Kamu masuk jebakanku, Max.
Pria yang menjadi klien baru Orlena ada Max. Berbeda dengan pria yang ditemuinya di restoran, Orlena bisa melihat penampilan pria itu terbilang seperti preman. Dengan sepatu boots hitam, celana jeans hitam yang robek di bagian lutut, kaos hitam, jaket kulit hitam dan kacamata hitam.
"Wow… apakah kamu merubah penampilanmu untukku, Tampan?" Orlena pun berjalan masuk dan menghampiri Max yang duduk di sofa. Kemudian wanita itu dengan berani duduk di atas pangkuan pria itu. Melingkarkan satu lengannya di leher Max.
"Jadi kamu datang kemari setelah mengantarkan istrimu pulang, Max?" Orlena mengelus pipi pria itu dengan sentuhan menggoda.
Tiba-tiba pria itu menggulingkan tubuh wanita itu ke sofa lalu menindihnya. Alih-alih meringis sakit, Orlena justru tersenyum. Kedua tangannya digantung di leher Max.
"Jadi kamu ingin langsung bermain, Tampan? Kalau begitu aku akan menyanggupinya.” Orlena menarik leher Max dan langsung menciumnya. Membawa pria itu ke dalam sebuah ciuman yang yang lebih intim. Namun ciuman itu tidak berlangsung lama karena Max mengigit bibir Orlena untuk menghentikan ciuman wanita itu. Saaat Max melepaskan ciumannya, terlihat sedikit darah di bibir Orlena.
“Jadi kamu suka permainan kasar, Max?”
Tatapan mata Max berubah sangat dingin. Tubuh Orlena seketika membeku di tempat. Pasalnya tatapan itu mengingatkan wanita itu pada tatapan Rey yang memperkosa Orlena. Padahal saat bertemu dengan Max di restoran, tatapan pria itu tidak terlihat dingin. Kenapa sekarang berubah? Apa yang sebenarnya terjadi dengan pria itu? Seolah pria dihadapannya adalah pria yang berbeda dengan pria yang ditemuinya di restoran.
“Aku datang kemari bukan untuk bermain denganmu, Wanita sialan. Aku kemari ingin bertanya padamu. Apa hubunganmu dengan Max?”
Mata coklat muda milik Orlena melotot kaget. “Apa maksud pertanyaanmu, Brengsek? Bagaimana bisa kamu sendiri bertanya hubunganmu denganku? Apa kamu gila?”
Pria itu menjambak rambut Orlena karena kesal. “Karena aku bukanlah Max. Jadi katakan padaku bagaimana bisa kartu namaku berada di kantong jas Max?”
“Aku tidak mengerti. Bukankah kamu adalah pria yang aku temui di restoran tadi? Kamu adalah Maximilian Steltzer.” Bingung Orlena.
“Bukan. Aku bukan Maximilian Steltzer. Aku adalah Rey.”
Orlena merasakan tubuhnya seperti disambar petir mendengar nama itu. Dia teringat nama yang selalu menghantui hidupnya. Tapi Orlena tidak mengerti. Apakah Max memiliki saudara kembar atau apaoun itu? Bagaimana bisa ada satu orang yang memiliki dua nama. Atau nama Rey hanyalah sebuah samaran seperti yang diduga oleh Orlena.
“Jadi akhirnya kita bisa bertemu lagi, Rey?” Orlena tersenyum sinis.
Rey memicingkan matanya. “Apa maksudmu kita bertemu lagi? Apakah aku pernah bertemu denganmu?”
“Tentu saja pernah. Aku sungguh kecewa karena kamu melupakan seseorang yang sudah kamu hancurkan hidupnya. Apakah kamu benar-benar tidak ingat padaku? Bagaimana jika aku ingatkan nama asliku. Orlena Müller.” Tatapan penuh kebencian tercetak jelas di mata coklat muda milik Orlena.
Terlihat tubuh Rey gemetar saat wanita itu menyembutkan nama aslinya. Bahkan tatapan tajam yang dilihat Orlena sudah lenyap dan digantikan dengan ketakutan. Pria itu menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Tidak, itu tidak mungkin. Kamu bukan….” Tiba-tiba saja jatuh pingsan di atas tubuh Orlena.
