Di tengah gelapnya malam, terlibat dua pemuda yang baru saja keluar dari Penjara Scarevon. Mereka nampak berjalan dengan santai namun sesekali menoleh memantau situası Pemuda bersurai hitam itu berjalan lebih cepat meninggalkan pemuda lainnya yang berpakaian Kerajaan."Hey kau mau membawaku ke mana?" tanya Adrian mulai merasa khawatır jika pemuda di depannya ini berniat buruk.Terdengar hembusan napas berat "Meskipun kau tak mengingat siapa aku, setidaknya percayalah, aku bukanlah orang jahat," jawabnya yang kesal akibat pertanyaan itu telah berulang kali Adrian utarakan"Ya, tapi kau tidak menjawab pertanyaanku. Aku di sını kehilangan ingatan jadi aku tak mau terjebak dalam tipu muslihat musuhku," tanggap Adrian dengan entengnya."Hey kenapa kau memilih jalanan seperti ini?" lanjut Adrian bertanya-tanya.Jalan yang mereka lalui berbeda dengan jalanan yang dilewati Adrian saat diseret prajurit istana. Jalan setapak dengan kanan dan kiri jalan ini dikelilingi pepohonan membuat Adrian b
Langkah cepat tunggang langgang Adrian membawanya masuk ke sebuah hutan yang begitu gelap. Beberapa saat lalu ketika ia melarikan diri dari orang misterius yang berusaha menyerangnya, yang ada dipikirannya hanyalah pergi sejauh-jauhnya maka dari itu kini ia merasa kebingungan mendapati dirinya telah pergi terlalu jauh.Meskipun ia masih terengah dan syok dengan kejadian luar biasa yang hampir saja merenggut nyawanya itu, ia berusaha sebisa mungkin tenang dan berpikir dengan kepala dingin."Sekarang aku harus apa?" bisik Adrian yang sekarang tengah bersembunyi di belakang sebuah pohon besar. Ia sesekali menoleh ke belakang memastikan tak ada musuh yang mengikutinya."Orang tadi tak apa-apa kan kutinggal sendiri?" ucapnya mendadak gusar memikirkan pemuda menyebalkan yang melindunginya.Perasaan bersalah seketika menghantuinya, ia gelisah memikirkan penolongnya yang menahan gerombolan musuh seorang diri. Meskipun ia belum bisa memastikan orang yang menolongnya itu orang baik, terbesit se
Keadaan di dalam penjara sangat mencekam. Asap yang mengepul semakin hitam di tambah dengan jeritan para tahanan membuat Adrian memandang ironis. Ternyata masih banyak tahanan yang belum diselamatkan. "Ibu ... apa kau masih bertahan?" panggil Adrian begitu sampai di sekitar sel yang ditempati Jirea. "YA! ADRIAN TOLONG IBU!!" teriak seorang wanita yang meronta di depan pintu sel. Adrian bergegas maju mendekat. "Aku akan menyelamatkanmu, bertahanlah," ujarnya berusaha mencari lubang gembok yang mengunci pintu sel. Yap! Ia memiliki kunci sel ibunya. Sebelum ia meninggalkan Zilano, Zilano memintanya untuk mengambil kunci sel yang ada di belakang pakaiannya. Itu sangat menguntungkannya karena ia tak perlu bersusah payah menghancurkan gembok yang sekeras batu itu. Keadaan penjara yang teramat gelap di tambah dengan kepulan asap yang menghalangi pandangan, membuat Adrian kesulitan mencari letak pintu sel. "Ashhhh," desis sang pangeran begitu tangannya menyentuh besi sel yang rupanya
Seorang gadis dengan paperbag coklat di tangan kanannya baru saja memasuki pintu sebuah ruangan. Ia terlihat senang sekaligus antusias memeluk paperbag yang ia bawa."Halo, Kak Adrian! Kim kembali .... " ucapnya dengan wajah kegirangan.Raut wajahnya tak bisa dibohongi jika hari ini harinya sedang berjalan baik. "Kak, Kim mau cerita deh. Hari ini Kim lagi ketiban durian runtuh tau!" jelasnya dengan kebahagiaan yang meletup-letup.Gadis berambut lurus itu mengambil paperbag dan mengeluarkan isinya. "Lihat, Kak, akhirnya Kim bisa mendapatkan novel impianmu, Kak!"Sebuah buku berjudul 'Ksatria Perebut Tahta' dengan girangnya ia angkat tinggi-tinggi. "Sebenarnya Kim masih bingung dengan ending cerita ini terlalu plottwist dan mengada-ada. Bagaimana bisa karakter utama justru menududuki peran antagonis. Bukankah itu tidak menarik sama sekali. Tapi aneh sih mengapa novel ini langka, Kak?" celoteh Kim sembari memainkan tiap lembar buku dengan jarinya.Helanaan napas terdengar. "Bangunlah,
