"Ada apa ini? Apa yang sudah terjadi kepada putraku?" tanya Radeya panik kepada dokter dan suster yang merawat Devan.
Pria paruh baya itu bergegas ke rumah sakit bersama Aluna setelah mendapat kabar kesehatan Devan memburuk."Tuan, saya sudah memperingatkan Anda untuk berhati-hati dan tidak membuat putra Anda merasa setres sedikit pun. Itu akan sangat membahayakan kondisi kesehatannya. Devan mengalami kecelakaan dan juga koma selama dua tahun, dia bisa bangun saat ini karena sebuah mukjizat Tuhan. Kepalanya mengalami benturan yang sangat kuat, beruntung Devan tidak hilang ingatan. Namun, meski pun begitu kita harus tetap menjaga kesehatannya dengan baik. Stress sedikit saja akan membuat jaringan otaknya terganggu dan itu sangat berbahaya," jelas dokter pria bername tag Anto kepada Radeya dan Aluna."Stress? Memangnya apa yang baru saja terjadi kepada kak Devan sehingga membuat dia jadi seperti ini?" tanya Aluna penasaran.Di atas rDiam-diam Devan mengepalkan kedua tangannya. Rahangnya mengeras merasakan kekesalan atas perubahan sikap sang istri yang sangat dicintainya."Apa waktu juga telah merubah perasaanmu kepadaku?" tanya Devan setelah beberapa saat terdiam.Anggita bergeming. Dia bingung harus menjawab bagaimana kepada Devan mengenai perasaannya saat ini.Jujur saja, dia sangat bahagia melihat Devan kembali. Namun, entah kenapa Anggita merasa separuh hatinya terasa kosong saat bersamanya.Devan semakin tak senang atas diamnya Anggita. Ia semakin meyakini bahwa istrinya itu benar-benar sudah tak memiliki perasaan apa pun kepadanya lagi.Sesuatu seperti sedang mengiris-iris hatinya, sehingga terasa begitu perih dan juga sakit.Satu-satunya alasan ia bertahan dari kematian adalah ingin selalu bersama Anggita. Namun, saat ia sadar dari koma, yang didapat sang istri telah berpaling ke lain hati.Devan menghela napas pan
Anggita duduk terdiam seorang diri di taman di bawah cahaya lampu yang temaram. Hatinya sangat kacau memikirkan hubungannya dengan Devan dan juga Mahesa.Rasanya saat ini ia sudah menjadi wanita yang sangat buruk. Ia telah menyakiti hati dua pria yang sangat baik kepadanya.Anggita menghela napas panjang yang begitu menyesakkan dadanya hingga beberapa kali. Pandangannya tertunduk melihat tanah yang dipijakinya."Tuhan ... kenapa semuanya jadi seperti ini? Apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku sudah menjadi wanita yang sangat buruk dengan hadir di antara Mahesa dan Devan," keluh Anggita lirih.Dia kembali menghela napas panjang dan mengembuskannya dengan kasar. Merasa frustrasi dengan keadaannya.Sebuah getaran disertai dering yang cukup lama menyadarkan Anggita dari lamunannya. Dia merogoh ponsel di dalam tasnya.Sederet angka yang ia kenal terpampang jelas di layar ponselnya. Dia langsung menggeser ico
"Lama kita tidak bertemu. Apa kamu baik-baik saja?" tanya seorang pria paruh baya kepada Laras.Siang ini Laras sedang berada di sebuah kafe ternama. Ia sengaja datang untuk bertemu dengan teman lamanya yang tempo hari membatalkan pertemuan secara sepihak."Aku baik-baik saja seperti yang kamu lihat sekarang. Hanya saja, hatiku yang merasa tersiksa karena selalu dirundung rasa rindu kepada putraku," sahut Laras dengan nada suara bergetar menahan tangis."Maafkan aku. Aku pikir aku benar-benar menemukan putramu, tetapi ternyata dia hanya seseorang yang mencoba ingin menipuku dengan berpura-pura menjadi putramu," sahut pria paruh baya itu kepada Laras."Sayang sekali. Padahal aku sudah sangat berharap bisa bertemu dengan putraku," tutur Laras lirih. "Tapi, dari mana kamu bisa tahu kalau dia seorang penipu?" tanyanya merasa penasaran.Pria paruh baya itu terdiam selama beberapa detik. Dia telah berjanji kepada Radeya tida
