Seorang gadis dengan paperbag coklat di tangan kanannya baru saja memasuki pintu sebuah ruangan. Ia terlihat senang sekaligus antusias memeluk paperbag yang ia bawa."Halo, Kak Adrian! Kim kembali .... " ucapnya dengan wajah kegirangan.Raut wajahnya tak bisa dibohongi jika hari ini harinya sedang berjalan baik. "Kak, Kim mau cerita deh. Hari ini Kim lagi ketiban durian runtuh tau!" jelasnya dengan kebahagiaan yang meletup-letup.Gadis berambut lurus itu mengambil paperbag dan mengeluarkan isinya. "Lihat, Kak, akhirnya Kim bisa mendapatkan novel impianmu, Kak!"Sebuah buku berjudul 'Ksatria Perebut Tahta' dengan girangnya ia angkat tinggi-tinggi. "Sebenarnya Kim masih bingung dengan ending cerita ini terlalu plottwist dan mengada-ada. Bagaimana bisa karakter utama justru menududuki peran antagonis. Bukankah itu tidak menarik sama sekali. Tapi aneh sih mengapa novel ini langka, Kak?" celoteh Kim sembari memainkan tiap lembar buku dengan jarinya.Helanaan napas terdengar. "Bangunlah,
"Apa yang terjadi, Paman?" tanya pangeran begitu Terrson telah menapaki teras. "Bukakan pintu itu terlebih dahulu, Pangeran," ujar Terrson jelas dengan suara penuh kepanikan. Adrian tak berbicara lagi, ia segera membukakan pintu dan mempersilakan masuk. Adrian juga segera memanggil Andrew agar Zilano bisa segera di tangani. Jirea yang tadinya tengah tertidur terperanjat penuh keterkejutan begitu pintu dibuka dengan kasar. "Hey! Bisakah kalian tidak berisik!!" teriak Jirea murka. Murka Jirea nyatanya tidak digubris sama sekali. Andrew segera fokus menangani pasiennya sedangkan Terrson sibuk dicecar pertanyaan oleh Adrian. "Situasi sedang genting, Pangeran, maafkan aku tidak bisa menjelaskan sekarang. Aku harus segera menghadap Yang Mulia Kaisar," jawab Terrson yang memng terlihat berburu-buru. "Aku titipkan Zilan kepadamu," lanjut Terrson menepuk pundak sang pangeran. Ia kemudian membungkuk hormat dan kembali keluar ruangan untuk melaporkan situasi. Adrian menatap Zilano yang n
"Panglima Agung Roger Widelson memberi salam kepada Yang Mulia Kaisar." Roger berlutut menghormat sesampainya ia di depan singgahsana Vernon. Wajah Sang Kaisar yang sedari tadi terlihat tak tenang berubah drastis begitu melihat utusannya. "Saya ingin melaporkan situasi yang menimpa Penjara Scarevon, Yang Mulia," lanjut Roger mengangkat wajahnya menatap kaisarnya. Sang kaisar dengan berusaha santai menjawab, "cepat laporkan." "Dugaan atas pemberontakan benar, Yang Mulia. Insiden penyerangan penjara adalah bentuk pemberontakan dari Kerajaan Muez." Mendengar sepenggal jawaban bawahannya itu, sang kaisar kontan murka. "KURANG AJAR! Ternyata William Muez memang ingin mengibarkan bendera perang kepadaku?!" seru Vernon keras. Urat pelipisnya menonjol dan rahangnya mengeras pertanda amarahnya sudah menggebu-gebu. "Lantas apa tujuannya menyerang penjara?" Keheningan seketika tercipta. Roger terus tertunduk dengan menggigit bibir bawahnya takut. Nyalinya yang tadinya menggebu mendadak
Seorang wanita tengah gusar dalam diamnya. Matanya tak henti-hentinya melirik kearah pintu kediamannya. Raut khawatir bercampur kesal nampak jelas pada wajahnya.Ceklek ...Begitu terdengar seseorang membuka pintu, ia menoleh cepat. Namun raut wajahnya nampak kecewa melihat sosok yang baru saja tiba."Ada apa, Ibunda?"Sang ibu kembali tertunduk lesuh. "Adrian lagi?" lanjut George sudah muak melihat ibunya yang terus mengkhawatirkan saudara tirinya itu."Belum ada kabar juga ya, Nak?" tanya Audreya dengan suara lemah.George menghela napas berat sembari duduk di samping ranjang sang ibu. "Sudahlah, Ibunda, tak perlu cemas seperti ini."Tak ada respon dari sang ibu membuat George dilanda kekesalan yang teramat. Ia kembali berdiri menatap ibunya kesal."Ada apa dengan kalian ini? Sebenarnya anak kalian itu siapa sih aku atau Adrian?!" ketus George marah.Audreya menggengam tangan sang putera kemudian mengelusnya dengan penuh kasih sayang. "Nak, kamu tidak boleh seperti itu. Ibunda dan
