Share

Bab 4. Malam Pertama

“Oh, jadi ini istri kontrak kamu, Sayang?”

Karina langsung menatap wanita yang bersama Dewa itu dengan pandangan terluka. Mendengar kata ‘Sayang’ yang muncul dari wanita itu untuk Dewa, membuat Karina menyimpulkan, jika dugaannya benar.

Wanita itu adalah kekasih Dewa, bernama Sherly.

Tangan Karina mengepal kuat. Ia menatap Dewa dan Sherly bergantian, seraya berkata ... “Aku tetap istri sahmu, Mas. Bisakah kamu tidak membawa wanita lain ke rumah ini selama kita masih terikat pernikahan?”

Wajah Dewa langsung meradang mendengar penuturan Karina. “Kamu tidak berhak mengatur saya.” Kemudian, Dewa langsung menarik tangan Sherly dan pergi meninggalkan Karina dengan hati terluka.

Hingga malam menjelang, Dewa yang tidak kunjung pulang membuat Karina cemas dan jengkel. Tidak tahu nomor telepon sang suami, membuat Karina hanya bisa menunggu dengan resah dan pasrah.

Beruntung, ketika jam menunjuk nyaris pukul 12 malam, suara deru mobil terdengar. Cepat-cepat, Karina menyongsong pintu.

Wanita itu, meski tadi siang ditinggal dengan keadaan sakit hati oleh Dewa, tidak membuatnya lupa akan peran istri. Karina paham, tugas seorang istri adalah melayani suami. Untuk itu, ia lupakan dulu sakit hatinya, dan memutuskan menghampiri Dewa.

“Mas Dewa!”

Karina menangkap tubuh Dewa yang berjalan sempoyongan. Dandanan pria itu juga terlihat sudah acak-acakan, berantakan.

“Sayang? Kamu ... ke sini lagi?” katanya yang langsung memeluk tubuh Karina.

Jantung Karina langsung menggebu. Ia yakin, jika Dewa tengah dipengaruhi minuman. Suaminya mabuk.

Karina berusaha memberontak. “Lepas, Mas, ini aku.” Namun sayang, belitan tangan Dewa di tubuhnya enggan melemah barang hanya sedikit.

“Shut, aku tau.”

Lalu, entah bagaimana bisa ... kemudian Dewa membawa paksa Karina menuju kamar.

Tubuh kekar pria itu terus merangseknya. Memeluk, menghidu leher Karina, membuat wanita itu ketakutan dan jengah.

Karina memang ingin diperlakukan selayaknya istri sungguhan. Hanya saja, kali ini ia tahu jika Dewa bahkan sedang tidak sadar. Ia jelas tidak ingin melakukan tugasnya sebagai istri dengan cara yang seperti ini.

“Tolong, lepaskan aku....”

Namun sayang, bahkan hingga tenaga Karina benar-benar hilang, Dewa yang tengah mabuk tidak kunjung melepasnya. Pria itu bahkan melakukan penyatuan, tidak peduli pada rengekan dan permohonan yang diucap Karina.

**

“Dasar pria berengsek!”

Karina terus memaki sembari menggosok kasar tubuhnya di bawah guyuran air di kamar mandi.

Pagi tadi, ia terbangun dengan keadaan yang seluruh tubuhnya sakit. Terutama di bagian pangkal paha. Dan, yang lebih menyesakkan hatinya lagi, malam ketika keperawanannya direnggut Dewa, pria itu menggumamkan nama Sherly, alih-alih namanya.

Tubuh Karina terasa hina. Ia merasa kotor sebab perlakuan Dewa padanya.

Berlama-lama di kamar mandi, berusaha menghilangkan jejak-jejak sentuhan Dewa di sekujur tubuhnya membuat Karina larut dalam lukanya sendiri.

Wanita itu bahkan telah memutuskan untuk secepatnya keluar dari rumah ini.

Tidak lama usai dirinya mandi, wanita itu kembali melamun di atas ranjang. Pandangannya kosong, tetapi menyiratkan kefrustrasian juga kemarahan. Saat itulah, terdengar suara ketukan pintu bertubi.

“Karina, buka pintunya!!”

Dewa. Karina tahu, untuk itulah ia tidak bergerak dari tempatnya. Namun, ketika ketukan itu semakin kuat, bahkan hingga nyaris mendobrak pintu ... Karina akhirnya bangkit dan memutuskan membukakan pintu untuk suami kejamnya.

“Apa yang kamu lakukan di kamar selama itu?” tanya Dewa langsung ketika Karina membuka pintu.

Karina bergeming. Ia tidak menyahut, tidak juga menunjukkan ekspresi apa pun. Wajahnya benar-benar dibuat datar.

Dewa berdecak, “Ayo, sarapan! Aku sudah lapar.” Lantas menggenggam lengan Karina.

jangan sentuh-sentuh saya!” ketus Karina.

Padahal Dewa sudah menyiapkan hatinya untuk bertemu dengan Karina. Tetapi respon Karina malah seperti itu, melihat wajah Dewa saja sudah membuat Karina muak.

“Jangan seperti anak kecil, ayo makan!”

Karina tetap diam saja, membuat Dewa lama-lama menjadi geram.

“Saya tidak lapar! Silahkan Mas Dewa sarapan sendiri saja!”

Braaakk

Karina membanting pintu dengan sangat kencang, lalu mengunci pintunya agar Dewa tidak memaksa masuk ke dalam. Rasa sakit yang dialaminya masih sangat membekas di hati dan raganya. Perlakuan Dewa, sungguh membuat Karina kecewa.

“Karina buka pintunya!”

Dewa kembali menggedor pintu kamar Karina dengan sangat kencang. Dia tidak terima dengan sikap Karina yang seenaknya saja seperti itu.

