"Aww! Maaf-maaf, aku tidak sengaja," ujar seorang wanita cantik sambil membungkukkan tubuhnya.
Wanita yang diketahui memiliki nama lengkap Yuriko, beberapa kali membungkukkan tubuhnya berusaha meminta maaf pada seseorang yang tidak sengaja ia tabrak. Kemudian, ia memunguti barangnya yang jatuh berserakan di lantai. Tanpa melihat sosok yang ia tabrak, Yuriko bergegas pergi dengan langkah terburu-buru."Siapa wanita itu? Kenapa aku baru melihatnya? Apa dia karyawan baru di sini? Bukankah sudah lama perusahaan ini tidak membuka lowongan pekerjaan?" tanya pria yang tidak sengaja Yuriko tabrak.Pria itu adalah Wolf Lundmark Antariksa Phoenix pemilik sekaligus pemimpin perusahaan PT. Griant Phoenix. Pria dengan tubuh tegap dan tinggi semampai. Rahang yang tegas dan bulu-bulu tipis yang menghiasi wajahnya itu, kini menjadi penasaran terhadap wanita. Padahal seumur hidupnya, ia tidak pernah peduli dengan wanita mana pun kecuali pada Theona, sang pujaan hati."Apa alasan wanita itu terlihat sangat terburu-buru?" tanyanya lagi.Terlalu penasaran, jadi ia memilih mengikuti wanita itu yang saat ini sedang melambaikan tangannya memanggil taksi. Terlihat, sebuah taksi berhenti dan Yuriko masuk ke dalam. Wanita itu tidak sadar bahwa saat ini ada pria yang sedang mengikutinya."Phoenix Hotel? Apa yang akan dia lakukan di sini?" tanya Wolf pada dirinya sendiri.Phoenix Hotel merupakan perusahaan yang kakaknya pimpin dan ia membantunya di belakang layar. Wolf turun dari mobil dan mengikuti Yuriko masuk ke dalam. Namun sebelum itu, ia meraih kacamata dan topi hitam di laci mobil. Ia tidak boleh terlihat membuntuti seorang wanita."Apa kau Kevin?" tanya Yuriko pada seorang pria tampan berusia tiga puluhan."Iya. Apa kau Yuri?" sahut Kevin balik bertanya."Iya, aku Yuri. Apa kau sudah lama menunggu?" Yuriko menarik kursi dan duduk, "Maaf, ya, aku terlambat soalnya aku habis kerja lembur," imbuhnya.Sudah tidak terhitung jumlahnya, Yuriko melakukan kencan buta demi memenuhi keinginan sang nenek untuk menikah."Tidak, aku juga baru sampai. Mungkin baru sekitar lima sampai sepuluh menit yang lalu," jawab Kevin sambil menyentuh arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya."Syukurlah, kalau begitu." Yuriko menghembuskan napas lega sambil menyandarkan tubuhnya ke kursi."Kau mau makan apa?" tanya Kevin sambil membuka buku menu."Apa saja, aku bukan pemilih," sahut Yuriko santai.Selagi Kevin sibuk membolak-balikkan buku menu, Yuriko sibuk memperhatikannya. Hal pertama yang wanita itu perhatikan adalah wajah tampan Kevin."Sepertinya aku akan gagal lagi di kencan buta kali ini," bisik Yuriko dalam hati.Hampir setiap bulan, Yuriko melakukan kencan buta melalui sebuah aplikasi. Hal itu ia lakukan demi mewujudkan permintaan sang nenek. Namun, sudah tidak terhitung jumlahnya ia gagal mencari pria yang ia inginkan.Semua pria di kencan buta memiliki paras yang tampan, sedangkan pria yang ia cari adalah pria dengan paras yang biasa-biasa saja. Kriterianya berbanding terbalik dengan wanita pada umumnya."Ada apa? Apa ada yang salah dengan wajahku?" tanya Kevin menyadari bahwa Yuriko sejak tadi sibuk memperhatikannya."Tidak ada," balas Yuriko menggeleng.Sementara Yuriko dan Kevin sibuk mengobrol, Wolf