"Apa yang terjadi, Paman?" tanya pangeran begitu Terrson telah menapaki teras. "Bukakan pintu itu terlebih dahulu, Pangeran," ujar Terrson jelas dengan suara penuh kepanikan. Adrian tak berbicara lagi, ia segera membukakan pintu dan mempersilakan masuk. Adrian juga segera memanggil Andrew agar Zilano bisa segera di tangani. Jirea yang tadinya tengah tertidur terperanjat penuh keterkejutan begitu pintu dibuka dengan kasar. "Hey! Bisakah kalian tidak berisik!!" teriak Jirea murka. Murka Jirea nyatanya tidak digubris sama sekali. Andrew segera fokus menangani pasiennya sedangkan Terrson sibuk dicecar pertanyaan oleh Adrian. "Situasi sedang genting, Pangeran, maafkan aku tidak bisa menjelaskan sekarang. Aku harus segera menghadap Yang Mulia Kaisar," jawab Terrson yang memng terlihat berburu-buru. "Aku titipkan Zilan kepadamu," lanjut Terrson menepuk pundak sang pangeran. Ia kemudian membungkuk hormat dan kembali keluar ruangan untuk melaporkan situasi. Adrian menatap Zilano yang n
"Panglima Agung Roger Widelson memberi salam kepada Yang Mulia Kaisar." Roger berlutut menghormat sesampainya ia di depan singgahsana Vernon. Wajah Sang Kaisar yang sedari tadi terlihat tak tenang berubah drastis begitu melihat utusannya. "Saya ingin melaporkan situasi yang menimpa Penjara Scarevon, Yang Mulia," lanjut Roger mengangkat wajahnya menatap kaisarnya. Sang kaisar dengan berusaha santai menjawab, "cepat laporkan." "Dugaan atas pemberontakan benar, Yang Mulia. Insiden penyerangan penjara adalah bentuk pemberontakan dari Kerajaan Muez." Mendengar sepenggal jawaban bawahannya itu, sang kaisar kontan murka. "KURANG AJAR! Ternyata William Muez memang ingin mengibarkan bendera perang kepadaku?!" seru Vernon keras. Urat pelipisnya menonjol dan rahangnya mengeras pertanda amarahnya sudah menggebu-gebu. "Lantas apa tujuannya menyerang penjara?" Keheningan seketika tercipta. Roger terus tertunduk dengan menggigit bibir bawahnya takut. Nyalinya yang tadinya menggebu mendadak
Seorang wanita tengah gusar dalam diamnya. Matanya tak henti-hentinya melirik kearah pintu kediamannya. Raut khawatir bercampur kesal nampak jelas pada wajahnya.Ceklek ...Begitu terdengar seseorang membuka pintu, ia menoleh cepat. Namun raut wajahnya nampak kecewa melihat sosok yang baru saja tiba."Ada apa, Ibunda?"Sang ibu kembali tertunduk lesuh. "Adrian lagi?" lanjut George sudah muak melihat ibunya yang terus mengkhawatirkan saudara tirinya itu."Belum ada kabar juga ya, Nak?" tanya Audreya dengan suara lemah.George menghela napas berat sembari duduk di samping ranjang sang ibu. "Sudahlah, Ibunda, tak perlu cemas seperti ini."Tak ada respon dari sang ibu membuat George dilanda kekesalan yang teramat. Ia kembali berdiri menatap ibunya kesal."Ada apa dengan kalian ini? Sebenarnya anak kalian itu siapa sih aku atau Adrian?!" ketus George marah.Audreya menggengam tangan sang putera kemudian mengelusnya dengan penuh kasih sayang. "Nak, kamu tidak boleh seperti itu. Ibunda dan
"Pangeran Adrian, anda baik-baik saja?" Sang empu segera menoleh kepada sosok bersuara pria yang tiba-tiba hadir di belakangnya. Ia sempat mengernyit heran melihat sesosok pria berumur yang masih bertubuh kekar. "Itu ayahku, Pangeran, Perdana Menteri Parveen Aaron," sahut Zilano yang cepat tanggap melihat Adrian nampak kebingungan. Adrian lantas terkejut begitu menyadari sosok di depannya ini adalah perdana menteri. "Ooh ya, salam kenal, Paman Perdana Menteri Parveen," sapa Adrian lantas mengulurkan tangan hendak berjabat tangan. Sang perdana menteri nampak terkejut sekaligus kebingungan dengan apa yang sang pangeran lakukan. "Apa yang kau lakukan, Pangeran?" tegur Zilan yang memang tipe orang yang senang berterus terang. Adrian yang menyadari tingkah bodohnya segera tersadar. Ia kembali menarik tangannya dan bertepuk tangan canggung. Sungguh kekonyolan yang tak biasa. "Salam, Pangeran Adrian, maafkan saya yang tidak memperkenalkan diri terlebih dahulu," ujar Parveen la