“Karina!”

“Karina!”

Tetap saja, Karina di dalam sama sekali tidak menghiraukan Dewa sama sekali.

Hari demi hari telah berlalu. Saat ini, sudah satu Minggu setelah kejadian itu. Sejak malam itu, Dewangga dan Karina seperti orang asing yang hidup dalam satu atap.

Karina yang lebih sering mengurung dirinya di dalam kamar, karena Karina benar-benar tidak mau bertemu dengan Dewangga. Jika berada di dekat Dewangga pun Karina selalu menghindar.

Karina akan keluar kamar saat Dewangga sudah pergi ke kantor. Dan, masuk kamar lagi ketika Dewangga pulang dari kantor. Seperti itu terus yang Karina lakukan setiap harinya.

"Lama-lama disini aku merasa semakin tidak nyaman, aku jadi kangen Ibu. Apa aku pulang ke kampung lagi saja ya?" gumam Karina.

Siapa sih yang betah hidup seperti ini? Lama-lama Karina pun merasa tidak betah dan ingin pergi dari rumah Dewangga.

Untuk menghilangkan kejenuhannya, Karina memilih untuk membantu pekerjaan Bibi membersihkan rumah.

Karina memilih menyapu halaman karena Bibi yang bekerja disana pun tidak mengizinkan Karina memegang pekerjaan yang berat, takut jika Dewangga marah padanya.

Saat sedang menyapu tiba-tiba saja, Sherly yang merupakan kekasih Dewangga datang ke rumah. Sementara, Sherly melihat Karina langsung memasang wajah tak sukanya.

"Di mana Dewa?"

Tatapan mata Sherly begitu sinis pada Karina, namun Karina hanya mengabaikannya saja. Baginya melihat Sherly membuat Karina kembali mengingat kejadian malam itu. Sehingga, Karina memilih diam saja.

"Punya kuping kan? Nggak tuli kan?" ketus Sherly geram dengan sikap acuh Karina.

"Lo punya mulut kan? Setidaknya jawab kalau ada yang ngajak ngomong!" bentak Sherly membuat Karina langsung memberikan tatapan tajamnya.

"Anda bertamu ke rumah orang punya etika ...." Belum juga selesai bicara, mobil Dewangga sudah masuk ke halaman rumah.

Setelah sekian lama, akhirnya Dewangga melihat Karina. Ini adalah kesempatan Dewangga untuk berbicara dengan Karina. Dewangga pun tidak menyia nyiakan kesempatan itu, dia segera turun dari mobil.

"Sayang ... akhirnya kamu datang juga, aku kesal melihat wanita kampungan ini," rengek Sherly manja.

Dewangga tidak menghiraukan Sherly sama sekali. Tatapan Dewangga, terus saja tertuju pada Karina. Sementara, Karina yang melihat adegan itu membuat dirinya bertambah sakit dan memutuskan untuk pergi dari sana.

"Karina ... Karina, mau ke mana kamu?" tanya Dewangga yang melihat Karina berlari masuk ke dalam rumah.

Sherly yang melihat Dewangga menghentikan Karina pun tidak suka. "Sudahlah Dewa, biarkan dia masuk saja," ucap Sherly.

"Sherly maaf ... lebih baik kamu pulang dulu, aku butuh waktu untuk berbicara pada Karina," usir Dewangga secara halus.

"Tapi sayang aku masih mau sama kamu," rengek Sherly, tetapi Dewangga tetap menyuruhnya pergi dan dengan sengaja Dewangga memesankan taksi online untuk Sherly.

"Maaf Sherly aku harus melakukan ini," ucap Dewangga segera menutup pagar rumahnya setelah taksi online Sherly datang.

Setelah itu, Dewangga segera pergi ke kamar Karina. "Karina tolong buka pintunya, kita harus bicara sekarang!" kata Dewangga sesaat setelah sampai di depan kamar Karina.

"Karina!" panggilnya lagi dengan meninggikan suaranya.

"Karina buka pintunya!" teriak Dewangga yang membuat Karina akhirnya membukakan pintunya.

"Kenapa kamu akhir-akhir ini menghindari saya?" bentak Dewangga saat Karina sudah berdiri di hadapannya.

"Kamu masih tanya kenapa, Mas?" tanya Karina sambil menggelengkan kepalanya, tidak mengerti dengan pikiran Dewangga saat ini.

"Apa maksudmu bicara seperti itu, Karina?" tanya Dewangga dingin dan datar.

Entah keberanian dari mana, Karina langsung menarik kemeja Dewangga. "Sampai kapan kamu mau menyiksaku seperti ini?" tanya Karina murka.

"Apa maksud kamu, Karina? Lepaskan tangan kamu dan jaga ucapanmu pada saya! Ingat saya ini suami kamu! Tidak sepantasnya kamu bersikap seperti ini!” ketus Dewangga.

“Suami?” Karina mendengus sinis. “Ya. Tapi suami di atas kertas!”

Karina yang geram langsung menyindir Dewangga.

“Kamu….”

Hampir saja Dewangga menampar Karina, karena kesal melihat sikap Karina seperti itu. Namun, tangan pria itu hanya berakhir menggantung di udara.

“Kenapa nggak jadi tampar aku, ha? Tampar saja aku!!" ucap Karina dengan hati meletup-letup. Karina menghela napas beratnya, “Aku mau kita cerai, Mas!”

Final, Karina sudah lelah dengan pernikahan ini, sehingga mudah sekali kata cerai terucap dari mulutnya.

"Sampai kapanpun saya tidak akan menceraikan kamu Karina sebelum waktu yang sudah kita sepakati selesai!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status