"Apa? Bagaimana? Ibundamu sudah sadar?" Kaisar yang baru tiba segera memberondong sang anak dengan banyak pertanyaan. Sedangkan George yang sedang berdiri mengamati sang ibu yang tengah diperiksa kondisinya oleh tabib masih memasang wajah kesal. "Ya. Tapi ibunda malah mencari anak pembawa sial itu," tanggap George bertambah masam. Vernon menghela napas pasrah. Isi kepalanya terasa penuh akibat semua insiden terjadi bersamaan. "Hukuman apa yang ayahanada berikan kepada selir itu?" celetuk George kembali membahas persoalan sosok yang beberapa saat lalu hampir ia amuk. "Kau tak perlu ikut campur, George, biarkan bagian kedisiplinan istana yang mengatur hukuman yang pantas untuknya," jawab Vernon dengan suara lemah. Ia duduk di pinggiran ranjang sang isteri kemudian menatap tubuh pasangannya itu dengan sayu. "Sungguh? Ayah benar-benar menghukumnya dan tidak berniat meloloskannya kan?" jawab George nampak kecewa mendengar jawaban sang ayah. "Jaga sikapmu, Putra Mahkota?!" seru san
Prakkk "Arghhh!" Jeritan kesakitan menggema ke seluruh ruangan. Seorang pria seketika terkapar begitu besi panjang itu menyabet tubuhnya. "KATAKAN YANG SEBENARNYA, DARI MANA SAJA KAU?!" Jirea, sang pelaku pemukulan itu tanpa belas kasih membuat babak belur puteranya. Beberapa saat lalu Adrian memang berhasil sampai di peraduannya sebelum Jirea datang, namun malangnya Jirea menyadari sosok Adrian yang telah kembali berkat bercak tapakan kaki yang tertinggal di depan pintu. Saat itu juga Jirea mengobrak-abrik perabotan kamar sang pangeran. "Apa kau mendadak bisu usai berjalan-jalan keluar?!" Adrian entah mengapa sedari ia dipergoki sang ibu tak mengeluarkan sepatah kata pun. Ia menolak menjawab hingga menyebabkan Jirea menyiksanya secara brutal. "Masih tidak menurut rupanya, baiklah bagaimana kalau kuhilangkan salah satu kakimu agar kau tak bisa kabur lagi?" ujar Jirea mengeluarkan senyuman iblis. Tangan Jirea bergerak menodongkan moncong besi itu pada kaki kanan pangeran. Seda
George keluar dari Pavilium Waterist usai menyelesaikan pembelajarannya dan langsung dikejutkan dengan lorong istana yang mendadak riuh. "Apa yang terjadi?" tanyanya kepada pengawal yang membuntutinya di belakang. "Izin menjawab, Yang Mulia, baru saja terjadi penangkapan Selir Agung Jirea dan sekarang telah dimasukkan ke penjara para bangsawan," jawab pengawal putera mahkota yang sedari tadi berjaga di depan pavilium. George menghentikan langkahnya. "Jadi ayah benar-benar mampu menunaikan apa yang menjadi hukuman selir itu ya?" gumamnya tersenyum sinis. "Tapi sepertinya jika hanya selir itu saja yang masuk penjara, ia akan merasa kesepian. Baiklah, karena suasana hatiku sedang baik, sepertinya ia akan senang jika kukirimkan anaknya untuk menemaninya," lanjutnya yang tiba-tiba saja terpikirkan sebuah ide yang brilian. Pandangannya segera berseri begitu menatap buku tipis yang ia bawa. Sepertinya ide picik untuk menjebloskan sang pangeran mengikuti jejak sang ibu telah ia temukan
"ADRIAN HENTIKAN JIKA KAU MASIH MEMILIKI RASA MALU!" Kedua pemuda kakak beradik itu menghentikan aksinya. Pandangn mereka terpatri pada sosok yang baru saja hadir. Dewi fortuna tak berpihak kepada Adrian begitu Vernon hadir dengan wajah murkanya. "Lepaskan tanganmu sebelum kutebas lehermu!" Cengkeraman tangan pangeran pada leher George mengendur. Hal itu dimanfaatkan George untuk mendorong agar ia tak lagi dipojokkan. Dorongan kuat George membuat Adrian terdorong kebelakang beberapa meter namun untung saja ia masih bisa menjaga keseimbangan tubuhnya. "Sebenarnya ini ada apa? Mengapa kalian semua berapi-api menyerangku?" tanya Adrian sudah lelah beberapa hari ini terus diganggu dan diciderai baik fisik maupun mentalnya. Baru kemarin ia sempat disiksa oleh ibu kandungnya hingga babak belur. Belum kering luka pada fisik Adrian, kini sang ayah dan saudara kandungnya ikut menyerangnya secara verbal. Kaisar berjalan mendekat, aura dingin dan kemarahan tentu menguar dari sosoknya.
