Share

3.Aku Akan Membuatmu Ingat 

“Apakah kamu baik-baik saja, Nona? Apakah ada yang terluka?”

Tubuh Orlena membeku di tempat saat mendengar suara yang selalu menghantuinya setiap hari. Dan saat wanita itu mendongak untuk melihat orang yang menabraknya, wajah Orlena seketika berubah pucat. Dia bisa melihat orang yang menahan dirinya adalah Maximilian Steltzer. Seketika tubuh Orlena menggigil ketakutan saat mengingat masa lalu di mana pria itu telah melakukan hal buruk padanya.

“Nona, apakah kamu mendengarku? Apakah aku begitu menyakitimu sampai wajahmu pucat dan tubuhmu menggigil?” tanya Max paniik melihat reaksi Orlena.

“Apakah kamu tidak ingat denganku?”

Max menatap wanita itu dengan tatapan bingung. “Apakah kita pernah sebelumnya? Aku sepertinya melupakannya, maafkan aku.”

Melupakanku, Dasar Brengsek. Setelah menghancurkan hidupku, kamu melupakanku? Aku akan membuatmu ingat apa yang sudah kamu lakukan padaku. Dan aku akan membalasnya berkali-kali lipat. Tekad Orlena dalam hati.

Orlena menegakkan tubuhnya. Kemudian dia mengulurkan tangannya untuk menyentuh pipi Max. Dengan lembut mengelus pipi pria itu dengan niat menggoda.

“Sayang sekali kamu melupakan pertemuan penting kita. Padahal aku sama sekali tidak bisa melupakanmu sedetik saja.” Bahkan dalam mimpi pun aku tidak bisa melupakanmu.

Ekspresi wajah Max berubah dingin. Dia mencengkram pergelangan tangan Orlena lalu melepaskan tangan wanita itu dari wajahnya.

“Bersikaplah lebih sopan, Nona. Aku datang bersama istriku. Aku tidak mau dia salah paham dengan ucapanmu.” Max melepaskan tangan Orlena dengan kasar.

Alih-alih marah, Orlena justru tersenyum mendengar ucapan Max. Kemudian dia mengambil selembar kartu namanya dari dalam tas. Kemudian menyelipkan kartu nama itu di saku jas Max bagian dada.

“Kalau begitu temui aku saat kamu sedang tidak bersama istrimu. Sampai jumpa lagi, Tampan.” Orlena mengerlingkan matanya menggoda Max sebelum akhirnya berbalik pergi. 

Max mendengus tidak percaya melihat tingkah Orlena yang begitu berani. Kemudian pria itu mengambil kartu nama yang diselipkan oleh Orlena. Terlihat di atas kartu berwarna hitam itu adalah tulisan ‘Orly’ dengan tinta emas. Tidak hanya itu bagian bawah nama itu ada sebuah nama klub malam tempat Orly bekerja. 

“Pantas saja wanita itu tidak punya malu. Tapi jika dia pernah melihatku artinya….” Max tidak melanjutkan ucapannya. Dia memasukkan kembali ke dalam saku jasnya. Setelah itu dia berjalan menuju toilet.

***

Mobil sport berwarna biru menyala berhenti di depan kediaman keluarga Wedler. Max mematikan mesin mobilnya lalu menoleh ke arah wanita yang sudah menikah dengannya selama dua tahun. 

“Apakah kamu tidak mampir dulu sebentar, Max?” Esmee menawarkan suaminya masuk ke rumah keluarganya.

Sejak awal, Max mengajukan sebuah syarat kepada Esmee sebelum mereka menikah. Syaratnya adalah Max tidak bisa tinggal bersama dengan Esmee. meskipun Max akan selalu ada jika Esmee membutuhkannya, tapi Max tidak mau tinggal bersama istrinya. Esmee tidak tahu apa alasannya. Tapi selama Max mau menjadi suaminya, wanita itu tidak mempermasalahkannya.

Max menggelengkan kepalanya. “Maafkan aku, Esmee. Tapi tidak hari ini. Besok aku ada rapat penting pagi hari. Jadi aku harus mempelajari materi rapatnya lebih dahulu.”

Esmee mengulurkan tangannya untuk menyentuh pipinya. “Kamu jangan terlalu memaksakan dirimu, Max. Aku tidak mau kamu jatuh sakit.”

Pria itu tersenyum mendengar ucapan istrinya. “Terima kasih sudah mengkhawatirkanku, Esmee. Tapi aku tidak memaksakan diri. Aku menyukai pekerjaanmu.”

Wanita itu menghela nafas berat. “Baiklah kalau begitu. Hubungi aku jika kamu sudah sampai rumah.”

Max menganggukkan kepalanya. Kemudian wanita itu melepaskan tangannya dari pipi suaminya. Setelah itu Esmee melangkah keluar dari mobil Max. Mereka saling melambaikan tangan sebelum Max mengendarai mobil itu pergi.

Dengan kecepatan tinggi, mobil yang dikendarai oleh Max berhasil mencapai basement apartemennya dalam waktu lima belas menit. Max turun dari mobil dan menekan tombol untuk mengunci mobilnya. Tiba-tiba langkah Max terhenti. Dia menyentuh dadanya yang tiba-tiba berdetak cepat. Pria tahu apa yang sedang terjadi pada tubuhnya dan hal itu membuatnya ketakutan.

“Oh, tidak. Aku harus segera masuk ke dalam apartemen. Aku harus bertahan.” 

Max berlari masuk ke dalam gedung apartemen. Setelah menekan tombol private lift, dia bergegas masuk setelah pintu terbuka. Dia merasa lega karena tidak ada orang di dalam lift. Nafasnya menjadi tidak beraturan. Dia berusaha bertahan. Sampai akhirnya pintu lift terbuka dan membawanya ke unit apartemennya. Tapi Max tidak bisa menahan dirinya lagi sehingga tubuhnya pun terjatuh di lantai tak sadarkan diri.

Namun beberapa menit kemudian mata Max kembali terbuka. Pria itu segera berdiri. Dia menunduk dan melihat suit yang dikenakannya. Dia mendengus sinis kemudian melepaskan dasi yang mencekik lehernya. Dia membuang benda itu begitu saja di lantai. Dia melakukan hal yang sama dengan jasnya. Namun sebelum tangannya melepaskan kancing kemeja, tatapan Max tertuju pada kartu nama Orly yang keluar dari saku jasnya. 

Max mengambil kartu nama itu lalu membacanya. Bibirnya menyunggingkan senyuman. “Klub Malam Rigel? Apa yang kamu lakukan dengan kartu nama ini, Max?”

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status