Share

3. Menikmati Tubuhmu

"Apa kencan butamu lebih penting daripada aku? Bukankah tujuanmu hanya satu yaitu menikah demi menyenangkan nenekmu? Lalu, untuk apa kau melakukan kencan buta?" tanya Wolf sambil melangkah ke depan.

Sontak, Yuriko melangkah mundur hingga tubuhnya mengenai daun pintu. Pikirannya benar-benar kacau saat ini. Apa yang Wolf katakan memang benar, tetapi ia paling tidak menyukai pria tampan. Jika ia menyukai pria tampan, maka ia sudah menikah tidak lama setelah neneknya memintanya untuk menikah.

"Maaf, Pak. Pekerjaan saya hari ini sangat banyak. Jadi, saya izin undur diri." Yuriko memutar kenop pintu dan bergegas keluar.

Wanita itu menutup pintu dengan tergesa. Kemudian, ia berlarian menuju lift takut Wolf akan mengejarnya. Bahkan setelah berada di dalam lift, ia terus menekan tombol agar pintu segera tertutup.

"Selamat-selamat," lirih Yuriko sambil menyandarkan tubuhnya ke belakang. Kemudian dalam sekejap, pintu lift terbuka. Ia bergegas keluar dan pergi ke ruangannya.

Baru sampai di ruang kerjanya dan belum sempat duduk, semua rekan kerja sudah menatapnya sinis. Hal itu membuat Yuriko mengerutkan keningnya.

"Semua orang pada kenapa, sih?" Yuriko bertanya-tanya dalam hati sambil melangkah menuju meja kerjanya, "Semua orang kenapa, sih, Na? Kok, lihatin aku sampai begitu," tanya wanita itu pada rekan kerjanya yang cukup dekat.

"Ada yang melihatmu ke ruangan Pak Wolf," sahut Nana.

"Lalu?" tanya Yuriko masih tidak mengerti. Memangnya apa yang salah dengan hal itu?

"Coba cek komunitas perusahaan saja deh. Aku bingung jelasinnya," balas Nana malas menjelaskan secara singkatnya.

Yuriko langsung meraih ponselnya di meja dan mulai membuka komunitas perusahaan. Di sana, terdapat postingan sebuah foto di mana dirinya masuk ke dalam ruang CEO. Tidak hanya foto, tetapi terdapat sebuah keterangan. Postingan itu hampir mendapat seribu suka dan komentar lebih dari seribu.

[Tidak ada satu wanita pun yang bisa masuk ke ruangan Pak Wolf kecuali asisten pribadi Pak Wolf sendiri. Hari ini, wanita berwajah pas-pasan dengan begitu mudahnya masuk ke ruangan Pak Wolf. Menurut kalian, kira-kira alasan apa yang mampu membuat wanita itu masuk ke ruang Pak Wolf dengan sangat mudah?]

[Paling-paling dia pakai pelet. Tidak mungkin dia bisa masuk dengan wajah pas-pasan.]

Salah satu akun memberi komentar dan disusul dengan komentar-komentar buruk lainnya.

[Mungkin dia menyerahkan tubuhnya pada Pak Wolf.]

[Iya, benar. Selain tubuhnya, tidak ada yang bisa dijadikan alasan.]

[Aku rasa bukan pelet maupun tubuh wanita itu. Mungkin memang ada hal penting mengapa dia bisa masuk ke ruangan Pak Wolf.]

Yuriko membaca komentar-komentar yang menyakitkan mata juga hatinya. Bagaimana bisa orang berpendidikan seperti mereka berpikir yang tidak-tidak seperti itu? Meskipun ada beberapa komentar yang membelanya, tetapi itu hanya satu banding seribu.

"Makasih sudah percaya sama aku, Na," kata Yuriko.

"Sama-sama, tapi Yuri. Kenapa Pak Wolf memanggilmu ke ruangannya?" tanya Nana penasaran.

Sebelum menjawab, Yuriko menghela nafas berat. Merebahkan kepalanya di meja sambil mengerucutkan bibirnya.

"Hey! Aku tanya kenapa? Apa jangan-jangan apa yang mereka katakan benar kalau kau memelet atau--"

"Jangan sembarangan kalau bicara," sentak Yuriko terkejut.

Wanita itu benar-benar tidak menyangka mendengar tuduhan itu dari Nana. Ia bahkan langsung duduk tegap karena terlalu terkejut.

"Iya, terus apa?" tanya Nana penasaran.

"Aku pusing, Na. Aku tidak tahu apa yang membuat Pak Wolf memintaku menandatangani kontrak pernikahan," jelas Yuriko murung sambil kembali merebahkan kepalanya di meja.

"Apa?!" terkejut Nana sambil beranjak berdiri.

