"Ada apa lagi?" tanya Wolf mendapati Yuriko tertinggal beberapa langkah."Saya takut salah bicara, Pak Wolf," sahut Yuriko panik.Hanya tinggal beberapa langkah lagi dan mereka sampai di pintu utama, tetapi Yuriko menghentikan langkahnya karena takut membuat kesalahan. Melihat kekhawatiran di wajah Yuriko, sontak membuat Wolf melangkah mendekat. "Jangan khawatir. Kedua orang tuaku orang yang sangat baik. Aku yakin setelah kau bertemu dengan mereka, kau akan langsung menyukainya. Dan, bukankah aku sudah bilang kalau aku tidak akan pernah meninggalkanmu sendiri? Jadi, lebih santailah sedikit," ujar Wolf berusaha menenangkan. Ia menyentuh kedua bahu istri kontraknya dan meremasnya perlahan."Tapi, Pak Wolf jangan marah kalau saya membuat kesalahan," pinta Yuriko takut-takut."Baiklah. Aku tidak akan marah asalkan kau mau memanggilku dengan sebutan mas. Kau juga harus berhenti menyebut dirimu saya, tapi aku," balas Wolf meminta syarat."M-mas?" tanya Yuriko ragu.Raut wajah wanita itu te
Wolf melangkah maju. Ia pikir, kenapa Yuriko tidak bisa melihat situasi? Saat ini, mereka sedang berada di rumah orang tua Wolf dan perjanjian kontrak pun tidak ada di sana. Jadi, tidak bisakah wanita itu sabar sedikit?"Kau mau mengubah beberapa poin nanti atau tidak sama sekali?" ancam Wolf sambil menatap tajam Yuriko.Sejak siang tadi, ia selalu bersikap baik pada Yuriko. Namun, jangan salah artikan sikap baiknya. Wolf memang baik, tetapi tidak mudah diusik."Na-na-nanti saja," balas Yuriko terbata. Ia benar-benar takut melihat ekspresi menakutkan suami kontraknya saat ini."Bagus. Kalau begitu, aku mandi dulu sebelum Papa pulang," kata Wolf bersemangat. Ia mengecup puncak kepala Yuriko dan mengacak rambutnya gemas. Sebelum beberapa poin diubah, ia ingin menikmati masa-masa di mana ia bisa menyentuh Yuriko sesuka hatinya."Astaga, Yuri! Sabar, sabar, sabar. Untung aku orangnya penyabar. Kalau tidak, mungkin sudah habis kutampol tuh wajah tampan Pak Wolf," batin Yuriko kesal sambil
"Diam atau aku akan menciummu," ancam Wolf.Mengetahui ada seseorang yang yang sedang menguping di depan pintu membuatnya begitu penasaran. Kira-kira, seperti apa reaksi seseorang itu ketika melihat adegan di mana ia dan Yuriko sedang berciuman."Bagaimana bisa aku diam kalau kau--"Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Wolf sudah membungkam bibir Yuriko menggunakan bibirnya. Sontak, Yuriko membeku dengan manik mata terbelalak."Sudah kubilang untuk diam," batin Wolf tersenyum menyeringai. Sepersekian detik kemudian, ia menutup matanya dan membiarkan bibirnya tetap menyatu. Padahal, ia ingin sekali melumat bibir tipis itu, tetapi takut sang empu akan marah.Brak!Suara gebrakan pintu terbuka dengan keras membuat Yuriko tersentak kaget. Akan tetapi, tidak dengan Wolf yang masih pada posisi semula."Maaf-maaf. Kalian boleh lanjutkan apa yang sedang kalian lakukan," ujar seorang wanita.Wolf menjauhkan kepalanya sambil tersenyum sinis. Ia melihat sosok wanita yang sangat-sangat ia kena
"Pa?" protes Wolf. Namun sayangnya, sang ayah tidak menghiraukannya sama sekali."Berapa banyak? Lima ratus juta? Satu miliar? Atau ...""Pa? Wolf tidak membayar Yuri sepeser pun. Wolf menikahi Yuri karena memang Wolf mencintainya dan sangat-sangat mencintainya. Jadi Wolf mohon, berhenti mengatakan hal yang tidak-tidak," ujar Wolf dengan raut memohon.Perasaannya pada Yuriko tidak main-main. Ia berani melakukan segala cara demi mengajak wanita itu menikah. Untuk uang yang ia keluarkan sebelum menikah, anggap saja ia sedang membiayai pengobatan nenek dari istrinya. Jadi, hal itu tidak bisa dikatakan sebagai bayaran karena Yuriko mau menikah dengannya."Papa tanya Yuri dan bukan kau, Wolf," sanggah Antariksa dingin."Tapi apa yang Wolf katakan benar, Pa," kata Wolf berusaha meyakinkan sang ayah agar berhenti menyudutkan Yuriko."Kalau yang kau katakan memang benar. Lalu, kenapa kau terlihat sangat ketakutan? Apa kau takut Yuri akan salah bicara dan semua rencanamu terbongkar?" Antariksa
