"Alasan kenapa kau bekerja paruh waktu di bar karena kau butuh uang untuk biaya rumah sakit. Benar bukan?" Wolf beranjak berdiri dan berjalan memutari meja mendekat ke arah Yuriko, "Aku akan menanggung seluruh biaya rumah sakit sampai nenekmu sembuh, asalkan kau mau menandatangani perjanjian kontrak pernikahan denganku. Bukankah sekali mendayung dua pulau langsung terlampaui?"
Maksud dari ucapan Wolf adalah Yuriko bisa mengabulkan permintaan neneknya dengan menikahi Wolf dan ia juga bisa membiayai proses penyembuhan neneknya di rumah sakit.Mendengar ucapan Wolf, Yuriko mengangkat kepalanya menatap tajam manik mata pria itu. Lalu, ia beranjak berdiri dengan terburu-buru. Bukankah pria itu terlalu ikut campur urusan pribadinya? Apalagi sampai mengorek informasi pribadinya sampai sejauh itu."Saya memang butuh banyak uang untuk membiayai pengobatan nenek saya di rumah sakit, tapi sampai kapan pun saya tidak akan pernah menandatangani perjanjian kontrak pernikahan ini," balas Yuriko nyalang.Setelah mengucapkan kata-kata itu, Yuriko berbalik dan melangkah ke arah pintu. Ia tidak sadar bahwa dirinya telah membuat serigala itu marah besar."Kau? Beraninya kau menolak tawaranku untuk yang kedua kalinya," geram Wolf sambil mengepalkan tangannya kuat-kuat diiringi suara gigi yang diadu.Dengan langkah besar, Wolf mengejar Yuriko dan menarik tangannya. Lalu, menekan tubuh wanita itu ke pintu."Aawww! Apa yang Anda lakukan, Pak Wolf?" tanya Yuriko kesakitan.Dua kali Wolf meminta Yuriko untuk menandatangani perjanjian kontrak pernikahan dan wanita itu menolaknya. Tidakkah terlalu keterlaluan? Apalagi Wolf tipe pria yang tidak pernah meminta pada orang lain.Klek!Suara pintu dibuka membuat lamunan Wolf buyar. Yah, pria itu membayangkan bahwa dirinya telah bersikap impulsif terhadap Yuriko."Pergilah dan jangan pernah muncul lagi di depanku. Baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja." Wolf tersenyum miris, "Aku menawarkan hal baik, tapi kau bersikeras untuk menolak. Jadi di lain kesempatan, apa pun yang terjadi padamu aku tidak akan peduli. Aku akan menganggap kalau kau tidak membutuhkan bantuanku," lanjut pria itu. Mendapat penolakan untuk yang kedua kalinya membuat harga diri seorang Wolf terluka.Untuk sesaat, Yuriko terdiam. Entah mengapa, perasaannya tiba-tiba berubah tidak enak. Akan tetapi, ia tetap harus melanjutkan langkahnya dan keluar dari ruangan itu."Astaga! Aku lupa belum mengembalikan jas Pak Wolf," terkejut Yuriko mendapati paper bag berisi jas Wolf masih di genggamannya.Semalam setelah sampai di rumah, ia langsung mencuci dan mengeringkannya menggunakan alat pengering rambut dengan maksud agar bisa segera dikembalikan. Akan tetapi, ia justru melewatkan waktu di mana seharusnya ia mengembalikannya pada Wolf dan justru membawanya kembali keluar."Ah sudahlah. Kapan-kapan saja mengembalikannya atau kalau tidak dititipkan saja pada Pak Reza," kata Yuriko memutuskan.Akhirnya, Yuriko membawa kembali jas Wolf tanpa berniat untuk mengembalikannya sekarang. Apalagi saat ini Wolf sedang marah begitu juga dengan dirinya yang kecewa atas sikap pria itu."Nona Yuriko?" panggil Reza membuat sang empu menoleh ke belakang."Iya, Pak Reza," sahut wanita itu."Apa sudah selesai?" tanya Reza penasaran."Iya, sudah." Tiba-tiba, Yuriko berpikir tentang jas. Ia menatap paper bag sambil tersenyum, "Oh iya, Pak. Saya boleh minta tolong, tidak?"Jika ia bisa menitipkannya pada Reza, kenapa ia tidak memanfaatkan hal itu. Dengan demikian, ia tidak perlu menunda-nunda untuk mengembalikannya. Terlebih, Wolf tidak ingin melihatnya lagi. Entah itu disengaja maupun tidak disengaja. Jadi, menitipkannya pada Reza adalah pilihan tepat."Boleh. Memangnya Nona Yuriko mau minta tolong apa?" tanya