Yuriko menatap manik mata Wolf yang terlihat berkaca-kaca. Terlihat sekali bahwa pria itu sudah terlalu putus asa. Tidak tahu harus melakukan apa dan dengan cara apa agar Yuriko mau memiliki anak dengannya."Kenapa? Apa masih belum cukup?" tanya Wolf nyalang. Rasa-rasanya, kesabarannya sudah habis tak bersisa."Tidak. Aku setuju untuk memiliki anak," sahut Yuriko sedikit menyusutkan tubuhnya. Sebelumnya memang Wolf pernah marah, tetapi kali ini berbeda. Tatapan matanya menunjukkan kemarahan, kekesalan, kekecewaan, dan perasaan lainnya yang tercampur menjadi satu membuat Yuriko kesulitan sekedar untuk bernafas."Hah? Apa? Aku tidak salah dengar, 'kan?" tanya Wolf terkejut.Baru saja ia pasrah atas penolakan yang akan Yuriko lontarkan. Namun ternyata, ia mendengar jawaban yang sangat ingin ia dengar. Bahkan ia sampai tidak bisa mempercayai pendengarannya."Sama sekali tidak. Jadi, kau menginginkan berapa anak? Satu, dua, atau tiga?" sahut Yuriko mantap."A-apa?" Wolf kembali dikejutkan
"Kita sudah menikah, tapi hanya sedikit orang yang tahu. Menurutmu, apa kita perlu membuat perayaan untuk mengumumkan pernikahan kita?" Satu bulan berlalu setelah drama merajuk yang Wolf buat. Kini, pria itu sedang bermanja-manja dengan Yuriko di dalam selimut. Mereka baru saja menyelesaikan ritual percobaan pembuatan anak yang entah sudah berapa puluh atau mungkin berapa ratus kali."Siapa bilang sedikit? Semua karyawan di perusahaan tahu tentang status kita. Jadi aku pikir, kita tidak perlu merayakannya. Itu hanya akan buang-buang waktu dan uang saja," tolak Yuriko.Tidak peduli mau seberapa banyak orang yang tahu tentang pernikahannya. Yang paling penting sekarang hidupnya sudah bahagia. Tanpa ada yang ditutup-tutupi dan saling terbuka satu sama lain meski hanya hal kecil sekalipun."Tidak, Sayang. Untuk hal seperti ini tidak bisa dibilang sebagai buang-buang uang." Wolf menggelengkan kepalanya tidak setuju dengan pemikiran sang istri.Selain karyawan di perusahaan, Wolf ingin men
"A-apa? Ha-hamil?" Manik mata Wolf terbelalak dengan senyum yang mengembang, "Apa kau sungguh hamil, Sayang?" imbuhnya bertanya pada sang istri."Aku tidak tahu, Mas," sahut Yuriko menggeleng bingung.Selama ini, ia hanya menikmati kehidupan rumah tangganya dengan Wolf. Ia bahkan tidak sadar akhir-akhir ini sering sekali makan. Porsinya masih normal, tetapi ia sering menikmati camilan. Baik ketika di rumah maupun di perusahaan."Coba kau beli test pack di apotik. Kalau tidak, panggil dokter keluarga kita ke rumah," kata Grizeljoy menyarankan."Nah iya, Benar. Kalau bisa, panggil dokter kandungan saja ke rumah biar lebih pasti," timpal Antariksa ikut menyarankan.Rupanya selain Wolf, dan Grizeljoy yang terlihat bersemangat, Antariksa pun jauh lebih bersemangat daripada mereka berdua. Namun alih-alih meminta putra San menantunya pergi ke rumah sakit, ia justru berkata untuk membawa dokter spesialis kandungan ke rumah."Bagaimana kalau test pack saja? Nanti kalau positif, Yuri sama Mas W
"Anak kita laki-laki, Mas," kata Yuriko mengingat sang suami belum tahu."Jangan bercanda, Yuri! Hal seperti ini tidak bisa kau jadikan sebagai candaan," protes Wolf tidak suka."Aku serius, Mas. Kalau tidak percaya, kau bisa lihat di papan nama. Bahkan nama putra kita belum ditulis," ujar Yuriko menjelaskan.Sontak, Wolf langsung berjongkok dan memeriksa papan nama. Di sana terlihat jelas di bagian nama kosong dan di bagian jenis kelamin menunjukkan tulisan laki-laki."Astaga!" Wolf terlihat seperti orang yang sedang melihat hantu. Manik mata dan mulutnya terbuka lebar. Ia sampai jatuh terjengkang ke belakang karena terlalu terkejut melihat bayinya berjenis kelamin laki-laki."Bagaimana bisa?" Wolf menyentuh kepalanya dan sedikit mencengkeram rambutnya.Beruntung waktu itu tidak hanya membeli pakaian berwarna pink saja, tetapi ada warna ungu juga. Jadi saat ini, bayi laki-laki itu memakai pakaian berwarna ungu. Tidak masalah jika anak laki-laki memakai pakaian warna itu."Maaf, Mas.
