Share

6. Beraninya Kau Menolak Tawaranku

"Alasan kenapa kau bekerja paruh waktu di bar karena kau butuh uang untuk biaya rumah sakit. Benar bukan?" Wolf beranjak berdiri dan berjalan memutari meja mendekat ke arah Yuriko, "Aku akan menanggung seluruh biaya rumah sakit sampai nenekmu sembuh, asalkan kau mau menandatangani perjanjian kontrak pernikahan denganku. Bukankah sekali mendayung dua pulau langsung terlampaui?"

Maksud dari ucapan Wolf adalah Yuriko bisa mengabulkan permintaan neneknya dengan menikahi Wolf dan ia juga bisa membiayai proses penyembuhan neneknya di rumah sakit.

Mendengar ucapan Wolf, Yuriko mengangkat kepalanya menatap tajam manik mata pria itu. Lalu, ia beranjak berdiri dengan terburu-buru. Bukankah pria itu terlalu ikut campur urusan pribadinya? Apalagi sampai mengorek informasi pribadinya sampai sejauh itu.

"Saya memang butuh banyak uang untuk membiayai pengobatan nenek saya di rumah sakit, tapi sampai kapan pun saya tidak akan pernah menandatangani perjanjian kontrak pernikahan ini," balas Yuriko nyalang.

Setelah mengucapkan kata-kata itu, Yuriko berbalik dan melangkah ke arah pintu. Ia tidak sadar bahwa dirinya telah membuat serigala itu marah besar.

"Kau? Beraninya kau menolak tawaranku untuk yang kedua kalinya," geram Wolf sambil mengepalkan tangannya kuat-kuat diiringi suara gigi yang diadu.

Dengan langkah besar, Wolf mengejar Yuriko dan menarik tangannya. Lalu, menekan tubuh wanita itu ke pintu.

"Aawww! Apa yang Anda lakukan, Pak Wolf?" tanya Yuriko kesakitan.

Dua kali Wolf meminta Yuriko untuk menandatangani perjanjian kontrak pernikahan dan wanita itu menolaknya. Tidakkah terlalu keterlaluan? Apalagi Wolf tipe pria yang tidak pernah meminta pada orang lain.

Klek!

Suara pintu dibuka membuat lamunan Wolf buyar. Yah, pria itu membayangkan bahwa dirinya telah bersikap impulsif terhadap Yuriko.

"Pergilah dan jangan pernah muncul lagi di depanku. Baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja." Wolf tersenyum miris, "Aku menawarkan hal baik, tapi kau bersikeras untuk menolak. Jadi di lain kesempatan, apa pun yang terjadi padamu aku tidak akan peduli. Aku akan menganggap kalau kau tidak membutuhkan bantuanku," lanjut pria itu. Mendapat penolakan untuk yang kedua kalinya membuat harga diri seorang Wolf terluka.

Untuk sesaat, Yuriko terdiam. Entah mengapa, perasaannya tiba-tiba berubah tidak enak. Akan tetapi, ia tetap harus melanjutkan langkahnya dan keluar dari ruangan itu.

"Astaga! Aku lupa belum mengembalikan jas Pak Wolf," terkejut Yuriko mendapati paper bag berisi jas Wolf masih di genggamannya.

Semalam setelah sampai di rumah, ia langsung mencuci dan mengeringkannya menggunakan alat pengering rambut dengan maksud agar bisa segera dikembalikan. Akan tetapi, ia justru melewatkan waktu di mana seharusnya ia mengembalikannya pada Wolf dan justru membawanya kembali keluar.

"Ah sudahlah. Kapan-kapan saja mengembalikannya atau kalau tidak dititipkan saja pada Pak Reza," kata Yuriko memutuskan.

Akhirnya, Yuriko membawa kembali jas Wolf tanpa berniat untuk mengembalikannya sekarang. Apalagi saat ini Wolf sedang marah begitu juga dengan dirinya yang kecewa atas sikap pria itu.

"Nona Yuriko?" panggil Reza membuat sang empu menoleh ke belakang.

"Iya, Pak Reza," sahut wanita itu.

"Apa sudah selesai?" tanya Reza penasaran.

"Iya, sudah." Tiba-tiba, Yuriko berpikir tentang jas. Ia menatap paper bag sambil tersenyum, "Oh iya, Pak. Saya boleh minta tolong, tidak?"

Jika ia bisa menitipkannya pada Reza, kenapa ia tidak memanfaatkan hal itu. Dengan demikian, ia tidak perlu menunda-nunda untuk mengembalikannya. Terlebih, Wolf tidak ingin melihatnya lagi. Entah itu disengaja maupun tidak disengaja. Jadi, menitipkannya pada Reza adalah pilihan tepat.