Reza penasaran dengan dahi yang berkerut."Mmm ... Saya boleh titip ini tidak untuk Pak Wolf?" Terlihat sangat ragu-ragu, tetapi Yuriko tetap mengatakannya sambil menyodorkan paper bag itu."Kenapa tadi tidak sekalian, Nona?" tanya Reza bingung.Pria itu benar-benar tidak habis pikir dengan Yuriko. Sebelumnya pergi ke ruangan Wolf, tetapi tidak menyerahkan pada orangnya langsung dan sekarang justru meminta tolong padanya."Iya, saya lupa. Jadi, Pak Reza mau bantu saya mengembalikan jas ini pada Pak Wolf, 'kan?" sahut Yuriko tersenyum canggung."Maaf, Nona, saya tidak bisa. Lebih baik, Nona kembalikan sendiri pada Pak Wolf. Sekalian nanti Nona bisa mengucapkan terimakasih karena Pak Wolf sudah menyelamatkan Nona semalam," tolak Reza tegas.Mengingat kejadian semalam ketika ia terburu-buru mengemudi membuatnya ketakutan. Jadi kali ini, ia akan membiarkan Wolf bertemu lebih lama lagi dengan Yuriko. Anggap saja, sebagai ganti waktu di mobil semalam."Mengembalikannya nanti saja deh. Kalau begitu, saya permisi dulu," pamit Yuriko bergegas masuk ke dalam lift.Sementara itu, Reza berbalik dan masuk ke ruangan Wolf setelah mengetuk pintu. Ia terlihat begitu penasaran dengan apa yang terjadi antara bosnya dan Yuriko."Bagaimana, Pak? Apa rencana kita berhasil?" tanya Reza curiga setelah melihat sikap Yuriko beberapa saat yang lalu."Jangan bahas wanita itu lagi di depanku!" Wolf sudah terlanjur kesal dan tidak berencana untuk mengingkari janjinya."Jadi, Nona Yuriko tetap menolak tawaran Anda, Pak?" tanya Reza memastikan."Sudah kubilang untuk tidak membahas wanita itu lagi!" sentak Wolf kesal.Pria itu melempar vas bunga ke arah Reza. Beruntung sekretarisnya itu langsung menghindar. Jika tidak, mungkin pria itu akan terluka karena terkena lemparan vas bunga."Ma-maaf, Pak. Saya hanya--""Cukup! Pokoknya mulai detik ini, jangan sebut apa pun tentang wanita itu," potong Wolf menggebu."Baik, Pak. Kalau begitu, saya permisi dulu mau memanggil office boy untuk membersihkan pecahan vas bunga," pamit Reza bergegas beranjak keluar.***Beberapa jam kemudian, waktu istirahat makan siang tiba. Yuriko dan Nana sedang bersiap-siap untuk pergi ke kantin. Akan tetapi, suara dering telepon membuat Yuriko meminta Nana untuk pergi lebih dulu."Aku angkat telepon dulu. Nanti aku akan menyusul ke kantin," kata Yuriko sambil melirik ke arah ponselnya dengan khawatir."Ya sudah, tapi jangan lama-lama," balas Nana yang kemudian diangguki oleh Yuriko. Kemudian, ia lekas melangkah pergi keluar dari ruang kerjanya."Ada apa ini? Kenapa rumah sakit tiba-tiba menelpon?" lirih Yuriko bertanya-tanya. Lalu, ia lekas memencet tombol hijau karena khawatir terjadi sesuatu yang buruk pada neneknya.["Halo, ada apa, Sus?"["Pasien bernama Yuana harus segera dioperasi dan kami membutuhkan persetujuan dari wali."["A-apa? Operasi? Memangnya Nenek saya kenapa, Sus?" tanya Yuriko terkejut.Bukankah beberapa hari terakhir kondisi neneknya baik-baik saja? Lalu, bagaimana bisa ia mendapat kabar bahwa sang nenek harus segera dioperasi?["Nenek Anda harus segera dioperasi karena kanker perut stadium akhir yang dideritanya."["A-pa? Kanker perut stadium akhir? Sejak kapan, Sus, sejak kapan? Sejak kapan nenek saya menderita kanker perut stadium akhir?"Dunia Yuriko seolah runtuh detik itu juga. Tulang-tulang di seluruh tubuhnya seakan berubah menjadi jelly. Meluruh begitu saja dan terduduk di lantai. Air matanya sudah menganak sungai membanjiri wajahnya.["Datanglah ke rumah sakit dan dokter yang akan menjelaskannya."Dengan tubuh yang terasa sangat berat, Yuriko beranjak berdiri. Meraih tasnya dan melangkah dengan langkah terseok-seok keluar dari ruangannya. Menyapu pipinya yang basah akan air mata. Masuk ke dalam lift dan keluar berpapasan dengan Wolf. Bahkan ia kembali menabrak pria itu. Bedanya, ia sama sekali tidak meminta maaf dan menimbulkan banyak pertanyaan di kepala Wolf."Yuri kenapa? Kok, dia menangis," bisik Wolf dalam hati."Nona Yuriko kenapa ya, Pak? Menabrak Anda, tetapi tidak meminta maaf. Matanya merah dan wajahnya juga basah seperti sedang menangis," tanya Reza sambil menatap punggung Yuriko yang kian menjauh."Ikuti Yuri, Za!" ujar Wolf memerintah. Entah mengapa perasaannya berubah tidak enak. Dan, janjinya unt