Seorang gadis terlihat duduk tertunduk di sebuah ruangan putih dengan aroma obat yang menyeruak. Di depannya terdapat seseorang yang tengah berbaring tak sadarkan diri dengan beberapa alat medis yang menempel pada tubuhnya. "Kak, kapan kau akan terbangun? Mengapa kau sangat betah tertidur? Apa kau tidak ingin menjahiliku lagi?" gumam gadis tersebut menggenggam tangan sang kakak yang tertempel selang infus. Pertanyaan demi pertanyaan gadis itu lontarkan, namun tak kunjung juga ada sahutan. Sudut matanya tiba-tiba berair memandang wajah pucat sosok yang selalu menampilkan raut kejahilan. "Andai saja Kim lebih berani membela kakak di depan papa. Pasti semua ini tidak akan terjadi." Penyesalan yang ia lontarkan membuatnya tergugu dalam tangis. Di sela tangis, gadis itu terkejut bukan main melihat jari tangan yang tengah ia genggam bergerak. "Kak Adrian?" "Kak Adrian, bangun?!!" Gadis kecil itu spontan beranjak dari duduknya. Ia bersorak gembira melihat ada respon tubuh dari sang
Di tengah gelapnya malam, terlibat dua pemuda yang baru saja keluar dari Penjara Scarevon. Mereka nampak berjalan dengan santai namun sesekali menoleh memantau situası Pemuda bersurai hitam itu berjalan lebih cepat meninggalkan pemuda lainnya yang berpakaian Kerajaan."Hey kau mau membawaku ke mana?" tanya Adrian mulai merasa khawatır jika pemuda di depannya ini berniat buruk.Terdengar hembusan napas berat "Meskipun kau tak mengingat siapa aku, setidaknya percayalah, aku bukanlah orang jahat," jawabnya yang kesal akibat pertanyaan itu telah berulang kali Adrian utarakan"Ya, tapi kau tidak menjawab pertanyaanku. Aku di sını kehilangan ingatan jadi aku tak mau terjebak dalam tipu muslihat musuhku," tanggap Adrian dengan entengnya."Hey kenapa kau memilih jalanan seperti ini?" lanjut Adrian bertanya-tanya.Jalan yang mereka lalui berbeda dengan jalanan yang dilewati Adrian saat diseret prajurit istana. Jalan setapak dengan kanan dan kiri jalan ini dikelilingi pepohonan membuat Adrian b
Langkah cepat tunggang langgang Adrian membawanya masuk ke sebuah hutan yang begitu gelap. Beberapa saat lalu ketika ia melarikan diri dari orang misterius yang berusaha menyerangnya, yang ada dipikirannya hanyalah pergi sejauh-jauhnya maka dari itu kini ia merasa kebingungan mendapati dirinya telah pergi terlalu jauh.Meskipun ia masih terengah dan syok dengan kejadian luar biasa yang hampir saja merenggut nyawanya itu, ia berusaha sebisa mungkin tenang dan berpikir dengan kepala dingin."Sekarang aku harus apa?" bisik Adrian yang sekarang tengah bersembunyi di belakang sebuah pohon besar. Ia sesekali menoleh ke belakang memastikan tak ada musuh yang mengikutinya."Orang tadi tak apa-apa kan kutinggal sendiri?" ucapnya mendadak gusar memikirkan pemuda menyebalkan yang melindunginya.Perasaan bersalah seketika menghantuinya, ia gelisah memikirkan penolongnya yang menahan gerombolan musuh seorang diri. Meskipun ia belum bisa memastikan orang yang menolongnya itu orang baik, terbesit se
Keadaan di dalam penjara sangat mencekam. Asap yang mengepul semakin hitam di tambah dengan jeritan para tahanan membuat Adrian memandang ironis. Ternyata masih banyak tahanan yang belum diselamatkan. "Ibu ... apa kau masih bertahan?" panggil Adrian begitu sampai di sekitar sel yang ditempati Jirea. "YA! ADRIAN TOLONG IBU!!" teriak seorang wanita yang meronta di depan pintu sel. Adrian bergegas maju mendekat. "Aku akan menyelamatkanmu, bertahanlah," ujarnya berusaha mencari lubang gembok yang mengunci pintu sel. Yap! Ia memiliki kunci sel ibunya. Sebelum ia meninggalkan Zilano, Zilano memintanya untuk mengambil kunci sel yang ada di belakang pakaiannya. Itu sangat menguntungkannya karena ia tak perlu bersusah payah menghancurkan gembok yang sekeras batu itu. Keadaan penjara yang teramat gelap di tambah dengan kepulan asap yang menghalangi pandangan, membuat Adrian kesulitan mencari letak pintu sel. "Ashhhh," desis sang pangeran begitu tangannya menyentuh besi sel yang rupanya