Share

4.Siapa Maximilian Steltzer?

Orlena membuka pintu rumahnya. Terlihat di wajah cantiknya tampak begitu kesal. Pasalnya Bruno tidak bisa membuatnya puas. Sehingga efek obat perangsang yang diminumnya, masih bisa dirasakannya. 

"Kamu sudah pulang?" 

Suara itu membuat Orlena mendongak. Dia bisa melihat seorang wanita berambut pirang duduk di atas sofa besar dengan laptop berada di pangkuannya. 

"Mau bagaimana lagi, Loody. Klienku sudah puas." Orlena mengangkat kedua bahunya. 

"Sepertinya dia tidak bisa memuaskanmu. Bagaimana jika aku yang memuaskanmu?"

Orlena meninju perut seorang pria yang berdiri di sampingnya. Pria bernama Russel Lee itu langsung meringis sakit dan memegangi perutnya. Sedangkan Aloody yang melihatnya langsung tertawa. 

"Sepertinya kamu sudah bosan disini, Russel. Apakah kamu mau diusir dari sini?" Orlena melayangkan tatapannya tajam ke arah pria itu. 

Russel langsung menggelengkan kepalanya. "Ampun, Orlena. Aku masih mau hidup di sini. Ampuni nyawaku."

Orlena menganggukkan kepalanya. "Baguslah, kalau begitu jaga ucapanmu. Kalau tidak aku akan tendang burungmu."

Russel menutupi selangkangannya dengan kedua tangan untuk melindunginya dari Orlena. Aloody tidak bisa menahan tawanya melihat tingkah konyol satu-satunya pria dalam rumah ini. Sebenarnya Orlena tidak serius mengatakannya, tapi beginilah cara mereka bercanda. 

Orlena menghampiri Aloody dan duduk di sampingnya. Kemudian dia memeluk wanita yang saat ini mengenakan piyama pendek dengan corak stroberi. 

"Apakah kamu sudah menemukan informasinya, Loody?" tanya Orlena. 

Pria berdarah Asia itu ikut duduk di samping Orlena dan memeluk wanita itu. 

"Informasi apa?" tanya Russel penasaran. 

"Informasi tentang pria yang memperkosa Orlena delapan belas tahun yang lalu." Jawab Aloody kembali mengotak-atik laptopnya untuk membuka sebuah dokumen. 

Russel menegakkan kepalanya terkejut. "Kamu menemukannya dimana, Orlena?"

"Aku tidak sengaja bertemu dengannya saat makan malam dengan seorang klien." Jelas Orlena masih ingat dengan pertemuannya dengan Max. 

"Aku sudah mengumpulkan semua informasinya." Aloody menggeser laptopnya sehingga Orlena dan Russel bisa melihat informasi itu. "Namanya Maximilian Steltzer. Presiden Direktur perusahaan Kimo."

Orlena menghela nafas berat. "Aku sudah mendengar itu. Apakah tidak ada informasi yang menarik?" 

Aloody menganggukkan kepalanya. "Ada. Sebenarnya perusahaan Kino ini adalah milik keluarga istrinya, Esmee Wedler."

"Jadi pria itu menjadi Presiden Direktur karena merayu anak bosnya?" tebak Russel. 

Aloody menganggukkan kepalanya. "Nilai seratus untukmu, Russel."

Orlena mendengus sinis. "Sungguh menjijikkan. Bahkan dari dulu kehidupannya masih menjijikkan. Tapi anehnya dia tidak mengenaliku. Apakah wajahku berubah banyak sejak usiaku lima belas tahun?" Orlena ingat respon Max yang biasa saja. 

Aloody menggelengkan kepalanya. "Tidak, kamu tidak berubah banyak. Aku sudah melihat fotomu saat masih sekolah."

"Mungkin dia mengalami amnesia." Celetuk Russel. 

"Amnesia?" Orlena melepaskan pelukannya dan menegakkan  tubuhnya menatap pria di sampingnya. "Apa maksudmu?"

"Mungkin saja dia mengalami kecelakaan yang melukai kepalanya sehingga dia mengalami amnesia."

