KELUARGA SUAMIKU HOBI MUSYAWARAH TANPA MUFAKAT!"Kalau masalah HP itu, lebih baik Mbak Alif tanya sendiri saja. Dinda takut Mbak nanti kalau ada salah paham, Mbak!" ucap Dinda."Rasanya aneh sekali, Dek! jika memang Ifah tidak memiliki hubungan apapun dengan Arif, mengapa bisa Ifah mengenal adik kandungnya Arif? Bahkan sampai menumpang melarikan diri ke sana, tentu tak akan mungkin terjadi kalau mereka tak memiliki hubungan khusus," kata Hasan.Dinda hanya mengangkat bahu tanda bahwa dia tidak tahu. Tak lama pintu kamar mandi dibuka, Ifah muncul dari sana. Dengan wajah yang sedikit lebih segar, walupun masih nampak sembab."Duduk sini, Fah!" perintah Hasan."Mas! Ingat dia adikmu, perlakukan dia seperti kau ingin diperlakukan olehnya," bisik Dinda.Ifah berjalan perlahan menuju ke arah mereka. Dia sudah pasrah jika akan disidang malam ini. Tak akan ada yang membelanya lagi, apalagi ibunya sekarang tertidur pulas."Apa yang sekarang ingin kau katakan sebagai pembelaan aats sikapmu hari
JANGAN ANGGAP AKU KELUARGAMU, MAS! Semua orang terdiam tak ada yang menjawab pertanyaan Dinda. Dinda segera menyuguhkan kopi serta teh untuk mereka semua lalu dia duduk berjongkok di hadapan Ifah."Fah dengarkan Mbak Dinda baik- baik! Sekarang kau tahu sendiri kan Mbak juga sudah tidak dianggap di rumah ini, jadi kamu bisa bercerita dengan Mbak semuanya! Mbak akan membelamu sekarang, karena Mbak orang lain bukan keluarga inti di sini! Mbak membelamu sebagai sesama wanita bukan keluarga atau ipar, anggap Mbak temanmu! Katakan pada Mbak apa yang terjadi!" perintah Dinda."Dek, bukan begitu maksudku, ini hanya masalah keluarga initi," kata Hasan."Lihatlah! Mas Andri juga tak ikut campur," kata Hasan."Maka aku duduk di sini bukan sebagai keluargamu Mas! Jadi jangan anggap aku keluargamu, aku ada di sini sebagai teman Ifah! Kau punya Mbak Alif sebagai teman yang ada di pihakmu, sedangkan Ifah punya siapa?" tanya Dinda."Dia juga anak- anak! Maka aku akan membelanya sebagai adikku!" samb
KELUARGA SUAMIKU MEMANG AJAIB!"STOOPPPPPP" teriak Dinda."Sungguh rasanya Dinda tak tahan lagi. Kepalanya pusing mendengar semua berdebat beradu argumen dan saling berbicara dengan suara keras. Hal ini tidak pernah ditemukan dalam keluarganya dulu. Keluarga Dinda dulu selalu menyelesaikan masalah dengan kepala dingin. Tiidak dengan saling tuding."Apa kalian tak malu jika didengar tetangga saling berdebat seperti ini? Ibu masih sakit dan ada di rumah sakit lo, apa kata orang nanti orang? Bagaimana kalau mereka salah menafsrkan dan menganggap bahwa kita anak-anaknya sedang berdebat masalah Ibu?" jelas Dinda."Bukankah kamu Mas yang selalu mengajarkan aku untuk sabar menghadapi semua dengan kepala dingin, jangan seperti gajah di blangkoni! Bisa ngomong tak bisa melakukannya, malu!" sindir Dinda.Hasan terdiam mendengar ucapan istrinya."Aku tidak membela Ifah, Mas! Aku awalnya juga marahsaat tahu Ifah menitipkan uangnya pada Mas Arif, aku menganggap Ifah membuat malu dan mencoreng nama
CINTA TAPI BENCI"Itu karena keluarga ini memang ajaib, Fah! Mbak saja kadang sampai heran, jadi kau tak usah kaget apalagi berkecil hati, jangan pernah berekspektasi dan berharap lebih pada sesama manusia itu hanya akan membuatmu kecewa," ujar Dinda."Kau hanya boleh berharap pada dua orang, yaitu dirimu sendiri dan Tuhan!" nasehat Dinda pada Ifah."Kalau memang begitu mengapa harus kami anak kecil yang meminta maaf pada yang tua? Bahkan kadang terpaksa mengakui kesalahan yang mungkin tidak kami lakukan. Bukankah itu tidak adil Mbak?" tanya Ifah lagi."Ya, memang rasanya tak adil, namun mau bagaimana lagi? Sudah jalannya harus seperti itu. Coba nanti Mbak akan bilang pada Mas Hasan agar lebih bisa mengerti kamu. Mulai sekarang kau bisa menganggap Mbak Dinda ini kakak perempuanmu sendiri, kakak kandungmu, bahkan kau bisa menganggap Mbak Dinda ini adalah temanmu. Kamu bisa bercerita dan berkeluh kesah pada Mbak! Memang Mbak tidak janji akan selalu di pihakmu, Mbak tak janji akan selalu
