Share

7. Menerima Tawaran Nikah Kontrak

Dunia Yuriko seolah runtuh detik itu juga. Tulang-tulang di seluruh tubuhnya seakan berubah menjadi jelly. Meluruh begitu saja dan terduduk di lantai. Air matanya sudah menganak sungai membanjiri wajahnya.

["Datanglah ke rumah sakit dan dokter yang akan menjelaskannya."

Dengan tubuh yang terasa sangat berat, Yuriko beranjak berdiri. Meraih tasnya dan melangkah dengan langkah terseok-seok keluar dari ruangannya. Menyapu pipinya yang basah akan air mata. Masuk ke dalam lift dan keluar berpapasan dengan Wolf. Bahkan ia kembali menabrak pria itu. Bedanya, ia sama sekali tidak meminta maaf dan menimbulkan banyak pertanyaan di kepala Wolf.

"Yuri kenapa? Kok, dia menangis," bisik Wolf dalam hati.

"Nona Yuriko kenapa ya, Pak? Menabrak Anda, tetapi tidak meminta maaf. Matanya merah dan wajahnya juga basah seperti sedang menangis," tanya Reza sambil menatap punggung Yuriko yang kian menjauh.

"Ikuti Yuri, Za!" ujar Wolf memerintah.

Entah mengapa perasaannya berubah tidak enak. Dan, janjinya untuk tidak memedulikan Yuriko ia lupakan begitu saja. Padahal sebelumnya, ia benar-benar marah dan kecewa pada keputusan wanita itu.

"Baik, Pak," jawab Reza tegas.

Wolf berjalan diikuti oleh Reza di belakangnya. Mereka terlihat sangat terburu-buru karena takut akan kehilangan jejak Yuriko. Sementara Wolf pergi mengikuti Yuri ke arah Lobi, Reza bergegas ke arah parkiran untuk mengambil mobil.

"Cepat, Za!" ujar Wolf sambil masuk ke dalam mobil melihat Yuriko juga masuk ke dalam taksi.

"Iya, Pak," balas Reza bergegas mengemudikan mobilnya dan mengikuti taksi yang Yuriko tumpangi.

"Menurutmu, Yuri mau ke mana?" tanya Wolf penasaran.

"Saya juga tidak tahu, Pak," jawab Reza jujur.

Pria dengan nama lengkap Wolf Lundmark Antariksa Phoenix itu terlihat sedang berpikir keras. Mengingat bagaimana terburu-burunya Yuriko sambil menangis, ia berpikir bahwa terjadi sesuatu yang buruk pada nenek wanita itu.

"Apa mungkin terjadi sesuatu pada neneknya Yuri?" lirih Wolf, tetapi masih bisa didengar samar-samar oleh Reza.

"Kenapa, Pak?" tanya Reza tidak bisa mendengar dengan jelas.

"Aku pikir, terjadi sesuatu pada neneknya Yuri. Kau ingat bagaimana ekspresi wajah Yuri dan betapa terburu-burunya dia?" jelas Wolf berusaha mengingatkan.

"Ya, benar. Saya rasa, apa yang Anda katakan benar, Pak," ucap Reza membenarkan.

Melihat taksi yang Yuriko tumpangi menaikkan kecepatan, Reza pun sama. Ia tidak boleh kehilangan jejak taksi itu dan membuat bosnya marah. Mungkin sekitar dua puluh menit berlalu, Mereka sampai di depan Rumah Sakit Internasional Heaven. Melihat Yuriko keluar dari taksi dengan terburu-buru membuat Wolf tidak sabar untuk keluar dari

dalam mobil.

"Kau kembali ke perusahaan saja. Aku ingin kau menambah beberapa poin di perjanjian kontrak pernikahan," ujar Wolf memerintah.

"Baik, Pak, tapi apa saja yang perlu ditambahkan?"

"Nanti akan aku kirim melalui pesan," sahut Wolf bergegas mengejar Yuriko tanpa ketahuan.

Pria tampan itu ingin menambah beberapa poin karena yakin kalau Yuriko akan menemuinya dan menerima tawaran nikah kontrak dengannya. Dilihat dari situasi, wanita itu tidak akan membaca isi dari surat perjanjian dan akan langsung menandatanganinya. Jadi, Wolf tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan terbaik itu.

"Aduh ... Hati-hati, Yuri!" Wolf melihat Yuriko terjatuh karena berlarian menabrak pengunjung rumah sakit.

"Maaf, maaf, saya minta maaf." Setelah mengucapkan kata maaf dan membungkuk beberapa kali, Yuriko kembali berlarian.

"Sebenarnya ada apa dengan nenekmu, Yuri?" tanya pria itu khawatir. Ia hanya bisa membatin karena tidak mungkin menanyakannya langsung pada sang empu.