hanya sibuk memperhatikan dan mendengarkan percakapan mereka. Bahkan sampai mereka makan dan selesai, ia tetap berada di sana menunggu Yuriko keluar."Aku berharap pertemuan pertama kita ini bisa berlanjut," harap Kevin sambil mengulurkan tangannya.Yuriko tidak menjawab dan hanya mengurai senyum canggungnya. Lalu, ia membalas uluran tangan Kevin. Setelah itu, mereka berdua berpisah.Sambil menghela napas berat, Yuriko berkata, "Gagal lagi, gagal lagi."Wanita cantik itu melangkah menuju toilet untuk menghapus riasan wajahnya. Mengubahnya menjadi riasan buruk rupa untuk menyembunyikan wajah aslinya yang cantik.Wolf masih terus mengikuti Yuriko sampai ke toilet. Ia cukup terkejut melihat wajah karyawan yang cukup familiar. Namun, pakaian dan tas yang wanita itu kenakan merupakan milik Yuriko."Jadi, selama ini kau membunyikan wajah cantikmu di balik riasan. Sungguh wanita yang sangat menarik," gumam Wolf sambil mengulas senyuman.Pria itu masuk ke dalam lift setelah Yuriko. Ia begitu penasaran dengan alasan apa yang membuat wanita itu menyembunyikan kecantikan wajahnya, sedangkan di luaran sana banyak wanita yang berlomba-lomba menunjukkan kecantikan wajah mereka.Setelah sampai di depan hotel, Wolf membiarkan Yuriko pergi begitu saja. Ia hanya memperhatikan punggung wanita itu yang kian menjauh."Kenapa aku merasa ada yang memperhatikan?" tanya Yuriko dalam hati.Wanita itu menoleh ke belakang untuk memastikan. Namun, ia tidak mendapati seseorang yang memperhatikannya. Meskipun ada, orang itu adalah Wolf dan pria itu sudah langsung bersembunyi."Sepertinya kali ini aku harus mengecewakan Nenek lagi," bisiknya sambil berjalan menyusuri trotoar.Entah sudah berapa lama melangkah, Yuriko berhenti di halte bertepatan dengan bus yang datang. Dalam sekejap, bayangan wanita dengan riasan tebal itu sudah menghilang.***Keesokan harinya, entah ada angin apa, wanita pendiam yang sama sekali tidak dikenal karyawan lain tiba-tiba dipanggil ke ruangan CEO."Sebenarnya ada apa? Kenapa Pak Wolf memanggilku?" batin Yuriko bertanya-tanya.Semua karyawan, bahkan atasan yang satu ruangan dengannya pun mulai sinis padanya. Mereka berpikir, bagaimana bisa wanita berwajah pas-pasan atau lebih tepatnya di bawah standar kecantikan negeri ini seperti Yuriko dipanggil ke ruangan CEO. Padahal, jarang sekali ada orang yang bisa masuk ke sana."Apa kau Nona Yuri?""Iya, Pak, saya sendiri," jawab Yuriko.Baru saja keluar dari lift, sudah ada pria tampan yang menghampirinya. Sambil menghela napas pelan, Yuriko terus menundukkan kepala."Saya, Reza, sekretaris Pak Wolf. Mari saya antar ke ruangan Pak Wolf," kata Reza berjalan lebih dulu.Yuriko mengangkat kepalanya terkejut. Kemudian, ia berjalan tergopoh-gopoh mengejar Reza. "Maaf, Pak. Kalau boleh tahu, Pak Wolf meminta saya ke ruangannya untuk apa, ya?" tanyanya sambil menatap Reza lekat.Pria itu menghentikan langkahnya dan menatap Yuriko. "Saya tidak tahu dan hanya Pak Wolf sendiri yang tahu. Mungkin saja kamu membuat kesalahan besar, makanya Pak Wolf memanggilmu ke ruangannya," jawab Reza, kemudian melanjutkan langkahnya."Kesalahan besar. Perasaan aku tidak membuat kesalahan apa pun," gumam Yuriko sambil berpikir.Reza mengetuk pintu. Kemudian, terdengar