"Boleh. Memangnya Nona Yuriko mau minta tolong apa?" tanya Reza penasaran dengan dahi yang berkerut.

"Mmm ... Saya boleh titip ini tidak untuk Pak Wolf?" Terlihat sangat ragu-ragu, tetapi Yuriko tetap mengatakannya sambil menyodorkan paper bag itu.

"Kenapa tadi tidak sekalian, Nona?" tanya Reza bingung.

Pria itu benar-benar tidak habis pikir dengan Yuriko. Sebelumnya pergi ke ruangan Wolf, tetapi tidak menyerahkan pada orangnya langsung dan sekarang justru meminta tolong padanya.

"Iya, saya lupa. Jadi, Pak Reza mau bantu saya mengembalikan jas ini pada Pak Wolf, 'kan?" sahut Yuriko tersenyum canggung.

"Maaf, Nona, saya tidak bisa. Lebih baik, Nona kembalikan sendiri pada Pak Wolf. Sekalian nanti Nona bisa mengucapkan terimakasih karena Pak Wolf sudah menyelamatkan Nona semalam," tolak Reza tegas.

Mengingat kejadian semalam ketika ia terburu-buru mengemudi membuatnya ketakutan. Jadi kali ini, ia akan membiarkan Wolf bertemu lebih lama lagi dengan Yuriko. Anggap saja, sebagai ganti waktu di mobil semalam.

"Mengembalikannya nanti saja deh. Kalau begitu, saya permisi dulu," pamit Yuriko bergegas masuk ke dalam lift.

Sementara itu, Reza berbalik dan masuk ke ruangan Wolf setelah mengetuk pintu. Ia terlihat begitu penasaran dengan apa yang terjadi antara bosnya dan Yuriko.

"Bagaimana, Pak? Apa rencana kita berhasil?" tanya Reza curiga setelah melihat sikap Yuriko beberapa saat yang lalu.

"Jangan bahas wanita itu lagi di depanku!" Wolf sudah terlanjur kesal dan tidak berencana untuk mengingkari janjinya.

"Jadi, Nona Yuriko tetap menolak tawaran Anda, Pak?" tanya Reza memastikan.

"Sudah kubilang untuk tidak membahas wanita itu lagi!" sentak Wolf kesal.

Pria itu melempar vas bunga ke arah Reza. Beruntung sekretarisnya itu langsung menghindar. Jika tidak, mungkin pria itu akan terluka karena terkena lemparan vas bunga.

"Ma-maaf, Pak. Saya hanya--"

"Cukup! Pokoknya mulai detik ini, jangan sebut apa pun tentang wanita itu," potong Wolf menggebu.

"Baik, Pak. Kalau begitu, saya permisi dulu mau memanggil office boy untuk membersihkan pecahan vas bunga," pamit Reza bergegas beranjak keluar.

***

Beberapa jam kemudian, waktu istirahat makan siang tiba. Yuriko dan Nana sedang bersiap-siap untuk pergi ke kantin. Akan tetapi, suara dering telepon membuat Yuriko meminta Nana untuk pergi lebih dulu.

"Aku angkat telepon dulu. Nanti aku akan menyusul ke kantin," kata Yuriko sambil melirik ke arah ponselnya dengan khawatir.

"Ya sudah, tapi jangan lama-lama," balas Nana yang kemudian diangguki oleh Yuriko. Kemudian, ia lekas melangkah pergi keluar dari ruang kerjanya.

"Ada apa ini? Kenapa rumah sakit tiba-tiba menelpon?" lirih Yuriko bertanya-tanya. Lalu, ia lekas memencet tombol hijau karena khawatir terjadi sesuatu yang buruk pada neneknya.

["Halo, ada apa, Sus?"

["Pasien bernama Yuana harus segera dioperasi dan kami membutuhkan persetujuan dari wali."

["A-apa? Operasi? Memangnya Nenek saya kenapa, Sus?" tanya Yuriko terkejut.

Bukankah beberapa hari terakhir kondisi neneknya baik-baik saja? Lalu, bagaimana bisa ia mendapat kabar bahwa sang nenek harus segera dioperasi?

["Nenek Anda harus segera dioperasi karena kanker perut stadium akhir yang dideritanya."

["A-pa? Kanker perut stadium akhir? Sejak kapan, Sus, sejak kapan? Sejak kapan nenek saya menderita kanker perut stadium akhir?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status