"Wolf mohon hentikan, Pa! Berapa kali Wolf harus jelaskan kalau Yuri istri sungguhan dan bukan pura-pura?" seru Wolf kesal.Ia sama sekali tidak memikirkan apa yang seharusnya pengantin baru lakukan. Biasanya, mereka akan mengambil cuti dan pergi bulan madu. Akan tetapi, Wolf sama sekali tidak memikirkan hal itu dan justru membuat sang ayah curiga."Bagaimana papa bisa berhenti kalau kau menipu papa seperti ini?" geram Antariksa."Wolf tidak menipu, Papa. Kalau Wolf pergi bulan madu, lalu bagaimana dengan perusahaan? Lagi pula, Yuri juga tidak ingin kami pergi bulan madu," sanggah Wolf berusaha menjelaskan."Kau tidak perlu khawatir. masalah perusahaan papa yang akan urus." Antariksa beralih menatap Yuriko, "Dan kau Yuri, alasan apa yang membuatmu tidak ingin pergi bulan madu? Bukankah sudah sepantasnya pengantin baru pergi bulan madu?""Bukan tanpa alasan Yuri tidak ingin pergi bulan madu, Pa," kata Wolf menimpali.Yuriko terlihat panik dan Wolf bergegas menyentuh jemarinya yang berg
Wolf menoleh ke samping. Tatapan matanya langsung bertemu dengan tatapan mata Yuriko. Istri kontraknya itu melebarkan matanya sambil menggeleng pelan, mengisyaratkan agar ia menolak permintaan ayahnya untuk menginap."Tidak, Pa. Wolf dan Yuri mau pulang saja," tolak Wolf."Memangnya kenapa? Menginap semalam saja di sini dan besok pagi kalian bisa pulang" tanya Antariksa bersikeras."Wolf mau menghabiskan waktu berdua saja dengan Yuri. Mau puas-puasin di dalam kamar dan Wolf tidak ingin ada satu orang pun yang mengganggu." Pria tampan itu menoleh ke arah kakaknya, "Wolf tidak mau ada yang mengintip dan merusak malam pertama Wolf dan Yuri," lanjut Wolf sambil memelototi Cassiopeia."Siapa juga yang akan mengganggu? Sudah kubilang kalau tadi itu aku tidak sengaja." Cassiopeia masih tetap berusaha membela diri.Alasan mengapa ia menguping karena tidak percaya adiknya sudah menikah. Bagaimana mau percaya? Beberapa hari yang lalu saja masih membahas masalah Theona. Dan sekarang, tiba-tiba a
"Yah, bersihkan wajahmu dari riasan sebelum kau pergi tidur," ulang Wolf sambil mengangkat sebelah alisnya."Tidak perlu. Aku biasa tidur menggunakan riasan," tolak Yuriko berusaha sedatar mungkin.Bagaimana bisa ia membersihkan riasan wajahnya, sedangkan ia berusaha menyembunyikan wajah aslinya?"Jangan membantah. Bersihkan riasanmu atau wajahmu akan muncul banyak jerawat," kekeh Wolf. Sepertinya ia lupa wajah asli Yuriko yang pernah ia lihat sebelumnya."Tidak akan. Aku sudah terbiasa tidur tanpa menghapus riasan wajahku," tolak Yuriko lagi.Wolf menghela nafas panjang. "Ya sudah terserah kau saja." Ia beranjak bangun dan berjalan menuju kamar mandi. Berdiri di depan wastafel untuk mencuci tangan dan menggosok gigi. Setelah selesai, ia membuka lemari penyimpanan di sana dan meraih sikat gigi baru. Meletakkan di gelas penyimpanan dan bergegas keluar."Sikat gigimu berwarna kuning. Jangan bilang kalau kau terbiasa tidur tanpa menggosok gigi," kata Wolf sebelum Yuriko sempat menjawab.