“Brengsek, apa kamu pikir tubuhmu tidak berat?” gerutu Orlena berusaha membebaskan diri dari tubuh Rey yang begitu berat.
Tubuh Orlena terjatuh ke lantai setelah berhasil membebaskan diri dari pria yang terbarik pingsan di atas sofa. Wanita itu meringis sakit menyentuh pantatnya yang mencium lantai dengan keras.
“Sialan. Seharusnya aku balas dendam padanya. Tapi kenapa aku yang sial?” Orlena memukul kepala Rey.
Saat pria itu mengerang dan mengangkat kepalanya, Orlena langsung merangkak menjauh. Dia bisa melihat Rey menegakkan tubuhnya dan duduk di atas sofa. Pria itu menyentuh kepalanya dan meringis sakit. Kemudian tatapan pria itu tertuju pada Orlena yang berdiri di sudut ruangan. Seketika ekspresi terkejut menghiasi wajah pria itu.
“Kamu? Bukankah kamu adalah wanita yang berada di restoran tadi?”
Orlena melongo mendengar pertanyaan pria itu. Dia bertanya seolah dia melupakan kejadian yang baru saja terjadi di ruangan itu.
“Tunggu dulu. Sebenarnya apa yang terjadi padamu, Rey? Apa kamu punya penyakit mental atau sejenisnya?” tanya Orlena.
Pria itu memicingkan matanya. “Rey?” kemudian dia menunduk dan melihat pakaiannya. Lalu tatapannya beralih pada wanita itu dan menghampirinya. Dia bahkan mencengkram bahu Orlena dan mengguncangkannya. “ Benarkah kamu baru saja bertemu dengan Rey? Apa yang dia bicarakan padamu? Lalu apa yang kamu lakukan sampai dia menghilang?”
Orlena yang kesal menepis kedua tangan pria itu. “Sialan, sebenarnya ada apa denganmu? Tadi kamu bertanya apa hubunganku dengan Max. Sekarang kamu bertanya apa yang aku bicarakan dengan Rey. Sebenarnya ada apa denganmu, Pria aneh?”
Pria itu tidak mengatakan apapun lagi. Karena jika dia mengatakannya, maka rahasia yang selama ini dia simpan akan terkuak. Pria itu memilih untuk pergi meninggalkan ruangan itu membuat Orlena melongo tak percaya.
***
Terdengar suara pintu lift terbuka. Seorang pria mengenakan setelan hijau keabu-abuan berjalan memasuki apartemen milik Max. Seperti biasanya dia akan menyiapkan sarapan yang dia beli dalam perjalanan. Saat masuk ke dapur, pria bernama Altherr Caspari terlonjak kaget. Pasalnya dia melihat atasannya sudah duduk di meja makan menikmati kopi paginya. Bahkan Max sudah terlihat rapi dengan setelan biru bergaris-garis merah.“Oh, God. Kamu mengejutkanku, Max.” Altherr mengelus dadanya yang berdebar kencang.Max sama sekali tidak menanggapinya karena terlalu sibuk dengan pikirannya. Kemudian Altherr memilih kembali berjalan menuju kabinet dapur. Mengeluarkan dua potongan segitiga tuna sandwich. Setelah membuang kantongnya, Altherr menghampiri Max dan meletakkan piring itu di hadapan pria itu.“Apakah Rey membuatmu tidak tidur? Karena itukah kamu sudah siap sepagi ini?” tanya Altherr, satu-satunya orang yang mengetahui masalah penyakit mental yang dialami oleh Max. Memang benar, Max memiliki
