"Jadi kamu memang merencanakan lamaran ini saat merencanakan liburan kita?" tanya Mia saat mereka sudah kembali ke kabin mereka. Reynard menarik Mia yang baru saja selesai mandi untuk duduk di pangkuannya. "Aku memang merencanakan liburan ini untuk melamarmu. Aku sudah sangat yakin tidak ingin melepaskanmu lagi. Karena kamu adalah wanita yang dikirim Tuhan untuk menemaniku di sisa hidupku." "Bisakah kamu berhenti untuk mengatakan hal-hal yang manis? Kamu membuat pipiku memerah." Mia menyentuh pipinya yang memanas. Reynard terkekeh melihat reaksi sang kekasih. "Aku hanya mengungkapkan isi hatiku, Agape mou. Kenapa wajahmu jadi seperti kepiting rebus?" "Kamu menyebalkan, Reynard." Mia mendengus kesal. Reynard mencium bibir Mia sekilas. "Bagaimana bisa pria tampan ini menyebalkan?" "Kenarsisan-mu mengingatkanku pada tingkat kepercayaan dirimu yang tinggi saat berpikir aku memujimu." Mia terkekeh geli. "Jangan ingatkan aku tentang hal itu." Kali ini Reynard yang tampak kesal. Mia t
Reynard sudah mencarinya di seluruh resort. Namun dia belum kunjung menemukan tunangannya. Dia begitu ketakutan terjadi hal buruk pada Mia. Lalu tatapannya tertuju ke arah lautan. Dia berpikir mungkin saja Mia tidak sengaja jatuh ke lautan. Tapi segera Reynard menggelengkan kepalanya. Dia tahu hal aneh seperti itu hanya ada dalam drama-drama, tidaklah nyata.Tiba-tiba seorang pria mengenakan setelan hitam berjalan menghampirinya. Langkahnya terhenti tepat di hadapan Reynard. Mata Reynard mengamati pria itu dengan tatapan penuh tanda tanya."Apakah anda adalah Reynard Metraxis?" tanya pria itu.Reynard menganggukkan kepalanya. "Benar. Saya adalah Reynard Metraxis. Anda siapa?""Saya adalah Daniel Wade. Saya diperintahkan seseorang untuk mengantarkan anda ke suatu tempat." Pria itu memberitahu Reynard.Reynard memicingkan matanya menatap pria itu. "Siapa yang memerintahkan kamu kemari?"Pria itu tersenyum. "Saya tidak bisa memberitahu anda, Mr. Metraxis. Tapi ini berhubungan dengan tunan
Mia menatap pantulan dirinya di depan cermin besar. Wanita itu mengenakan gaun putih gading yang terlihat indah. Gaun lengan panjang itu melebar di bagian bawah pinggang. Di belakangnya ekor gaun menjuntai beberapa meter. Gaun itu terlihat begitu mewah karena brokat emas yang menghiasi seluruh gaun."Apakah ini tidak terlalu berlebihan, Mrs. Vardalos?" tanya Mia kepada calon ibu mertuanya.Zeta berdiri di samping Mia. Wanita itu menatap penampilan calon menantunya dengan tatapan kepuasan. Bibirnya tersenyum lebar tampak sangat bahagia."Tidak ada yang berlebihan, Sayangku. Kamu sangat cantik." Zeta memeluk bahu Mia meyakinkan wanita itu."Tapi aku tidak yakin tampil dengan gaun ini, Mrs. Vardalos. Aku merasa tidak pantas mengenakannya." Mia menunduk sedih.Zeta memutar tubuh Mia sehingga wanita itu menghadap ke arahnya. Wanita itu menepuk bahu Mia sehingga menatap ke arahnya."Reynard sudah memberitahuku jika kamu kesulitan untuk percaya diri, Mia. Tak seorang pun di dunia ini yang bi
Jenewa, Swiss. Juli 2009Seorang gadis berusia lima belas tahun berjalan keluar dari gerbang sekolah. Gadis bernama Orlena Müller itu menoleh ke kanan dan ke kiri. Tapi mobil sedan hitam yang biasa menjemputnya masih belum datang. Gadis yang mengenakan seragam rok kota-kotak berwarna abu-abu dan blazer merah itu menghampiri dinding pagar yang mengeliling sekolah. Menyandarkan punggungnya sembari menunggu sopirnya menjemputnya.“Orlena, kamu tidak mau pulang bersamaku?” suara itu membuat gadis dengan kulit seputih salju itu menoleh dan melihat teman satu kelasnya berdiri di depan gerbang sekolah. Orlena menggelengkan kepala sehingga rambut coklat muda yang diikat di belakang kepalanya ikut bergerak. “Tidak, Carla. Sebentar lagi aku akan dijemput.”“Kalau begitu sampai jumpa besok, Orlena.” Gadis dengan rambut hitam bergelombang itu melambaikan tangannya.Orlena membalas lambaian tangan teman sekelasnya itu. ‘Sampai jumpa besok, Carla.”Setelah itu Orlena bisa melihat Carla berjalan me