"Wolf mohon hentikan, Pa! Berapa kali Wolf harus jelaskan kalau Yuri istri sungguhan dan bukan pura-pura?" seru Wolf kesal.Ia sama sekali tidak memikirkan apa yang seharusnya pengantin baru lakukan. Biasanya, mereka akan mengambil cuti dan pergi bulan madu. Akan tetapi, Wolf sama sekali tidak memikirkan hal itu dan justru membuat sang ayah curiga."Bagaimana papa bisa berhenti kalau kau menipu papa seperti ini?" geram Antariksa."Wolf tidak menipu, Papa. Kalau Wolf pergi bulan madu, lalu bagaimana dengan perusahaan? Lagi pula, Yuri juga tidak ingin kami pergi bulan madu," sanggah Wolf berusaha menjelaskan."Kau tidak perlu khawatir. masalah perusahaan papa yang akan urus." Antariksa beralih menatap Yuriko, "Dan kau Yuri, alasan apa yang membuatmu tidak ingin pergi bulan madu? Bukankah sudah sepantasnya pengantin baru pergi bulan madu?""Bukan tanpa alasan Yuri tidak ingin pergi bulan madu, Pa," kata Wolf menimpali.Yuriko terlihat panik dan Wolf bergegas menyentuh jemarinya yang berg
Wolf menoleh ke samping. Tatapan matanya langsung bertemu dengan tatapan mata Yuriko. Istri kontraknya itu melebarkan matanya sambil menggeleng pelan, mengisyaratkan agar ia menolak permintaan ayahnya untuk menginap."Tidak, Pa. Wolf dan Yuri mau pulang saja," tolak Wolf."Memangnya kenapa? Menginap semalam saja di sini dan besok pagi kalian bisa pulang" tanya Antariksa bersikeras."Wolf mau menghabiskan waktu berdua saja dengan Yuri. Mau puas-puasin di dalam kamar dan Wolf tidak ingin ada satu orang pun yang mengganggu." Pria tampan itu menoleh ke arah kakaknya, "Wolf tidak mau ada yang mengintip dan merusak malam pertama Wolf dan Yuri," lanjut Wolf sambil memelototi Cassiopeia."Siapa juga yang akan mengganggu? Sudah kubilang kalau tadi itu aku tidak sengaja." Cassiopeia masih tetap berusaha membela diri.Alasan mengapa ia menguping karena tidak percaya adiknya sudah menikah. Bagaimana mau percaya? Beberapa hari yang lalu saja masih membahas masalah Theona. Dan sekarang, tiba-tiba a
"Yah, bersihkan wajahmu dari riasan sebelum kau pergi tidur," ulang Wolf sambil mengangkat sebelah alisnya."Tidak perlu. Aku biasa tidur menggunakan riasan," tolak Yuriko berusaha sedatar mungkin.Bagaimana bisa ia membersihkan riasan wajahnya, sedangkan ia berusaha menyembunyikan wajah aslinya?"Jangan membantah. Bersihkan riasanmu atau wajahmu akan muncul banyak jerawat," kekeh Wolf. Sepertinya ia lupa wajah asli Yuriko yang pernah ia lihat sebelumnya."Tidak akan. Aku sudah terbiasa tidur tanpa menghapus riasan wajahku," tolak Yuriko lagi.Wolf menghela nafas panjang. "Ya sudah terserah kau saja." Ia beranjak bangun dan berjalan menuju kamar mandi. Berdiri di depan wastafel untuk mencuci tangan dan menggosok gigi. Setelah selesai, ia membuka lemari penyimpanan di sana dan meraih sikat gigi baru. Meletakkan di gelas penyimpanan dan bergegas keluar."Sikat gigimu berwarna kuning. Jangan bilang kalau kau terbiasa tidur tanpa menggosok gigi," kata Wolf sebelum Yuriko sempat menjawab.
Yuriko membuka matanya lebar-lebar. Bola matanya bergerak ke sana kemari dan menangkap sofa dalam keadaan kosong. Kemudian, ia baru sadar ketika menggerakkan jemarinya. Ia mengusap perlahan dada bidang Wolf sekedar untuk memastikan."Astaga, Tuhan! Kenapa aku bisa tidur di sini? Kenapa juga aku memeluk Pak Wolf?" rutuk Yuriko dalam hati.Wanita itu mengerutkan wajahnya dengan mata terpejam erat. Tidak lupa dengan tangannya yang ditarik secara perlahan. Ia akan bangun dan pindah ke sofa sebelum Wolf menyadari keberadaannya. Jangan sampai Wolf memergokinya tidur di tempat tidurnya. Apalagi sampai memeluknya seperti itu."Mmm." Wolf bergerak secara perlahan mengetahui rencana Yuriko. Melihat pergerakan Wolf, sontak Yuriko berhenti bergerak sambil menahan nafas. Raut wajahnya benar-benar tidak enak takut akan ketahuan. Belum bisa bernafas dengan lega, tiba-tiba Wolf kembali bergerak dan memeluknya erat."Astaga, Tuhan! Apa yang harus aku lakukan sekarang?" batin Yuriko frustasi."Mmm." W