suara seruan dari dalam yang memintanya untuk masuk."Masuklah! Pak Wolf sudah menunggumu di dalam," kata Reza mempersilakan."Tapi, Pak Reza. Saya merasa tidak membuat kesalahan apa pun. Apa jangan-jangan Pak Wolf salah memanggil orang?" Yuriko memilin ujung kemejanya khawatir.Selama ini, ia berusaha agar tidak menjadi karyawan yang menonjol. Apa pun ia lakukan sendiri dan ia tidak pernah mencoba dekat dengan karyawan lain. Jadi ia pikir, Wolf salah memanggil orang."Tidak mungkin Pak Wolf salah memanggil. Atau kalau bukan karena kau membuat masalah besar, mungkin karena kinerjamu bagus. Jadi, lebih baik kau masuk ke dalam sebelum Pak Wolf marah," balas Reza sambil memutar kenop pintu dan sedikit mendorongnya agar Yuriko bergegas masuk ke dalam."Baiklah." Dengan langkah berat, Yuriko masuk ke dalam dan menyapa. "Selamat pagi, Pak."Wanita itu hanya menatap Wolf sekilas. Mungkin hanya dalam hitungan tiga detik ia langsung menunduk."Pagi." Wolf menatap Yuriko dari atas ke bawah. Melihat penampilan wanita itu saat ini membuat sudut bibirnya naik sebelah. "Duduklah!""Baik, Pak." Yuriko melangkah ke depan dan duduk di kursi seberang meja kerja Wolf.Sepersekian detik kemudian, Wolf beranjak bangun dari kursi dan meraih map kuning di rak sebelah kanan meja kerjanya. Lalu, menyerahkannya pada Yuriko."Tandatangani ini.""Apa ini, Pak?" tanya Yuriko sambil mengerutkan keningnya."Baca dan tandatangani," balas Wolf datar. Ia berjalan ke arah jendela dan menatap ke bawah di mana banyak kendaraan yang lalu lalang.Yuriko membuka map kuning itu dan mulai membaca. "A-apa? Surat perjanjian nikah kontrak?" Wanita itu terkejut dengan manik mata dan mulut yang terbuka lebar."Maksud Pak Wolf apa?" tanya Yuriko sambil menatap punggung kokoh pria itu.Wolf membalikkan tubuhnya dan berjalan mendekat. "Kau sudah membacanya bukan? Jadi, itu maksudku memanggilmu," jelasnya datar."Tapi, bagaimana bisa? Bahkan kita baru pertama kalinya bertemu. Bagaimana bisa Pak Wolf mengajak saya nikah kontrak?" tanya Yuriko tidak habis pikir.Di perusahaan itu, Yuriko hanya pegawai biasa. Ia tidak pernah mengikuti rapat yang dihadiri oleh Wolf dan selama tiga tahun bekerja di sana, ia tidak pernah sekalipun bertemu atau sekedar berpapasan dengan Wolf."Kata siapa? Sebelumnya kita pernah bertemu dan sepertinya kau tidak menyadarinya." Ikosagon menghempaskan tubuhnya di kursi kebesarannya."Kalaupun iya, kenapa? Saya bukan tipe wanita yang bisa diajak nikah kontrak dengan Pak Wolf. Bukankah di perusahaan ini banyak wanita cantik? Saya juga yakin, di luaran sana banyak sekali wanita cantik yang tergila-gila dengan Anda dan saya yakin mereka akan sangat bersedia jika menikah kont
"Apa kencan butamu lebih penting daripada aku? Bukankah tujuanmu hanya satu yaitu menikah demi menyenangkan nenekmu? Lalu, untuk apa kau melakukan kencan buta?" tanya Wolf sambil melangkah ke depan.Sontak, Yuriko melangkah mundur hingga tubuhnya mengenai daun pintu. Pikirannya benar-benar kacau saat ini. Apa yang Wolf katakan memang benar, tetapi ia paling tidak menyukai pria tampan. Jika ia menyukai pria tampan, maka ia sudah menikah tidak lama setelah neneknya memintanya untuk menikah. "Maaf, Pak. Pekerjaan saya hari ini sangat banyak. Jadi, saya izin undur diri." Yuriko memutar kenop pintu dan bergegas keluar.Wanita itu menutup pintu dengan tergesa. Kemudian, ia berlarian menuju lift takut Wolf akan mengejarnya. Bahkan setelah berada di dalam lift, ia terus menekan tombol agar pintu segera tertutup."Selamat-selamat," lirih Yuriko sambil menyandarkan tubuhnya ke belakang. Kemudian dalam sekejap, pintu lift terbuka. Ia bergegas keluar dan pergi ke ruangannya.Baru sampai di ruang
