Share

2. Kencan Buta

"Maksud Pak Wolf apa?" tanya Yuriko sambil menatap punggung kokoh pria itu.

Wolf membalikkan tubuhnya dan berjalan mendekat. "Kau sudah membacanya bukan? Jadi, itu maksudku memanggilmu," jelasnya datar.

"Tapi, bagaimana bisa? Bahkan kita baru pertama kalinya bertemu. Bagaimana bisa Pak Wolf mengajak saya nikah kontrak?" tanya Yuriko tidak habis pikir.

Di perusahaan itu, Yuriko hanya pegawai biasa. Ia tidak pernah mengikuti rapat yang dihadiri oleh Wolf dan selama tiga tahun bekerja di sana, ia tidak pernah sekalipun bertemu atau sekedar berpapasan dengan Wolf.

"Kata siapa? Sebelumnya kita pernah bertemu dan sepertinya kau tidak menyadarinya." Ikosagon menghempaskan tubuhnya di kursi kebesarannya.

"Kalaupun iya, kenapa? Saya bukan tipe wanita yang bisa diajak nikah kontrak dengan Pak Wolf. Bukankah di perusahaan ini banyak wanita cantik? Saya juga yakin, di luaran sana banyak sekali wanita cantik yang tergila-gila dengan Anda dan saya yakin mereka akan sangat bersedia jika menikah kontrak dengan Anda." Yuriko masih tidak bisa percaya dengan apa yang terjadi padanya saat ini.

"Aku tidak butuh alasan untuk membuat keputusan ini. Justru aku berpikir di sini kau yang memiliki alasan itu," sanggah Wolf tersenyum tipis.

Ketika melihat punggung Yuriko menghilang dibawa bus, Wolf langsung menghubungi Reza untuk mencari informasi pribadi Yuriko. Ia menemukan fakta bahwa nenek wanita itu sering sakit-sakitan dan membuat permintaan pada cucunya untuk segera menikah. Itulah alasan kenapa Yuriko sering pergi kencan buta.

Berhubung Wolf tertarik pada Yuriko pada pandangan pertama. Jadi, ia langsung membuat surat perjanjian nikah kontrak untuk menjerat wanita itu.

"Saya? Kenapa jadi saya? Saya tidak memiliki alasan apa pun untuk menandatangani surat perjanjian ini," tanya Yuriko tersenyum canggung.

Memang alasan apa yang bisa membuatnya berpikir untuk nikah kontrak? Kalaupun karena neneknya, ia masih bisa mencari pria sesuai kriterianya di kencan buta nanti.

"Benarkah? Bukankah nenekmu ingin kau segera menikah sebagai permintaan terakhirnya?" Wolf balik bertanya dengan nada mencibir.

Mendengar pertanyaan yang Wolf lontarkan membuat Yuriko mengangkat kepalanya. Ia menatap tajam ke arah pria itu.

"Bagaimana bisa Anda tahu masalah pribadi saya? Apa Anda mencari informasi pribadi saya?" tanya Yuriko sambil menggertakkan giginya.

"Kalau iya, memangnya kenapa?" sahut Wolf malas.

Pria itu kembali berdiri dan berjalan ke arah jendela. Sambil melipat kedua tangannya di depan, pria itu menatap lurus ke depan.

Sambil menggertakkan giginya dan tangan yang terkepal kuat, Yuriko berkata, "Meskipun saya karyawan di perusahaan ini, tapi tidak seharusnya Anda mengorek informasi pribadi saya."

"Aku tahu, tapi aku butuh kau untuk dijadikan istri kontrakku. Aku melakukan ini bukan karena kau karyawan di perusahaanku, tapi karena kau yang masuk ke dalam kriteriaku," balas Wolf menoleh ke belakang dan menatap kepalan tangan Yuriko.

"Apa saya tidak salah dengar?" Yuriko tersenyum mengejek. Kali ini ia berani menatap manik mata Wolf, "Apa yang membuat Anda berpikir bahwa saya masuk ke dalam kriteria wanita Anda?" imbuhnya bertanya.

Wanita itu tersenyum mengejek karena tidak percaya dengan ucapan Wolf. Bagaimana bisa pria tampan dan kaya seperti Wolf yang kelihatannya tidak memiliki kekurangan apa pun, tetapi menyukai wanita berwajah pas-pasan sepertinya? Apalagi ia bukan dari kalangan orang berada melainkan dari kalangan rakyat jelata.

"Apa kau tidak mempercayai ucapanku?" tanya Wolf tersenyum menyeringai.

Semakin lama berinteraksi dengan Yuriko, semakin membuat Wolf semakin tertarik. Ia jadi lebih ingin mengenal seperti apa sosok Yuriko itu.