PERKARA SAMBAL TERASI BIKIN SAKIT HATI"Tidurlah, apa yang kau lakukan dengan hanya mengelus pipiku seperti ini?" tanya Hasan.Dia meraih tubuh Dinda sampai terjatuh di atasnya. Memeluk Dinda erat sampai dia tertidur dalam pelukan Hasan. Adzan subuh berkumandang, Dinda segera bangun untuk bersiap mandi keramas dan bersuci agar bisa melakukan sholat subuh berjamaah bersama suaminya."Mas, masak sarapan apa ya?" tanya Dinda."Masaklah yang gampang saja, bikin sambel terasi dan goreng tempe, tahu, ayam," jawab Hasan.Dinda mengangguk. Ini pertama kalinya dia bebas memasak di rumah mertuanya. Segera Dinda mengambil dompet untuk berbelanja di tukang sayur langganan ibu- ibu gang rumahnya. Dinda keluar rumah menengok ke kanan dan ke kiri mencari tukang sayur langganan bu Nafis."Kemana ya Abang sayur, biasanya jam segini sudah datang," gumam Dinda.Tak lama terdengar teriakan khas Mamang sayur."Sayuuuur! Buibu Sayurrr" teriak Mamang sayur."Bang, sayur!" teriak Dinda sambil melambaikan tan
KEKUATAN AJAIB DARI STATUS PNS"Itu masalah Ifah kemarin, Ifah sebenarnya lari dari rumah dan menumpang pada Anisa, nah Anisa ini adik dari Mas Arif, Bu! Tapi sepertinya Hasan salah paham dan mengira Ifah memiliki hubungan yang tidak- tidak dengan Arif," jelas Mas Andri santai."Jadi niat Arif datang ke sini untuk meluruskan masalah yang terjadi, agar hubungan baik kekeluargaan kita tak pecah, bahkan Arif sampai izin Dinas pagi lo Bu, demi bisa bertemu engan keluarga kita," sambung Andri.Dinda sangat bergetar melihat Mas Andri mengatakan semuanya. Dia takut Ibu mertuanya terkena serangan jantung dan kaget. Dinda segera mengelus pelan tangan mertuanya menenangkan agar tak marah- marah."Bu, tahan ya Bu! Yang penting Ifah sudah pulang, ini hanya salah paham, ingat kita sedang di rumah sakit jika Ibu marah- marah lalu tensi tinggi maka nanti tak boleh pulang, biayanya semakin besar! Rugi bu," bisik Dinda pada bu Nafis.Tapi reaksi bu Nafis sangat membagongkan dan di luar prediksi Dinda.
JANGAN CAMPUR ADUKKAN ANTARA PEKERJAAN DAN PERASAAN!"Ya, Papa dapat laporan dari kantor cabang bahwa Hasan kinerjanya di kantor Madiun kok sedikit menurun. Ada apa? Memangnya kau tak mengawasi suamimu bekerja?" tanya papa Dinda."Din, walaupun dia suamimu harusnya kau profesional untuk bisa membedakan mana urusan pekerjaan dan mana urusan rumah! Jangan terus-terusan membela Hasan, Papa tak suka," sambung Papa Dinda."Dalam laporang terdapat dua keluhan fatal. Pertama dia sering pergi meninggalkan kantor jam bekerja, habis itu juga ada laporan bahwa pekerjaannya terbengkalai apalagi yang proyek bayar! kedua Hasan juga beberapa kali ada miss komunikasi dengan manajer IMS, harusnya Hasan lebih memperhatikan lagi, mana proyek yang menghasilkan dan tidak! Jangan sampai sekelas IMS di buat kecewa dong!" lanjut Papa Dinda."Din, meskipun kau anak Papa yang notabene pemilik perusahaan itu dan Hasan adalah suamimu tapi secara bisnis kalian itu karyawan Papa! Tolonglah jangan mencampur adukkan
DARAH!"Mas, tunggu Mas! Mas tunggu!" teriak Dinda.Hasan tak menggubris suara Dinda yang berteriak memanggilnya. Amarah yang bersatu dengan emosi memenuhi tunuh Hasan, dia segera beranjak ke kamar ibunya yang tak jauh dari sana."Arif! Bajingan! Keluar kau! Siapa kau masuk ke kamar inap ibuku! Lancang tak tahu diri! Lelaki brengsek! Siapa kau memangnya! Hah! keluar!" teriak Hasan dari luar.Hasan membuka pintu kamar dengan kasar. Tanpa banyak bicara dia langsung menuju ke arah orang asing yang kemungkinan besar itu Arif karena Hasan sendiri juga belum pernah bertemu atau mengenalnya. Tanpa tedeng aling- aling satu bogem mentah mendarat di bibir Arif.'Bugh' bibir Arif pecah mengeluarkan darah."Hasan! Hentikan Hasan! Gila kau ya? Hentikan!" Mas Andri berteriak sambil menghambur ke arah mereka."Astagfirullah!" semua orang menjerit bersama kaget dengan apa yang mereka lihat di depannya.Kejadian itu berlangsung sangat cepat dan di luar prediksi mereka semua. Segera Dinda menarik hem b