"A-apa?"Yuriko begitu terkejut mendengar jawaban laki-laki itu. Dibayar mahal pun ia tidak sudi, apalagi kalau sampai digagahi secara cuma-cuma."Lepas, lepaskan saya! Saya mohon, Tuan. Di bar ini masih banyak wanita cantik dan biarkan wanita pas-pasan ini pergi," mohon wanita itu berusaha membujuk."Kalau sudah tahu wajahmu pas-pasan, kenapa kau mencari masalah denganku? Seharusnya kau terima saja tawaranku sebelumnya. Jadi, aku tidak perlu bersikap kasar seperti ini," sanggah laki-laki itu malas.Laki-laki itu terus menarik tangan Yuriko. Tidak peduli seberapa keras Yuriko berusaha melepaskan diri dan berontak karena tujuannya hanya satu yaitu membawanya ke kamar dan menyelesaikan rencananya."Tidak, Tuan. Lepaskan saya, saya mohon!" ujar Yuriko memohon dengan air mata yang sudah bercucuran deras membasahi wajahnya.Di sisi lain, Wolf sedang duduk bersandar di sofa sambil melipat kakinya. Beberapa jam yang lalu, Reza melaporkan tentang Yuriko yang mendapatkan pekerjaan di sebuah cl
Yuriko menunduk menatap tubuhnya yang berbalut jas. "Ti-tidak, Pak. Saya akan masuk ke dalam mobil sekarang juga," balas Yuriko bergegas beranjak.Ia tahu maksud Wolf baik. Di tengah malam begini, tidak aman baginya untuk naik kendaraan umum. Lagi pula, tidak ada kendaraan umum di pukul satu malam. Yang ada hanya berandalan yang akan mengganggunya di jalan."Tunggu! Bisakah saya duduk di samping Pak Reza saja?" bisik Yuriko meminta. Ia benar-benar takut jika harus duduk di samping Wolf."Tidak bisa, Nona," tolak Reza menggeleng pelan."Baiklah," ujar Yuriko pasrah. Sambil menghembuskan nafas berat, wanita itu masuk ke dalam mobil dan duduk di samping Wolf. Ia tidak bisa terlalu dekat dengan atasannya dan memilih memberingsut ke pintu."Cih! Kemarin kau begitu berani meninggalkanku di tengah pembicaraan yang sangat penting," batin Wolf tersenyum menyeringai melihat kaki Yuriko bergetar.Merasa ada yang memperhatikan, Yuriko melirik dan tatapan matanya bertemu dengan tatapan tajam Wolf
"Alasan kenapa kau bekerja paruh waktu di bar karena kau butuh uang untuk biaya rumah sakit. Benar bukan?" Wolf beranjak berdiri dan berjalan memutari meja mendekat ke arah Yuriko, "Aku akan menanggung seluruh biaya rumah sakit sampai nenekmu sembuh, asalkan kau mau menandatangani perjanjian kontrak pernikahan denganku. Bukankah sekali mendayung dua pulau langsung terlampaui?"Maksud dari ucapan Wolf adalah Yuriko bisa mengabulkan permintaan neneknya dengan menikahi Wolf dan ia juga bisa membiayai proses penyembuhan neneknya di rumah sakit.Mendengar ucapan Wolf, Yuriko mengangkat kepalanya menatap tajam manik mata pria itu. Lalu, ia beranjak berdiri dengan terburu-buru. Bukankah pria itu terlalu ikut campur urusan pribadinya? Apalagi sampai mengorek informasi pribadinya sampai sejauh itu."Saya memang butuh banyak uang untuk membiayai pengobatan nenek saya di rumah sakit, tapi sampai kapan pun saya tidak akan pernah menandatangani perjanjian kontrak pernikahan ini," balas Yuriko nyal