Orlena mendengus sinis. "Mungkin itu hukuman dari Tuhan."

"Lalu apa yang akan kamu lakukan untuk balas dendam, Orlena?" tanya Russel penasaran. 

Bibir wanita dengan tinggi seratus enam puluh lima sentimeter itu menyunggingkan senyuman penuh arti. "Balas dendam? Aku akan menghancurkan hidupnya sampai hancur berkeping-keping."

Aloody dan Russel yang mendengarkan langsung menganggukkan kepalanya. 

Russel menepuk bahu Orlena. "Kami siap membantumu, Orlena."

Aloody menganggukkan kepalanya. "Benar, karena kita adalah sahabat."

Tiba-tiba smartphone Orlena berdering. Dia mengambil benda itu dari dalam tas. Melihat nama bosnya, wanita langsung mengangkat panggilan itu. 

"Ada apa, Fey?" tanya Orlena. 

"Oh, Orly sayang. Apakah aku mengganggumu? Aku harap Tuan Jannings tidak keberatan." Ucap seorang wanita dengan suara centil. 

"Tidak, Fey. Tuan Jannings sudah pergi. Aku bahkan sudah pulang ke rumah. Ada apa?"

"Ada seseorang yang ingin kamu menemaninya. Apakah kamu masih sanggup?" 

Bibir Orlena tersenyum senang. "Tentu saja masih sanggup. Aku akan datang ke sana sekarang."

"Aku menunggumu, cantik." 

Orlena memasukkan smartphone ke dalam tas. Kemudian dia berdiri. "Aku pergi dulu. Pekerjaan menantiku."

"Hati-hati, Orlena." Seru Russel. 

Wanita itu melambaikan tangan sebelum akhirnya meninggalkan rumah itu.

***

"Apakah kamu tidak bisa memberikan pekerjaan ini padaku, Fey? Kenapa kamu memberikan banyak pekerjaan untuk Orly?" tanya wanita bernama Ursula sembari memegangi lengan ramping milik Feyrin Blanc. 

Feyrin menghela nafas berat. "Ursula, bukan aku yang ingin memberikan pekerjaan ini pada Orlena. Tapi mereka sendiri yang meminta Orlena secara khusus. Aku tidak bisa mengecewakan klien. Lagipula kamu juga memiliki klien yang khusus memintamu, bukan? Jadi berhentilah iri pada Orlena."

Ursula mendengus kesal. "Menyebalkan. Padahal aku sudah berusaha sebaik mungkin. Tapi kenapa aku tetap menjadi nomor dua. Apakah Orlena menggunakan ilmu hitam untuk memikat mereka?" Ursula mendengus kesal. 

"Benar, Ursula. Aku memang menggunakan ilmu hitam bernama 'Give the best of me'." 

Seketika Ursula tersentak kaget karena tiba-tiba wanita itu berada di sampingnya. 

Orlena tahu menempati posisi pertama dalam pekerjaan ini pasti banyak yang iri termasuk Ursula. "Kamu tidak bisa memberikan yang terbaik dan tidak bisa menahan emosimu, Ursula. Itulah kenapa kamu tidak bisa mengalahkanku." Orlena mendengus sinis. 

Feyrin menghela nafas berat melihat Orlena dan Ursula saling melayangkan tatapan penuh kebencian. 

"Sudah, sudah, jangan bertengkar. Orlena, sebaiknya kamu cepat pergi ke ruang VIP nomor satu. Dia sudah menunggumu. Dia klien baru. Jadi kuharap kamu membuat dia menjadi pelanggan tetap." Feyrin menatap Orlena penuh harap. 

Wanita yang masih mengenakan gaun hitam itu mengacungkan tangannya membentuk huruf 'O'. "Siap, Bos!"

Orlena berjalan meninggalkan ruangan bosnya. Seketika wanita itu disambut dengan suara musik yang keras dan hiruk pikuk orang yang menikmati malam itu. Dia menghampiri sebuah lorong khusus. Di mana ada banyak pintu. Sampai di depan pintu VIP nomor satu, Orlena membuka pintu itu. Seketika bibirnya menyunggingkan senyuman. 

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status