Orlena mengamati private lift yang memiliki desain yang mewah. Dengan banyaknya ornamen berwarna emas membuat lift itu tampak berkelas. Memikirkan dirinya akan bertemu dengan Max, membuat api kebencian semakin terbakar dalam dirinya. Rencana balas dendamnya pada Max sudah menjadi blueprint dalam pikirannya. Kamu akan merasakan pembalasan dariku, Pria Brengsek. Bahkan pembalasan itu akan lebih menyakitkan berkali-kali lipat dibandingkan yang kamu berikan padaku. Tekad Orlena dalam hati. Mendengar suara pintu lift terbuka, perhatian Orlena pun tertuju pada pemandangan apartemen mewah milik Max. Wanita itu melangkah keluar dari lift. Seorang pria asing berjalan menghampiri Orlena. “Selamat siang, Nona. Saya adalah Altherr Caspari. Saya adalah sekretaris Tuan Steltzer.” Pria itu mengulurkan tangannya. Wanita yang saat ini mengenakan blouse biru muda dengan rok putih itu membalas uluran tangan Altherr. “Saya adalah Orly. Lalu di mana Tuan Steltzer? Kenapa aku tidak melihat dia?” Sejak
Mia? Bukan Max dan juga bukan Rey. Tapi Mia? heran Orlena dalam hati saat mendengar jawaban dari pria itu.Akhirnya wanita itu berjalan menghampiri bathtub. Dia berlutut di samping bathtub. Dia bisa melihat Max menatapnya dengan mata berlinang dan bahunya yang masih gemetar. Kemudian Orlena mengulurkan kedua tangannya menyentuh bahu Max. Wanita itu mengguncangkan tubuh pria itu.“Dasar Menyebalkan!!! Sampai kapan kamu mau mempermainkanku, HUH? Kamu pikir dengan berpura-pura menjadi gadis cengeng bisa membuatku percaya? Dasar Pria aneh.” Omel Orlena yang berpikir Max sedang bersandiwara.Setelah puas mengguncangkan tubuh pria itu, Orlena menghentikannya untuk melihat reaksi Max. Pria itu memasang ekspresi sedih sebelum akhirnya kembali menangis keras. Bahkan karena terlalu keras membuat Orlena harus menutup kedua telinga dengan tangannya.“MIA BUKAN PRIA ANEH!!! PADAHAL MIA TIDAK MENYAKITI KAKAK, TAPI KENAPA KAKAK JAHAT PADA MIA. HUAA…..”Orlena bisa melihat Max terlihat seperti gadis
“Sayangnya aku bukan Mia, Nona cantik.” Orlena memicingkan matanya. “Kamu bukan Mia. Dan aku juga yakin kamu bukan Max. Jadi siapa kamu?” Pria beranjak naik sehingga sekarang wajahnya tepat berada di atas wajah Orlena. Tatapan mereka saling bertaut. Meskipun wajah pria di hadapannya adalah milik Max, tapi Orlena bisa merasakan hal yang berbeda dari cara pria itu menatap dirinya. Karena Orlena pernah berada di posisi yang sama seperti itu bersama dengan Rey, Orlena yakin pria di hadapannya ini bukanlah Rey. Pasalnya Rey memiliki tatapan yang sangat tajam dan juga dia sangat kasar. Sedangkan pria di hadapannya saat ini memiliki tatapan yang nakal. Orlena sudah banyak menghadapi banyak tipe pria. Wanita itu mengenali pria seperti apa dengan tatapan seperti yang dilihatnya. Pria yang sering menggoda banyak wanita. Jari telunjuk Max menyusuri garis bibir Orlena. “Aku akan memberitahumu siapa aku setelah kamu melakukan sex denganku.” Orlena tersenyum sinis. “Sex? Itu adalah perkara mud
Alarm di ponsel membuat tidur Max terganggu. Perlahan pria itu membuka matanya. Dia perlu beradaptasi dengan sinar matahari pagi yang sudah menerangi kamarnya. Kemudian pria itu mengulurkan satu tangannya untuk meraih ponselnya. Setelah mendapatkan smartphone di tangannya, Max langsung mematikan alarmnya. Dia bisa melihat jam sudah menunjukkan jam enam pagi.Tiba-tiba Max merasakan ada yang bergerak di sampingnya. Dia bahkan bisa mendengar suara seorang wanita mengerang karena tidurnya terusik. Saat Max menleh ke samping, betapa terkejutnya pria itu saat melihat Orlena berbaring di atas lengannya. Dan yang membuat Max semakin terkejut adalah wanita itu sama sekali tidak mengenakan apapun. Dia hanya menutupi tubuh telanjangnya dengan selimut. “Sial. Apa yang sebenarnya terjadi semalam?” tentu saja Max tidak bisa mengingat apapun karena bukan dirinya yang menguasai tubuhnya semalam.“Yang terjadi semalam adalah kita melakukan sex.”Suara itu sontak membuat Max terkejut. Bahkan karena t