Dunia Yuriko seolah runtuh detik itu juga. Tulang-tulang di seluruh tubuhnya seakan berubah menjadi jelly. Meluruh begitu saja dan terduduk di lantai. Air matanya sudah menganak sungai membanjiri wajahnya.["Datanglah ke rumah sakit dan dokter yang akan menjelaskannya."Dengan tubuh yang terasa sangat berat, Yuriko beranjak berdiri. Meraih tasnya dan melangkah dengan langkah terseok-seok keluar dari ruangannya. Menyapu pipinya yang basah akan air mata. Masuk ke dalam lift dan keluar berpapasan dengan Wolf. Bahkan ia kembali menabrak pria itu. Bedanya, ia sama sekali tidak meminta maaf dan menimbulkan banyak pertanyaan di kepala Wolf."Yuri kenapa? Kok, dia menangis," bisik Wolf dalam hati."Nona Yuriko kenapa ya, Pak? Menabrak Anda, tetapi tidak meminta maaf. Matanya merah dan wajahnya juga basah seperti sedang menangis," tanya Reza sambil menatap punggung Yuriko yang kian menjauh."Ikuti Yuri, Za!" ujar Wolf memerintah. Entah mengapa perasaannya berubah tidak enak. Dan, janjinya unt
Sementara Wolf terus bertanya-tanya, kakinya terus melangkah mengikuti Yuriko. Ia tidak mempedulikan para karyawan berlalu-lalang mulai kembali ke ruangannya masing-masing. Ia bahkan mengabaikan sapaan bawahannya dan terus menatap punggung Yuriko yang kian menjauh."Sepertinya rencanaku mengubah beberapa poin di surat perjanjian nikah kontrak memang benar," bisik Wolf sambil menahan senyumnya.Tidak jauh dari lift, Yuriko nampak ragu-ragu. Wanita itu ingin langsung pergi ke ruangan Wolf, tetapi tidak tahu harus mengatakan apa nantinya. Akhirnya, ia masuk ke dalam lift dan menekan tombol angka tiga puluh satu."Aku harus sampai ruanganku lebih dulu," bisik Wolf lekas berlari setelah melihat lift yang Yuriko naiki menuju ke lantai tiga puluh satu di mana ruangannya berada.Pria itu masuk ke dalam lift khusus direktur. Memencet tombol dengan tidak sabaran. Berjalan ke sana kemari memikirkan Yuriko keluar lift lebih dulu. Benar saja apa yang ia pikirkan. Ketika lift terbuka, ia melihat Yu
Wolf menghentikan langkahnya dan menatap tangannya juga Yuriko bergantian. Baru menikmati sentuhan tangan itu sudah harus dilepaskan. Akan tetapi, ia tidak boleh menuruti egonya dan membuat Yuriko membatalkan perjanjian nikah kontrak. Yah, meskipun perjanjian itu tidak akan mudah dibatalkan karena wanita itu sudah terlanjur menandatangani. Namun, tetap saja ia tidak ingin menghambat proses menjadi lebih dekat dengan Yuriko."Menurutmu, apa kita harus pergi ke kantor catatan sipil dulu?" tanya Wolf setelah berpikir sejenak."Untuk apa ke kantor catatan sipil?" Yuriko balas bertanya sambil mengerutkan keningnya."Tentu saja untuk mendaftarkan pernikahan kita," sahut Wolf malas."Astaga, Pak Wolf! Masalah itu bisa kita urus nanti. Yang paling penting sekarang urusan nenek saya. Sekarang kita harus pergi ke rumah sakit untuk menyelesaikan administrasi agar nenek saya bisa segera dioperasi," ujar Yuriko frustasi. Ia tidak tahu dengan cara berpikir pria itu. Hal yang mendesak seperti opera