Tidak lama kemudian, sampailah di lorong di antara ruang perawatan. Dari kejauhan, seorang dokter dan perawat baru saja keluar dari ruang perawatan neneknya. Lalu, Yuriko langsung menghampiri mereka.

"Dok? Sebenarnya apa yang terjadi pada Nenek saya?" tanya Yuriko.

"Nenek Anda menderita kanker perut stadium akhir, Nona. Kondisinya sangat parah dan harus segera dioperasi," jelas Dokter dengan tangan yang dimasukkan ke dalam saku snelli.

Meski sudah mendengarnya dari perawat ketika di telepon sebelumnya, tetapi mendengar penjelasan dari dokter secara langsung membuat tubuh Yuriko limbung. Hampir saja ia terjatuh jika tidak lekas berpegangan pada dinding.

"Se-sejak kapan, Dok? Kenapa saya tidak tahu? Bukankah Nenek saya hanya menderita radang sendi dan sakit perut biasa?" tanya Yuriko dengan bola mata yang memerah dan bulir-bulir bening yang kembali menetes.

Tidak mungkin sakit perut biasa sampai dirawat di rumah sakit sebagus itu. Apalagi biaya satu malam menginap di rumah sakit itu sangat mahal.

"Tidak, Nona. Sebenarnya, Nenek Nona sudah menderita kanker perut sejak lama, tapi karena takut Nona akan khawatir jadi beliau berusaha merahasiakannya dari Nona. Bahkan pertama kali Nona membawa beliau ke rumah sakit ini, beliau meminta kami untuk merahasiakannya dari Nona," jelas dokter itu panjang lebar.

Nenek Yuriko sudah beberapa kali melakukan konsultasi di rumah sakit itu. Berkali-kali dokter menyarankan agar segera dioperasi, tetapi ia menolak.

"Ambil surat persetujuan operasi agar wali bisa segera menandatangani dan operasi bisa segera dilakukan," sambung dokter itu pada perawat yang sejak tadi ada di sampingnya.

"Baik, Dok," balas perawat bergegas pergi.

"Kalau begitu, saya permisi," pamit dokter.

"Yuri," lirih Wolf sambil mengulurkan tangannya.

Sepeninggalnya dokter dan perawat, tubuh Yuriko serasa tidak memiliki tulang. Ia jatuh dan terduduk ke lantai dengan tatapan kosong, tetapi air matanya tidak bisa berhenti mengalir. Tangannya terulur memukul-mukul dadanya yang terasa sesak. Ingin rasanya berteriak melampiaskan kesedihannya.

"Sudah kuduga. Tidak mungkin Yuri bersikap aneh seperti itu kalau tidak terjadi apa-apa pada neneknya," lirih Wolf menatap Yuriko sendu.

Yuriko masih memukul-mukul dadanya. Meratapi kekecewaannya atas keputusan sang nenek yang tidak mau memberitahu tentang penyakitnya. Sepersekian detik kemudian, tangisnya pecah. Namun, ia berusaha menutup rapat-rapat mulutnya agar tidak mengganggu pasien, termasuk neneknya. Setelah merasa lebih baik, wanita itu beranjak berdiri dan melangkah pergi.

"Yuri mau ke mana? Kenapa dia kembali ke sini bukannya melihat keadaan neneknya?"

Manik mata Wolf terbelalak mendapati Yuriko berjalan ke arahnya. Ia berjalan mundur dan hampir terjatuh karena menabrak kursi tunggu. Kemudian, ia bergegas duduk di kursi itu bergabung dengan pengunjung rumah sakit yang lain. Menundukkan kepalanya berusaha menyembunyikan wajahnya.

"Maaf, Bu, maaf," ujar Wolf ketika tidak sengaja menabrak wanita paruh baya.

Meski Wolf salah satu pria yang dingin, tetapi sebenarnya ia pria hangat yang memiliki sopan santun. Hanya saja, ia berusaha menyembunyikan sisi itu dan selalu menunjukkan sisi dinginnya.

"Astaga, Yuri! Kenapa kau hobi sekali lari-lari, sih?" keluh Wolf mengejar Yuriko dengan langkah besar.

Keluar dari rumah sakit, Yuriko langsung melambaikan tangan berusaha menghentikan taksi. Setelah wanita itu masuk ke dalam taksi, Wolf ikut melambaikan tangannya dan masuk ke dalam taksi setelahnya.

"Sebenarnya Yuri mau ke mana, sih?" Wolf terus saja bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Entah sudah berapa lama berada di perjalanan, pria itu membelalakkan matanya, "Loh! Kenapa Yuri kembali lagi ke perusahaan?"

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Vhiaraya
baru aja up, Kak... silahkan baca
goodnovel comment avatar
Norah Kimin
sudah seronok membaca, tp belum update bab seterusnya...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status