidak-tidak dengan kedatangan Prayogi."Saya hanya kebetulan lewat sini, Tante, menjenguk seorang teman. Dan melihat Gayatri. Karena kenal, saya menyapanya," ucap Prayogi beralasan.Wanita yang berhijab panjang itu, melihat ke arah Prayogi dan Gayatri bergantian. Demikian juga dengan Rastri yang bersamanya."Saya permisi duluh, Tante." ucap Prayogi. Lalu mengangguk ke Gayatri.Gayatri hanya melihatnya selintas. Namun tatapan mertuanya masih melihatnya dengan aneh. Gayatri merasa tak enak hati."Bagaimana kondisinya, Dek?" tanya Rastri sambil menatap bayi mungil yang kini tidur tenang."Masih seperti kemarin, Mbak," kata Gayatri dengan memegang kaca tempat bayinya ditempatkan."Yang sabar, Dik," hibur Rasti sambil memegang pundak Gayatri."Ma, kalau ghak keberatan, saya ikut titip anak kami sebentar,""Mau kemana kamu, Ayu?""Saya pingin jenguk Mas Rendra, Ma.""Baiklah, kami akan tetap di sini. Kamu bawa sepeda sendiri?"Gay
"Terimaksih, Tri!" Terngiang di telinga Sasmita saat Prayogi mengucapkan semua itu. Rasa geram begitu menderanya. Rasa kantuk yang datang tak lagi membuatnya terpejam. Inginnnya saat itu juga dia membangunkan Prayogi yang sudah terlelap dan mendengkur di sisinya jika dia tidak takut keributan kembali terjadi dan Prayogi akan pergi seperti yang sudah-sudah. Apalagi Prayogi kini mulai menunjukkan kekuasaannya sejak dia bisa berusaha sendiri. Sasmita juga tak ingin semua itu dilihat orang tuanya yang masih bersama mereka, entah sampai kapan, gerutu Samita tentang orang tuanya yang kini kerasan di Indonesia. Bahkan kadang ikut pengajian di kompleknya.Percuma aku menghancurkan Gayatri melalui suaminya, kenyataannya penderitaan Gayatri malah membawa suamiku itu mendekati Gayatri, geram Sasmita.Pagi hari, Gayatri sudah bersiap-siap pergi ke rumah tahanan. Besuk, genap setahun sejak tertangkapnya Rendra menjadi tersangka dan harus menghabiskan waktunya di penjara. Disiapkannya dirinya agar t
"Ini Mas Rendra, Sha. Tolong kamu perjelas, Sha!" Nadin menajamkan penglihatannya. Merasa tak percaya dengan yang tadi dilihatnya.Geisha kemudian memperjelas vidio yang baru mereka tonton."Ini bisa jadi bukti, Din." Geisha terlonjak kegirangan. Matanya menatap Nadin dengan berbinar. Setelah sekian lama mereka tak menemukan satu bukti pun, kenapa heroin itu ada di saku Rendra. Dan hanya ini yang bisa menunjukkan kebenaran itu.Nadin segera memakai kimono, "Ayo, Sha!" ucapnya semangat."Kamu bilang ayo, kok kamu malah pakai kimono?"Nadin menjitak kepala suaminya pelan. "Pikiran kamu ngeres melulu. Ayo bangunin Mama. Ini penting, Sha." Ditariknya tangan suaminya."Iya, iya. Aku juga hilang mood kalau lihat begini, ghak mood deketin kamu lagi." Geisha beranjak dari duduknya. Merapikan laptopnya untuk ditunjukkan ke mamanya. Namun kemudian berbalik dan mencium kening Nadin. "Kalau kamu, nanti ya," bisiknya yang membuat Nadin mencubitnya.Geisha dan Nadin berdiri di ambang pintu kamar or
Hari telah menjelang sore. Suara adhan ashar telah berlalu. Gayatri sudah mematuk dirinya dengan berdandan secantik mungkin, sama seperti tiap hari Jum'at yang sering dia lakukan tiap sebelum sholat ashar. Diliriknya kalender yang berada di ruang keluarga. Ini adalah minggu ke empat setelah tiga minggu yang lalu suaminya tak juga nampak pulang. Dan Gayatri tak pernah lelah berharap akan kedatangan suaminya itu.Dia belum juga memasak, sementara sebentar lagi kedua buah hatinya akan pulang dari sekolah. Sengaja Gayatri berpuasa walau hari ini hari Jum'at, walau tak ada tuntunan untuk puasa hari Jum'at, selain puasa Daud yang dilakukan Gayatri. Setidaknya selain mendapat pahala, dengan puasa dia akan lebih menghemat pengeluaran, mengurangi jatah nasi yang akan masuk ke perutnya.“Assalamualikum!” Ternyata anak laki-lakinya sudah pulang.“Waalaikumussalam!” jawab Gayatri sambil mengulurkan tangannya untuk dicium putranya itu. “Kamu sudah lapar, Ling?” tanyanya hanya basa basi, dia man
“Apa?” Prayogi tak percaya dengan permintaan Gayatri. "Aku mencintaimu, aku takkan bisa hidup tanpa kamu," kata Prayogi menggenggam tangan Gayatri erat “Beri aku kesempatan, Tri. Maafkan aku!”“Kamu sudah menghianati kepercayaannku, Yah. Bagaimana aku bisa menerimamu kembali?” kata Gayatri sambil melangkah ke dapur, hendak memasak. Matanya sudah dipenuhi genangan air yang terus mengalir di kedua pipi beninganya. Seandainya saja dia tidak mengingat kedua buah hatinya yang akan pulang dan mencari makanan, dia akan mengurung dirinya di kamar dan menangis sejadi-jadinya. Hatinya teramat sakit dan terluka. Orang yang selama ini dia abdikan hidupnya dengan meninggalkan segalanya kini telah menghianatinya.Prayogi masih mengekornya. Memeluknya dari belakang. “Bund, maafkan aku! Ini uangmu selama aku tidak pulang,” katanya kembali sambil memberikan uang untuk digenggam Gayatri.Gayatri mengibaskan tangan suaminya. Uang yang dinantinya selama empat minggu berhamburan memenuhi ruangan dapur s
“Dari mana kamu, Galuh? Kenapa wajahmu habis di make up?”Terlihat Galuh berusaha menutupi mukanya. Namun Gayatri masih berusaha melihat dengan menarik tangan Galuh dan memegang dagunya. “Ini apa, Galuh? Apa yang telah kamu lakukan di luar sana?”“Dibilangi bukan apa-apa juga,” kata Galuh dengan melototkan matanya."Kalau orangtua ngomong itu yang sopan jawabnya. Kamu ghak tau betapa khawatirnya kami dengan mencarimu kemana-mana tadi," sahut Prayogi yang juga merasa curiga dengan kelakuan anaknya.“Apa yang kau lakukan dengan anak berandal itu?”“Maksud Bunda apa?” tanya Galuh yang sudah nglonyor ke kamarnya tanpa memperdulikan ayahnya yang baru datang setelah berminggu-minggu tak pulang. Dia bahkan memandang Prayogi dengan tatapan yang menghujat.Gayatri yang sudah panas hatinya dengan kelakuan suaminya, membuat makin panas dengan yang dilakukan putrinya.“Bukankah kamu keluar sama Raksa, anak band itu?"Galuh terdiam sejenak. Dari duluh bundanya mengatakan tidak suka dia dekat deng