Orlena duduk di depan komputer dengan tatapan bosan. Sudah sangat lama Orlena tidak menggunakan komputer. Sehingga ketika Arthur menyuruhnya untuk memasukkan beberapa data, Orlena tidak bisa mengerjakan dengan cepat. Wanita itu menguap untuk kesekian kalinya. Semalam dia berhubungan sex dengan Troy hingga jam tiga pagi. Sehingga Orlena kurang tidur. Dan ketika jam sudah menunjukkan pukul dua belas siang, wanita itu tidak bisa lagi menahan kantuknya. Orlena menelungkupkan kepalanya di atas meja dan menjadikan kedua tangannya sebagai bantal. Dalam sekejap wanita itu sudah beralih ke alam mimpi.Di ruang kerjanya, Max sedang memeriksa hasil penjualan makanan yang diproduksi oleh Kimo. Pria itu terlihat begitu serius membaca seiap angka dengan teliti. Bulan kemarin perusahaan kimo sedang dilanda masalah mengenai perusahaan lain yang meniru produk mie instan buatan kimo sehingga berbuntut pada kasus hukum. Tapi melihat penjualan bulan ini, tampaknya ada peningkatan yang signifikan. Membua
Max yang sedang menyantap makan siangnya, menyentuh bibirnya. Dia ingat bagaimana ciuman Orlena nyaris menghancurkan akal sehatnya. Padahal selama ini dia ahli dalam hal menahan diri. Tapi dia tidak bisa melakukannya saat bersama dengan Orlena. Seakan wanita itu memiliki feromon yang mampu memikat dirinya. Max menggelengkan kepalanya dengan keras berusaha untuk menyingkirkan Orlena dari kepalanya. Saat dia hendak melanjutkan makannya, tiba-tiba ponselnya berdering. Pria itu meletakkan sendok di atas kotak makanannya. Kemudian dia mengambil smartphone yang tergeletak di atas meja. Dia bisa melihat nama ‘Esmee’ muncul di layar smartphone lipat miliknya.“Ada apa, Esmee?” tanya Max menyapa wanita itu setelah menggeser tombol hijau menerima panggilan itu.“Apakah aku mengganggu pekerjaanmu, Max?” tanya Esmee dengan ragu.“Tidak, aku sedang menikmati makan siangku. Jadi kamu sama sekali tidak mengganggu. Apakah ada sesuatu yang ingin kamu bicarakan, Esmee?” Max yakin ada hal penting yang
“Bagaimana bisa dia pergi tanpa membaca ponselnya?” heran Orlena menatap smartphone Max yang ada di tangannya. Saat ini wanita itu sedang berada di dalam lift yang mengarah ke apartemen Max bersama dengan Altherr yang berdiri di sampingnya. “Sepertinya Mr. Steltzer kembali berubah.”Orlena menoleh menatap pria itu sembari memicingkan matanya. “Berubah? Maksudmu dia menjadi pribadi yang lain lagi?”Altherr menganggukkan kepalanya. “Ya, seperti itulah. Mungkin dia terlalu memikirkan sesuatu. Apakah kamu tidak melihat hal janggal padanya saat makan siang tadi? ”“Makan siang? Tapi aku makan siang sendiri. Dia meminta seseorang untuk mengantarkan makan siang untukku.”“Jadi kamu dan Mr. Steltzer tidak makan siang bersama?” Altherr terkejutt mendengarnya.Orlena menganggukkan kepalanya. “Ya, kami tidak makan bersama.”“Aneh, padahal tadi Mr. Steltzer mengatakan jika dia ingin makasn siang denganmu. Apa yang membuat dia berubah pikiran?”Yang membuat dia berubah pikiran adalah karena aku m