Sementara Wolf terus bertanya-tanya, kakinya terus melangkah mengikuti Yuriko. Ia tidak mempedulikan para karyawan berlalu-lalang mulai kembali ke ruangannya masing-masing. Ia bahkan mengabaikan sapaan bawahannya dan terus menatap punggung Yuriko yang kian menjauh."Sepertinya rencanaku mengubah beberapa poin di surat perjanjian nikah kontrak memang benar," bisik Wolf sambil menahan senyumnya.Tidak jauh dari lift, Yuriko nampak ragu-ragu. Wanita itu ingin langsung pergi ke ruangan Wolf, tetapi tidak tahu harus mengatakan apa nantinya. Akhirnya, ia masuk ke dalam lift dan menekan tombol angka tiga puluh satu."Aku harus sampai ruanganku lebih dulu," bisik Wolf lekas berlari setelah melihat lift yang Yuriko naiki menuju ke lantai tiga puluh satu di mana ruangannya berada.Pria itu masuk ke dalam lift khusus direktur. Memencet tombol dengan tidak sabaran. Berjalan ke sana kemari memikirkan Yuriko keluar lift lebih dulu. Benar saja apa yang ia pikirkan. Ketika lift terbuka, ia melihat Yu
Wolf menghentikan langkahnya dan menatap tangannya juga Yuriko bergantian. Baru menikmati sentuhan tangan itu sudah harus dilepaskan. Akan tetapi, ia tidak boleh menuruti egonya dan membuat Yuriko membatalkan perjanjian nikah kontrak. Yah, meskipun perjanjian itu tidak akan mudah dibatalkan karena wanita itu sudah terlanjur menandatangani. Namun, tetap saja ia tidak ingin menghambat proses menjadi lebih dekat dengan Yuriko."Menurutmu, apa kita harus pergi ke kantor catatan sipil dulu?" tanya Wolf setelah berpikir sejenak."Untuk apa ke kantor catatan sipil?" Yuriko balas bertanya sambil mengerutkan keningnya."Tentu saja untuk mendaftarkan pernikahan kita," sahut Wolf malas."Astaga, Pak Wolf! Masalah itu bisa kita urus nanti. Yang paling penting sekarang urusan nenek saya. Sekarang kita harus pergi ke rumah sakit untuk menyelesaikan administrasi agar nenek saya bisa segera dioperasi," ujar Yuriko frustasi. Ia tidak tahu dengan cara berpikir pria itu. Hal yang mendesak seperti opera
"Ya, sangat. Saya sangat mencintai Yuri dan itulah alasan saya melamarnya. Oleh karena itu, restui saya menjadi suami Yuri," sahut Wolf mantap.Sejak dulu, Wolf tidak pernah main-main dengan cinta. Satu kali pria itu jatuh cinta, maka ia akan selalu mencintai wanita itu dengan sepenuh hati. Dan untuk Yuriko, seharusnya ia merasa bersyukur karena Wolf pria original. Belum pernah tersentuh oleh wanita mana pun karena ia belum pernah menjalin hubungan dengan wanita mana pun."Ya, ya, ya, nenek merestuimu. Semoga rencana yang kau susun untuk merebut hati Yuri berhasil. Hanya satu pesan nenek, jangan pernah sakiti hati Yuri dan yang paling penting jangan pernah menduakannya karena hal itu yang paling Yuri benci," ujar Nenek Yuana mengingatkan."Baik, Nek. Saya berjanji tidak akan pernah menyakiti hati Yuri dan tidak akan pernah menduakannya. Saya akan selalu mencintai Yuri sampai ajak menjemput," balas Wolf berjanji.Pembicaraan antara nenek dan calon cucu mantu berakhir. Yuriko kembali ma