"Aww! Maaf-maaf, aku tidak sengaja," ujar seorang wanita cantik sambil membungkukkan tubuhnya.Wanita yang diketahui memiliki nama lengkap Yuriko, beberapa kali membungkukkan tubuhnya berusaha meminta maaf pada seseorang yang tidak sengaja ia tabrak. Kemudian, ia memunguti barangnya yang jatuh berserakan di lantai. Tanpa melihat sosok yang ia tabrak, Yuriko bergegas pergi dengan langkah terburu-buru."Siapa wanita itu? Kenapa aku baru melihatnya? Apa dia karyawan baru di sini? Bukankah sudah lama perusahaan ini tidak membuka lowongan pekerjaan?" tanya pria yang tidak sengaja Yuriko tabrak.Pria itu adalah Wolf Lundmark Antariksa Phoenix pemilik sekaligus pemimpin perusahaan PT. Griant Phoenix. Pria dengan tubuh tegap dan tinggi semampai. Rahang yang tegas dan bulu-bulu tipis yang menghiasi wajahnya itu, kini menjadi penasaran terhadap wanita. Padahal seumur hidupnya, ia tidak pernah peduli dengan wanita mana pun kecuali pada Theona, sang pujaan hati. "Apa alasan wanita itu terlihat sa
"Maksud Pak Wolf apa?" tanya Yuriko sambil menatap punggung kokoh pria itu.Wolf membalikkan tubuhnya dan berjalan mendekat. "Kau sudah membacanya bukan? Jadi, itu maksudku memanggilmu," jelasnya datar."Tapi, bagaimana bisa? Bahkan kita baru pertama kalinya bertemu. Bagaimana bisa Pak Wolf mengajak saya nikah kontrak?" tanya Yuriko tidak habis pikir.Di perusahaan itu, Yuriko hanya pegawai biasa. Ia tidak pernah mengikuti rapat yang dihadiri oleh Wolf dan selama tiga tahun bekerja di sana, ia tidak pernah sekalipun bertemu atau sekedar berpapasan dengan Wolf."Kata siapa? Sebelumnya kita pernah bertemu dan sepertinya kau tidak menyadarinya." Ikosagon menghempaskan tubuhnya di kursi kebesarannya."Kalaupun iya, kenapa? Saya bukan tipe wanita yang bisa diajak nikah kontrak dengan Pak Wolf. Bukankah di perusahaan ini banyak wanita cantik? Saya juga yakin, di luaran sana banyak sekali wanita cantik yang tergila-gila dengan Anda dan saya yakin mereka akan sangat bersedia jika menikah kont
"Apa kencan butamu lebih penting daripada aku? Bukankah tujuanmu hanya satu yaitu menikah demi menyenangkan nenekmu? Lalu, untuk apa kau melakukan kencan buta?" tanya Wolf sambil melangkah ke depan.Sontak, Yuriko melangkah mundur hingga tubuhnya mengenai daun pintu. Pikirannya benar-benar kacau saat ini. Apa yang Wolf katakan memang benar, tetapi ia paling tidak menyukai pria tampan. Jika ia menyukai pria tampan, maka ia sudah menikah tidak lama setelah neneknya memintanya untuk menikah. "Maaf, Pak. Pekerjaan saya hari ini sangat banyak. Jadi, saya izin undur diri." Yuriko memutar kenop pintu dan bergegas keluar.Wanita itu menutup pintu dengan tergesa. Kemudian, ia berlarian menuju lift takut Wolf akan mengejarnya. Bahkan setelah berada di dalam lift, ia terus menekan tombol agar pintu segera tertutup."Selamat-selamat," lirih Yuriko sambil menyandarkan tubuhnya ke belakang. Kemudian dalam sekejap, pintu lift terbuka. Ia bergegas keluar dan pergi ke ruangannya.Baru sampai di ruang
"A-apa?"Yuriko begitu terkejut mendengar jawaban laki-laki itu. Dibayar mahal pun ia tidak sudi, apalagi kalau sampai digagahi secara cuma-cuma."Lepas, lepaskan saya! Saya mohon, Tuan. Di bar ini masih banyak wanita cantik dan biarkan wanita pas-pasan ini pergi," mohon wanita itu berusaha membujuk."Kalau sudah tahu wajahmu pas-pasan, kenapa kau mencari masalah denganku? Seharusnya kau terima saja tawaranku sebelumnya. Jadi, aku tidak perlu bersikap kasar seperti ini," sanggah laki-laki itu malas.Laki-laki itu terus menarik tangan Yuriko. Tidak peduli seberapa keras Yuriko berusaha melepaskan diri dan berontak karena tujuannya hanya satu yaitu membawanya ke kamar dan menyelesaikan rencananya."Tidak, Tuan. Lepaskan saya, saya mohon!" ujar Yuriko memohon dengan air mata yang sudah bercucuran deras membasahi wajahnya.Di sisi lain, Wolf sedang duduk bersandar di sofa sambil melipat kakinya. Beberapa jam yang lalu, Reza melaporkan tentang Yuriko yang mendapatkan pekerjaan di sebuah cl