Share

Bab 5. Mencari Pekerjaan

Karina berdecak kesal, seberapapun usahanya untuk meminta cerai pada Dewa, tetap saja Dewa tidak mengabulkannya.

Tidak ada kata apapun lagi yang keluar dari mulut Karina, lelah … lelah sudah jiwa dan raganya.

Sementara Dewa, entah sudah berapa kali dia mengusap wajahnya dengan kasar.

“Kita harus bicara!”

“Tidak ada lagi hal yang harus dibicarakan!”

Karina kembali menutup pintu dan menguncinya rapat-rapat.

Di dalam kamar, Karina kembali menangis. Dalam tangisannya, Karina berpikir dengan langkah apa yang harus dirinya lakukan.

Sampai kemudian Karina mempunyai ide untuk bekerja. Mungkin dengan bekerja, Karina bisa menyibukkan dirinya dan melupakan sejenak masalahnya dengan Dewa.

Karina menghela napas beratnya. “Ya, aku harus cari pekerjaan, mungkin dengan cara ini aku tidak terus-terusan stress.”

Karina lalu bangkit dari duduknya dan berjalan menuju kamar mandi, kemudian dia membasuh wajahnya. Tekad Karina sudah bulat, hari ini juga Karina akan mencari pekerjaan lewat media sosial.

“Bismillah … semoga berhasil,” gumam Karina.

Karina pun mulai membuka sosial media, melihat setiap informasi seputar lowongan kerja, setelah mendapat alamatnya kemudian Karina catat.

Keesokan harinya ...

Dewa sudah lebih dulu menunggu Karina di meja makan, yang biasanya Karina menghindari Dewa, tapi pagi ini Karina keluar kamar dengan penampilan yang sudah rapih.

Dewa yang melihatnya pun gatal, ingin segera bertanya.

"Mau kemana kamu?" tanya Dewa dengan nada dingin.

Karina menatap sekilas, kemudian memilih fokus sarapan. "Mau lamar kerja."

"Apa?" Dewa kaget.

"Gak usah kaget seperti itu!" ujar Karina dengan santainya.

Dewa geram dengan sikap Karina yang sudah semakin seenaknya sendiri. Sementara Karina memilih fokus dengan nasi goreng yang sudah diambilnya.

"Nggak! Kamu nggak boleh kerja!" tolak Dewa, padahal Karina belum meminta izin padanya.

Karina mengabaikan perkataan Dewa sampai nasi goreng di piringnya pun sudah tandas, lalu dia minum dan mengusap bibirnya menggunakan tisue.

"Setuju atau tidak aku akan tetap melamar pekerjaan!"

Karina lalu bangkit dan bersiap berangkat, namun Dewa langsung mencengkram erat tangannya.

"Diam di rumah! Tanpa kamu bekerja pun saya bisa memberikanmu nafkah yang cukup!"

Karina berusaha melepas cengkraman tangan Dewa, karena lama kelamaan terasa sakit dan tangan Karina pun memerah.

"Lepas, Mas!" bentak Karina. "Sudah cukup kamu menyiksaku seperti ini!"

Tak tega, akhirnya Dewangga pun melepaskannya. Karina segera berlari begitu Dewa melepaskan tangannya, karena sebelum sarapan tadi, Karina sudah lebih dulu memesan ojek online.

Sepanjang perjalanan, Karina ingin sekali menumpahkan air matanya. Tetapi, Karina berusaha keras menahan air mata itu.

Satu persatu tempat yang Karina catat kemarin, dia kunjungi. Tak ada kata lelah baginya, walau beberapa kali mendapat penolakan.

"Semangat ... tidak ada perjuangan yang berakhir sia-sia."

Karina selalu menyemangati dirinya sendiri. 

Karina terus berjalan dari perusahaan satu ke perusahaan lainnya. Sampai menjelang sore, Karina datang ke perusahaan kecil dan memang disana sedang membutuhkan banyak lowongan pekerjaan.

"Silahkan Mbak datang kesini lagi besok sekitar jam 8 pagi dan temui HRD kami!" kata Security memberitahu.

Tentu Karina senang, Karina merasa ada peluang di perusahaan itu. "Baik, Pak. Besok pagi saya kesini lagi, kalau gitu saya permisi!"

Tidak sia-sia perjuangan Karina hari ini. Walaupun bajunya sudah basah karena peluh, tetapi Karina tetap semangat dan pada akhirnya mendapat peluang juga.

Menjelang sore, entah mengapa dirinya malas sekali untuk pulang ke rumah. Rasanya Karina sudah tidak ingin bertemu Dewa lagi. Tapi, disatu sisi dia kembali teringat dengan tugasnya sebagai seorang istri. Akhirnya, Karina memutuskan untuk pulang ke rumah.

Sesampainya di rumah, Karina tidak melihat mobil Dewa, berarti suaminya itu belum pulang dari kantor. Tapi, saat dia menginjakkan kakinya di ruang tamu, Karina terkejut ketika mama mertuanya sudah pulang dari rumah sakit.

"Ma-ma kapan pulang?" tanyanya dengan terbata.

"Dari tadi siang, Mama menunggu kamu dari tadi."

Karina jadi merasa tidak enak sendiri dengan mama mertuanya itu.

"Maaf ya, Ma ... aku tidak tahu kalau Mama mau pulang hari ini."

Karina menundukkan kepalanya tanpa berani menatap sang mertua.

Namun berbeda dengan mamanya Dewa, dia malah memeluk Karina, mengatakan dengan sentuhannya bahwa dia tidak apa-apa.

"Pasti kamu lelah, Nak ... sebaiknya kamu bersih-bersih diri dulu dan setelah itu kita makan malam bersama."

"I-iya, Ma."

Karina buru-buru melangkahkan kakinya menuju ke kamar, namun seseorang langsung menghalangi langkah Karina.

"Semua barang-barang kamu sudah saya pindahkan di kamar saya!"

Dalam kagetnya, Karina segera dibawa oleh Dewa menuju kamarnya. Tentunya, Dewa tak mau membuat sang mama curiga dengan pernikahannya.

Sampai di kamar, baru Karina melayangkan protes pada Dewa. "Kenapa tidak memberitahuku terlebih dahulu?"

Dewa pun duduk di sofa sambil melipat kemeja yang dikenakannya sampai ke siku. "Salah siapa tadi langsung pergi begitu saja, sok-sok'an mau cari kerja," ujar Dewa dengan santainya.

Lagi-lagi Karina dibuat kesal dan memilih melengos daripada terus berdebat dengan Dewangga.

"Dimana kamu simpan baju-bajuku, Mas?" tanya Karina.

"Tuh masih di koper, beresin sendiri!"

Karina memejamkan matanya berusaha mengontrol emosinya. Karina lalu membuka kopernya dan mengambil satu pasangan baju ganti dan pergi ke kamar mandi.

Dewa sendiri hanya menggelengkan kepala melihat tingkah Karina. Tanpa Karina tahu, sebenarnya dari tadi itu Dewa selalu mengikutinya, Dewa mengawasinya dari kejauhan.

Di dalam kamar mandi Dewa, sesaat Karina dibuat kagum oleh kemewahan yang ada di dalamnya. Namun, sedetik kemudian dia tersadar tidak boleh bersikap seperti ini.

"Kamu nggak boleh begini, ingat pernikahan ini hanya satu tahun, pasti setelah itu kamu dibuang begitu saja sama Mas Dewa."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status