Mendengar teriakan Nana, semua orang di ruangan itu langsung menatap wanita itu. Mereka begitu penasaran dengan apa yang sedang Yuriko dan Nana bicarakan.

"Ya ampun, Nana! Cepat duduk dan jangan membuat keributan," ujar Yuriko frustasi.

"Iya-iya. Ya sudah, sekarang ceritakan semuanya padaku dan jangan membuatku penasaran," pinta Nana kembali duduk.

Mau tidak mau, Yuriko menjelaskan semuanya pada Nana. Meskipun demikian, perasaannya tetap tidak nyaman. Padahal biasanya, perasaannya akan jauh lebih baik setelah membagi bebannya.

***

Malam hari setelah pulang bekerja, Yuriko bersiap-siap dan pergi untuk melakukan pekerjaan paruh waktunya di klub malam. Gaji di PT. Griant Phoenix belum cukup untuk membiayai biaya rumah sakit neneknya. Jadi, baru-baru ini ia melamar pekerjaan sebagai pelayan di sebuah klub malam dan diterima.

"Sial! Kenapa aku tidak mendapatkan pekerjaan lain saja?" keluh Yuriko sambil menarik-narik pakaian kurang bahannya.

"Kenapa kau masih di sini anak baru?" tanya seorang senior.

"I-iya, Senior," sahut Yuriko sambil mengangguk tersenyum canggung.

Wanita itu langsung bergerak melakukan tugasnya. Mengantar minuman ke sana kemari pada pelanggan yang datang. Semuanya pun terlihat baik-baik saja sebelum akhirnya tengah malam tiba.

"Maaf, Tuan. Bisa tolong lepaskan tangan saya?" Yuriko terkejut dan merasa tidak nyaman karena seorang laki-laki menarik tangannya.

"Kemarilah! Ayo, kita bersenang-senang!" Alih-alih melepaskan tangan Yuriko, laki-laki itu justru menarik tangannya kuat-kuat hingga Yuriko jatuh di atas tubuhnya.

"Maaf, Tuan, saya di sini untuk bekerja dan bukan untuk bersenang-senang," sanggah Yuriko sambil berusaha melepaskan diri.

Hari pertama bekerja, Yuriko sudah mendapatkan perlakuan seperti itu. Padahal, ia tidak menunjukkan wajah aslinya dan masih menggunakan penampilannya yang pas-pasan. Apalagi kalau sampai ia menunjukkan wajah aslinya. Bisa-bisa banyak laki-laki di sana yang akan menggoda atau memperebutkannya.

"Tentu saja, aku tahu kalau kau sedang bekerja. Tapi, aku akan membayarmu dengan sangat mahal. Ya, meskipun wajahmu pas-pasan, tetapi aku tidak akan mempermasalahkannya," ujar laki-laki itu.

"Maaf, Tuan, saya tidak tertarik," tolak Yuriko setelah berhasil menjauhkan tubuhnya.

"Kau berani menolakku?" geram laki-laki itu.

"Maaf, Tuan, saya harus kembali bekerja." Yuriko menundukkan kepalanya beberapa saat dan melangkah pergi.

Melihat sikap Yuriko membuat laki-laki itu marah. Ia sudah berbaik hati menawarnya dengan harga mahal dan dengan beraninya Yuriko menolak. Akhirnya, laki-laki itu beranjak berdiri dan mengejar Yuriko. Meraih tangannya dan menariknya dengan kasar.

"Aww! Lepas, lepaskan saya!" pekik Yuriko sambil berusaha melepaskan tangannya.

"Diam! Aku akan melepaskanmu setelah aku menidurimu," sentak laki-laki itu.

"Tidak, Tuan, jangan saya mohon!" mohon Yuriko sambil meronta.

Wanita itu semakin ketakutan melihat dirinya diseret melewati lorong-lorong. Apalagi ia tahu betul bahwa lorong-lorong itu menuju sebuah kamar.

"Tolong! Tolong, tolong aku!" teriak Yuriko berusaha meminta tolong.

"Teriaklah sekeras yang kau mau karena tidak akan ada satu pun orang yang menolongmu."

Sekeras apa pun wanita itu berteriak, tidak sebanding dengan suara musik di ruangan itu yang jauh dan jauh lebih keras sehingga tidak ada satu orang pun yang mendengarnya. Kalaupun ada, mungkin tidak akan ada satu orang pun yang membantunya.

"Lepaskan saya, Tuan! Saya minta maaf kalau saya menyinggung Anda," ujar Yuriko berusaha membujuk.

"Terlambat. Seharusnya kau menerima tawaranku dengan bayaran mahal. Kalau sekarang, aku akan menikmati tubuhmu tanpa mengeluarkan uang sepeser pun," sanggah laki-laki itu menggebu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status