Zürich, Swiss. Mei 2022Restoran The Dolder Grand adalah salah satu restoran mewah yang ada di Zürich. Dengan pencahayaan yang sedikit remang membuat suasana restoran itu berkilauan dalam warna emas yang terlihat begitu cantik. Meja dihiasi taplak putih serta kursi beludru merah menambah kesan mewah restoran itu. Tidak heran restoran ini hanya dikunjungi oleh orang-orang dari kalangan ekonomi atas.Di salah satu bangku terlihat seorang wanita cantik mengenakan gaun mini berwarna hitam dengan tali tipis tersampir di bahu dan belah dada yang terlalu turun sehingga payudaranya yang penuh mengintip menggoda para pria yang melihatnya. Mata coklat muda milik Orlena tertuju pada seorang pria yang duduk tidak jauh darinya. Dia bisa melihat pria itu tersenyum pada wanita yang duduk di hadapannya. Meskipun raut wajahnya terkesan lembut, tapi wanita itu yakin jika pria itu adalah orang yang sama dengan laki-laki yang telah memperkosanya delapan belas tahun yang lalu. Karena tidak pernah sedetik
“Apakah kamu baik-baik saja, Nona? Apakah ada yang terluka?”Tubuh Orlena membeku di tempat saat mendengar suara yang selalu menghantuinya setiap hari. Dan saat wanita itu mendongak untuk melihat orang yang menabraknya, wajah Orlena seketika berubah pucat. Dia bisa melihat orang yang menahan dirinya adalah Maximilian Steltzer. Seketika tubuh Orlena menggigil ketakutan saat mengingat masa lalu di mana pria itu telah melakukan hal buruk padanya.“Nona, apakah kamu mendengarku? Apakah aku begitu menyakitimu sampai wajahmu pucat dan tubuhmu menggigil?” tanya Max paniik melihat reaksi Orlena.“Apakah kamu tidak ingat denganku?”Max menatap wanita itu dengan tatapan bingung. “Apakah kita pernah sebelumnya? Aku sepertinya melupakannya, maafkan aku.”Melupakanku, Dasar Brengsek. Setelah menghancurkan hidupku, kamu melupakanku? Aku akan membuatmu ingat apa yang sudah kamu lakukan padaku. Dan aku akan membalasnya berkali-kali lipat. Tekad Orlena dalam hati.Orlena menegakkan tubuhnya. Kemudian
Orlena membuka pintu rumahnya. Terlihat di wajah cantiknya tampak begitu kesal. Pasalnya Bruno tidak bisa membuatnya puas. Sehingga efek obat perangsang yang diminumnya, masih bisa dirasakannya. "Kamu sudah pulang?" Suara itu membuat Orlena mendongak. Dia bisa melihat seorang wanita berambut pirang duduk di atas sofa besar dengan laptop berada di pangkuannya. "Mau bagaimana lagi, Loody. Klienku sudah puas." Orlena mengangkat kedua bahunya. "Sepertinya dia tidak bisa memuaskanmu. Bagaimana jika aku yang memuaskanmu?"Orlena meninju perut seorang pria yang berdiri di sampingnya. Pria bernama Russel Lee itu langsung meringis sakit dan memegangi perutnya. Sedangkan Aloody yang melihatnya langsung tertawa. "Sepertinya kamu sudah bosan disini, Russel. Apakah kamu mau diusir dari sini?" Orlena melayangkan tatapannya tajam ke arah pria itu. Russel langsung menggelengkan kepalanya. "Ampun, Orlena. Aku masih mau hidup di sini. Ampuni nyawaku."Orlena menganggukkan kepalanya. "Baguslah, ka
Kamu masuk jebakanku, Max. Pria yang menjadi klien baru Orlena ada Max. Berbeda dengan pria yang ditemuinya di restoran, Orlena bisa melihat penampilan pria itu terbilang seperti preman. Dengan sepatu boots hitam, celana jeans hitam yang robek di bagian lutut, kaos hitam, jaket kulit hitam dan kacamata hitam."Wow… apakah kamu merubah penampilanmu untukku, Tampan?" Orlena pun berjalan masuk dan menghampiri Max yang duduk di sofa. Kemudian wanita itu dengan berani duduk di atas pangkuan pria itu. Melingkarkan satu lengannya di leher Max. "Jadi kamu datang kemari setelah mengantarkan istrimu pulang, Max?" Orlena mengelus pipi pria itu dengan sentuhan menggoda.Tiba-tiba pria itu menggulingkan tubuh wanita itu ke sofa lalu menindihnya. Alih-alih meringis sakit, Orlena justru tersenyum. Kedua tangannya digantung di leher Max. "Jadi kamu ingin langsung bermain, Tampan? Kalau begitu aku akan menyanggupinya.” Orlena menarik leher Max dan langsung menciumnya. Membawa pria itu ke dalam sebu