"Tentu saja, saya tidak percaya. Saya memang miskin dan tidak cantik. Tapi, jangan kira saya wanita gampangan yang bisa dengan mudahnya dibodoh-bodohi," sanggah Yuriko menggebu.

"Kenapa tidak? Bukan tanpa alasan aku mengajakmu menikah secara kontrak. Aku melakukan ini hanya untuk membantumu saja. Daripada kau terus berkencan buta dan tidak juga menemukan pria yang sesuai dengan kriteriamu. Lebih baik kau menikah kontrak denganku. Apalagi kau sudah tahu siapa aku. Jadi, kau hanya perlu menandatangani kontrak itu dan masalahmu selesai."

Wolf menyandarkan tubuhnya di dinding sambil membujuk Yuriko agar mau menerima tawarannya.

"Benarkah hanya itu? Aku rasa tidak sesederhana itu. Mana mungkin seorang Wolf, CEO perusahaan sebesar ini mau membantuku tanpa imbalan apa pun."

Siapa yang akan percaya dengan kata-kata Wolf? Mana mungkin di zaman yang serba susah ini ada yang mau membantu tanpa balasan apa pun. Jika ada, mungkin orang itu sedang jatuh cinta.

"Tidak mungkin Pak Wolf menyukaiku, 'kan?" tanya Yuriko pada dirinya sendiri. Ia melirik pria itu sejenak dan menelan salivanya dengan susah payah.

"Tentu saja, tidak. Aku melakukan ini karena aku dipaksa menikah dengan wanita yang tidak aku cintai. Jadi daripada aku menikah dengan dia, lebih baik aku menikah denganmu selama satu tahun sambil mencari wanita yang bisa membuat jantungku berdebar," jelas Wolf terdengar masuk akal.

Memang, pria itu dijodohkan dengan seorang wanita. Akan tetapi, itu alasan kedua dan alasan pertama karena ia jatuh cinta pada Yuriko ketika pertama kali melihatnya.

"Sudah kuduga." Yuriko membatin membenarkan pemikirannya, "Baiklah, saya mengerti. Untuk tawaran ini, saya minta waktu untuk memikirkannya lebih dulu."

"Apa kau bilang? Kenapa harus memikirkannya lebih dulu? Bukankah dengan adanya kontrak ini kita sama-sama diuntungkan?" tanya Wolf terbelalak tidak percaya.

Ia pikir setelah mengatakan alasannya Yuriko mau menandatangani surat perjanjian nikah kontrak, tapi ternyata ia salah. Wanita itu justru meminta waktu darinya untuk berpikir.

"Saya tahu kalau kita berdua sama-sama diuntungkan, tapi saya harus menemui rekan kencan buta saya lebih dulu. Kalau masih tidak cocok, saya akan menandatangani surat perjanjian itu," jawab Yuriko. Padahal ia sengaja mengulur waktu karena tidak tertarik menikah kontrak dengan pria seperti Wolf.

"A-apa?" Wolf begitu terkejut sampai-sampai tidak mempercayai indera pendengarannya.

Bagaimana bisa ia dijadikan pilihan yang kedua? Memangnya apa yang kurang dalam dirinya. Ia pria single, tampan, kaya, baik, dan tidak kurang suatu apa pun. Berani-beraninya wanita seperti Yuriko menjadikannya sebagai pilihan kedua.

"Kalau sudah tidak ada yang dibicarakan lagi, saya permisi." Yuriko beranjak berdiri dan melangkah ke arah pintu. Sedangkan Wolf membeku tidak percaya.

"Tunggu!" cegah Wolf.

"Iya. Apa masih ada lagi?" tanya Yuriko setelah menoleh ke samping di mana Wolf berada.

"Apa kau tidak sadar dengan sikapmu yang seperti ini telah merendahkanku?" tanya Wolf sambil menggertakkan giginya.

Tiba-tiba tubuh Yuriko bergetar setelah mendengar ucapan Wolf. Setelah dipikir-pikir, ia mengakui bahwa ucapannya sungguh keterlaluan. Akan tetapi, ia terlalu takut untuk menandatangani surat perjanjian itu. Ia masih curiga bahwa apa yang Wolf lakukan saat ini padanya tidak hanya sekedar simbiosis mutualisme.

"Maaf, Pak. Saya benar-benar tidak bermaksud untuk merendahkan Anda. Saya hanya ... Saya masih memiliki satu kencan buta yang harus saya datangi," sanggah Yuriko dengan suara bergetar.

Ia takut dipecat dari perusahaan itu karena di sanalah satu-satunya mata pencahariannya. Apalagi ia butuh biaya banyak karena neneknya sering sekali keluar masuk rumah sakit.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status