Yuriko membuka matanya lebar-lebar. Bola matanya bergerak ke sana kemari dan menangkap sofa dalam keadaan kosong. Kemudian, ia baru sadar ketika menggerakkan jemarinya. Ia mengusap perlahan dada bidang Wolf sekedar untuk memastikan."Astaga, Tuhan! Kenapa aku bisa tidur di sini? Kenapa juga aku memeluk Pak Wolf?" rutuk Yuriko dalam hati.Wanita itu mengerutkan wajahnya dengan mata terpejam erat. Tidak lupa dengan tangannya yang ditarik secara perlahan. Ia akan bangun dan pindah ke sofa sebelum Wolf menyadari keberadaannya. Jangan sampai Wolf memergokinya tidur di tempat tidurnya. Apalagi sampai memeluknya seperti itu."Mmm." Wolf bergerak secara perlahan mengetahui rencana Yuriko. Melihat pergerakan Wolf, sontak Yuriko berhenti bergerak sambil menahan nafas. Raut wajahnya benar-benar tidak enak takut akan ketahuan. Belum bisa bernafas dengan lega, tiba-tiba Wolf kembali bergerak dan memeluknya erat."Astaga, Tuhan! Apa yang harus aku lakukan sekarang?" batin Yuriko frustasi."Mmm." W
"Ti-tidak, aku ingat. Hanya saja, kau tidak perlu menungguku. Kau turun ke bawah saja dulu dan aku akan menyusul setelah mandi," balas Yuriko sedikit gugup.Sekali lagi, ia harus membuat alasan untuk menyembunyikan wajah aslinya. Jadi, ia harus berusaha agar Wolf mau keluar dan ia bisa dengan leluasa merias wajahnya kembali setelah mandi. Beruntung, ia tidak pernah lupa membawa perlengkapan make up-nya di tas. Jadi, ia tidak akan kesulitan untuk membuat alasan tidak bisa mandi selain di rumahnya sendiri."Tidak bisa. Kita harus turun sama-sama agar Papa dan Mama tidak curiga," tolak Wolf tegas."Kenapa harus curiga? Bukankah Papa sudah percaya seratus persen dengan sandiwara kita?" tanya Yuriko dengan dahi yang berkerut dalam."Memangnya kau lupa, apa yang Papa katakan sebelumnya?" sanggah Wolf balik bertanya.Sebelumnya atau lebih tepatnya semalam, Antariksa mengingatkan akan selalu mengawasi Wolf. Hal itu ia katakan karena tidak mempercayai pernikahan putranya dengan Yuriko."Tentu
"Hah?" Yuriko semakin membelalakkan matanya tidak percaya.Ia tidak berpikir kalau Wolf dan ibunya begitu mirip. Kenapa mereka kompak sekali membahas masalah itu? Kenapa tidak berhenti ketika ia meminta mereka untuk berhenti membahas masalah itu dan justru semakin menjadi-jadi?"Sudah cukup, Ma. Kasihan Yuri sampai terkejut begini," kata Wolf meminta agar sang ibu berhenti."Astaga! Maaf, Sayang, mama hanya bercanda," terkejut Grizeljoy lekas mengusap lengan menantunya berusaha menenangkan."Ti-tidak apa-apa, Ma," balas Yuriko terbata."Ya sudah, sana kalian sarapan dulu. Setelah itu, kalian pergi berbelanja. Kalian tidak lupa, 'kan?" ujar Grizeljoy mengingatkan.Ia hanya tidak ingin putranya melupakan janjinya semalam. Ia juga tidak ingin membuat Yuriko kecewa setelah semalam diperlakukan kurang baik oleh Antariksa. Ya, meskipun akhirnya semua masalah sudah selesai."Iya, Ma. Pokoknya apa pun yang Yuri inginkan dan butuhkan, Wolf akan membelikannya," balas Wolf bersemangat."Bagus. Y
"Ti-tidak. Aku sama sekali tidak butuh bantuanmu," tolak Yuriko cepat."Kenapa tidak? Aku yakin kau butuh bantuanku," tanya Wolf bersikeras."Karena aku tidak membawa bingkai foto," sahut Yuriko tegas.Sebenarnya, ia ingin membawa foto dirinya dengan ibu dan juga neneknya. Namun, mengingatkan bahwa ia akan tinggal di rumah Wolf. Jadi, ia mengurungkan niatnya itu daripada nanti ketahuan."Benarkah?" Wolf terlihat begitu terkejut, "Aku pikir kau membawa bingkai foto," imbuhnya sambil tersenyum canggung."Tidak. Jadi, bisakah aku istirahat sebentar?" pinta Yuriko tidak ingin berlama-lama berinteraksi dengan Wolf."Baiklah. Nanti kalau kau butuh sesuatu, kau tinggal bilang saja padaku dan kau tidak perlu sungkan," balas Wolf.Yuriko mengangguk dan Wolf pun lekas berbalik. Baru saja hendak keluar, Yuriko sudah memanggilnya. Bahkan dari nada suaranya pun terdengar sangat tergesa-gesa."Ada apa? Apa kau butuh sesuatu?" tanya Wolf setelah membalikkan tubuhnya."Aku melupakan sesuatu tentang p
"Masuklah!" pinta Wolf agar Yuriko masuk ke dalam mobil."Maaf, Mas, aku bisa pergi ke kantor sendiri," tolak Yuriko ketika Wolf mengajaknya pergi bersama.Beberapa hari kemudian setelah Wolf dan Yuriko tinggal bersama, akhirnya mereka kembali bekerja. Selama masa cuti, Yuriko sibuk menemani neneknya di rumah sakit, begitu juga dengan Wolf yang setia menemani. Sebelum itu, mereka pergi berbelanja ke sebuah departemen store. Meski Yuriko sering sekali menolak barang-barang yang Wolf tawarkan, tetapi ia tidak bisa berbuat apa-apa. Terlebih, Reza sudah membelikan banyak baju dan teman-temannya seperti, tas, sepatu, dan aksesoris lainnya."Aku tahu, tapi kita bekerja di tempat yang sama, Yuri," ujar Wolf kekeh."Aku juga tahu, tapi aku tidak ingin ada orang lain yang melihat kita bersama," tolak Yuriko lagi. Ia hanya tidak ingin dunianya di perusahaan hancur gara-gara ada yang melihatnya berangkat kerja bersama Wolf. Jadi, lebih baik ia pergi naik angkutan umum daripada nanti menyesal.