"Pangeran Adrian, anda baik-baik saja?" Sang empu segera menoleh kepada sosok bersuara pria yang tiba-tiba hadir di belakangnya. Ia sempat mengernyit heran melihat sesosok pria berumur yang masih bertubuh kekar. "Itu ayahku, Pangeran, Perdana Menteri Parveen Aaron," sahut Zilano yang cepat tanggap melihat Adrian nampak kebingungan. Adrian lantas terkejut begitu menyadari sosok di depannya ini adalah perdana menteri. "Ooh ya, salam kenal, Paman Perdana Menteri Parveen," sapa Adrian lantas mengulurkan tangan hendak berjabat tangan. Sang perdana menteri nampak terkejut sekaligus kebingungan dengan apa yang sang pangeran lakukan. "Apa yang kau lakukan, Pangeran?" tegur Zilan yang memang tipe orang yang senang berterus terang. Adrian yang menyadari tingkah bodohnya segera tersadar. Ia kembali menarik tangannya dan bertepuk tangan canggung. Sungguh kekonyolan yang tak biasa. "Salam, Pangeran Adrian, maafkan saya yang tidak memperkenalkan diri terlebih dahulu," ujar Parveen la
~~~~~"Adrian ... jangan lari kau!" teriak seorang bocah bersurai hitam memanggil seorang bocah lainnya yang telah berlari lebih dahulu.Sosok bocah bernama Adrian itu jatuh terduduk usai kakinya tersandung sebuah batu. Ia terjerembab hingga membuat lututnya terluka."Apa kubilang jangan lari seperti itu!" tegur bocah berusia 6 tahun yang tadi tertinggal di belakang. Ia langsung menghampiri saudaranya yang menangis kesakitan.Netra biru laut itu saling menatap lama kemudian salah satu netra menakjubkan itu kembali berinang air mata. "Maafkan aku, George," mohonnya dengan terisak.Bocah bernama George itu lantas ikut berjongkok. Naluri saudara membuatnya ikut iba melihat saudara tirinya itu terluka. "Apa ini sakit?" tanya bocah kecil nan polos itu menepuk debu di sekitar luka yang tercetak pada lutut Adrian.Adrian tanpa ragu mengangguk cepat. George bergegeas membantu saudaranya itu bangkit. Ia memapah Adrian membawanya ke sebuah kursi kayu di bawah pohon yang rindang."Tunggu di sin
Adrian mengucek matanya berulang kali memastikan apa yang ia lihat tidaklah salah."Kau tidak salah, Kak, aku jiwa Pangeran Adrian."Mendengar hal itu Adrian terkejut bukan main. Ia mendadak mundur menjauh rasanya seperti masih berada di alam mimpi."Kau jiwa tubuh ini? Apa yang kau lakukan? Apa kau akan ... "Ucapan Adrian menggantung menatap sang pangeran waspada.Wajah ramah jiwa Pangeran Adrian tak berubah sedikitpun. Ia justru terlihat tersenyum tulus. "Malam nanti selamatkan Permaisuri Audreya jika kau ingin mengubah takdirku."Ekspresi wajah Adrian berubah cengo. Ia masih tak paham mengapa jiwa dari tubuh yang ia tempati justru hadir menyapanya. "Apa maksudmu? Kau ingin menempati tubuh ini kembali? Silahkan ambil alih, aku ingin kembali ke tubuh asalku," ujar Adrian mendekat kepada jiwa pangeran yang di sekeliling tubuhnya dilingkupi cahaya.Pangeran Adrian terlihat menggeleng. "Takdir kita telah ditukar. Tak ada pilihan lain, jika kau tak ingin berakhir tragis lakukanlah hal
CHAPTER 01 Seorang gadis berambut ikal tengah terfokus kepada laptop yang ada di pangkuannya. Jarinya menari-nari di atas keyboard dengan lihai. Matanya nampak terkunci pada layar menyala itu dengan bibir ranum yang bergerak mendikte tiap kalimat yang ia ketik. Dari arah belakang sang gadis, terlihat seorang pemuda berdiri menyipitkan matanya manatap lurus ke depan. “Hayalan tingkat dewa apa yang akan kau tulis kali ini, Kim?” Ucapan spontan itu membuat sang gadis berjengit terkejut. Gadis yang tengah berkutat dengan laptopnya itu menoleh cepat.“Ya Tuhan! Kakak tak bisakah untuk tak mengejutkanku sehari saja?” pekik Kim segera mengelus dadanya yang berdegup cepat. Pria berpakaian kemeja itu mengendikkan bahunya acuh. Ia tak menjawab malah kembali sibuk membenarkan lengan kemejanya yang kusut. “Mau kemana?” “Kau seharusnya sudah tau, Kim, apalagi yang bisa aku lakukan selain mencari pekerjaan?!” sungut laki-laki itu menggendong tasnya pada bahu kanannya. Ekor matanya mencoba m