"Pak? Pak Wolf, kenapa diam saja?" panggil Yuriko sambil mengayun tangannya di depan wajah Wolf."Kau tahu Theo, mantan asisten pribadiku?" Wolf balik bertanya setelah menoleh sekilas."Tentu saja. Siapa yang tidak kenal Bu Theo? Bahkan seluruh karyawan di perusahaan sering sekali membicarakannya," sanggah Yuriko seolah ia tahu segalanya tentang Theona.Sejak pertama kali Theona menjabat sebagai asisten pribadi Wolf. Terlebih, dengan seorang anak yang selalu dibawa ke kantor. Kehadirannya mampu mengguncang isi perusahaan. Banyak sekali yang berpikir bahwa Theona adalah istri Wolf dan anaknya juga anak Wolf. Banyak juga yang berkata bahwa Theona kekasih rahasia Wolf sampai memiliki seorang anak. Apalagi, mereka melihat sangat jelas bagaimana sikap Wolf terhadap wanita itu dan anaknya."Benarkah? Apa yang mereka bicarakan tentang Theo?" tanya Wolf penasaran."Bukan itu yang harus kita bahas, Pak Wolf. Yang seharusnya kita bahas adalah alasan, Pak Wolf, menikah kontrak dengan saya," sang
Pihak pertama boleh melakukan apa saja terhadap pihak kedua. Pihak kedua tidak boleh menolak apa pun keinginan pihak pertama. Pihak kedua akan tinggal di rumah pihak pertama. Pihak kedua harus menyiapkan sarapan dan makan malam di setiap harinya. Selain beberapa poin itu, masih banyak poin lain yang merugikan Yuriko."Maksud Pak Wolf apa? Kenapa tidak ada satu poin pun yang menguntungkan buat saya?" tanya Yuriko terkejut."Ini bukan salahku, Yuri. Kau sudah menandatangani perjanjian itu dan kau harus mematuhinya. Karena kalau tidak, kau harus mengganti sepuluh kali lipat dari jumlah uang yang sudah aku keluarkan," sanggah Wolf sambil menunjukkan seringaian tipisnya."A-apa? Sepuluh kali lipat?" terkejut Yuriko.Nyaris saja bola mata Yuriko melompat keluar karena terlalu terkejut. Jangankan sepuluh kali lipat, tanpa dilipat gandakan pun ia tidak akan pernah bisa membayarnya. Mungkin gajinya di perusahaan selama sepuluh tahun tetap tidak akan cukup."Ya, sepuluh kali lipat. Kalau kau ti
"Bahkan hal konyol seperti ini sekalipun?" tanya Yuriko tidak percaya."Tentu saja," balas Wolf santai."Astaga, Tuhan!" ujar Yuriko frustasi. Ia benar-benar tidak menyangka dengan sikap Wolf. Badan tinggi kekar, tetapi sifatnya benar-benar kekanakan."Sudah sana cepat keluar. Aku harus kembali dan menemani Nenek," usir Wolf merasa sudah cukup mengejutkan Yuriko.Meski masih tidak bisa percaya, tetapi Yuriko tidak bisa menolak. Ia harus membiarkan nama itu tersimpan di ponselnya. Mengingat neneknya sendirian di rumah sakit, wanita itu lekas turun dan membiarkan Wolf pergi."Ya ampun! Kenapa Yuri menggemaskan sekali?" Wolf memukul-mukul setir membayangkan wajah terkejut Yuriko yang sangat menggemaskan, "Bagaimana aku bisa tahan nanti kalau Yuri sudah tinggal di rumahku?" sambung pria itu gemas.Memikirkan akan segera tinggal bersama membuat Wolf tidak sabar. Akankah ia meminta Yuriko untuk tidur di ruangan yang sama dengannya atau berbeda? Haruskah ia menjadikan poin dua sebagai pegang
"Ada apa lagi?" tanya Wolf mendapati Yuriko tertinggal beberapa langkah."Saya takut salah bicara, Pak Wolf," sahut Yuriko panik.Hanya tinggal beberapa langkah lagi dan mereka sampai di pintu utama, tetapi Yuriko menghentikan langkahnya karena takut membuat kesalahan. Melihat kekhawatiran di wajah Yuriko, sontak membuat Wolf melangkah mendekat. "Jangan khawatir. Kedua orang tuaku orang yang sangat baik. Aku yakin setelah kau bertemu dengan mereka, kau akan langsung menyukainya. Dan, bukankah aku sudah bilang kalau aku tidak akan pernah meninggalkanmu sendiri? Jadi, lebih santailah sedikit," ujar Wolf berusaha menenangkan. Ia menyentuh kedua bahu istri kontraknya dan meremasnya perlahan."Tapi, Pak Wolf jangan marah kalau saya membuat kesalahan," pinta Yuriko takut-takut."Baiklah. Aku tidak akan marah asalkan kau mau memanggilku dengan sebutan mas. Kau juga harus berhenti menyebut dirimu saya, tapi aku," balas Wolf meminta syarat."M-mas?" tanya Yuriko ragu.Raut wajah wanita itu te