Mahesa baru saja sampai di sebuah kafe ternama. Dia bergegas turun dan berjalan memasuki kafe itu.Pandangannya menyisir seluruh ruangan, mencari sosok seseorang yang hendak ia temui.Begitu matanya menangkap siluet yang diduga orang yang sedang menunggunya, Mahesa langsung berjalan menghampiri.Ragu-ragu ia memberanikan diri untuk menyapanya duluan takut salah orang."Maaf, apa betul Anda ini Pak Gunawan?" tanya Mahesa.Pria paruh baya yang sedang duduk di meja paling pojok dekat jendela kafe itu menoleh ke arah Mahesa. Dia beranjak dari tempat duduknya, lantas menatap wajah Mahesa dengan seksama."Ya, betul. Maaf, Anda ini ...." Gunawan sengaja tidak melanjutkan perkataannya."Oh, syukurlah saya tidak salah orang," sahut Mahesa sambil mengembangkan senyumnya. "Saya Mahesa, orang yang tadi bicara di telepon dengan Anda."Mahesa mengulurkan tangannya mengajak bersalaman. Pria paru
Gunawan menatap ke arah Mahesa dan Laras secara bergantian. Kedua sudut bibirnya tertarik ke atas membentuk sebuah senyum.Tak menyangka bahwa dunia ini sangat sempit. Dua orang yang saling mencari dan merindukan satu sama lain, ternyata mereka berada dalam satu lingkungan yang sama dan saling mengenal satu sama lain, tetapi mereka tidak menyadarinya."Kalian sudah saling mengenal?" tanya Gunawan."Ya, kami saling mengenal. Mahesa ini pernah jadi instruktur saat aku masih dalam penjara," sahut Laras."Benarkah?" tanya Gunawan tak percaya sambil menatap wajah Mahesa meminta sebuah penjelasan."Ya, awal pertama kami bertemu saat aku menjadi instruktur di kantor polisi. Bu Laras ini sudah seperti ibuku sendiri selama ini," sahut Mahesa.Pria paruh baya itu mengangguk-anggukkan kepalanya. Hubungan darah memang lebih kental dari pada air. Meski mereka sudah berpisah selama puluhan tahun dan tidak bisa mengenali
"Apa?! Jadi Mahesa sudah mengetahui bahwa Laras adalah ibu kandungnya?"Radeya menggeram marah ketika asistennya memberi tahu bahwa Gunawan sudah mempertemukan mahesa dengan Laras.Pria paruh baya itu menghela napas panjang. Mengepalkan kedua tangannya dengan erat di atas meja."Iya, Tuan. Maafkan saya karena tidak bisa mencegah Tuan Gunawan," ucap sang asisten sembari tertunduk tak berani menatap atasannya.Radeya mendesahkan napas kasar di udara. Ia tak bisa mengubah takdir pertemuan ibu dan anak itu sekarang.Namun, ia tidak akan membiarkan mereka mengganggu semua yang telah ia capai selama ini.Otak pria paruh baya itu berpiutar memikirkan sebuah trik untuk bisa mencegah agar ia bisa menyingkirkan mahesa dari perusahaannya sebelum pemuda itu mengetahui rahasia yang disembunyikannya selama ini.Sebuah dering ponsel disertai getaran beradu dengan kaca meja sehingga menghasilkan bunyi yang cu
Di rumah sakit, Devan mencabut paksa jarum infus di tangannya. Meski keadaannya belum benar-benar pulih, pria itu memaksa untuk pulang ke rumah.Dia merasa sudah tidak bisa tinggal terlalu lama di rumah sakit dan menyusahkan banyak orang. Devan ingin memulai kehidupan baru. Ingin menata kembali kehidupan yang sempat ia tinggalkan selama dua tahun."Tuan Devan, saya tidak bisa mengizinkan Anda keluar dari rumah sakit karena Anda masih membutuhkan perawatan," ucap dokter berusaha mencegah tindakan Devan yang memaksa ingin pulang."Aku tidak butuh dirawat di rumah sakit. Aku ingin segera pulang ke rumah dan melakukan semua tugasku!" tegas Devan kukuh dengan pendiriannya.Dokter yang menangani Devan itu menghela napas kasar. Ia baru saja menghubungi keluarga Devan agar segera datang ke rumah sakit untuk membujuk agar pasiennya itu tidak jadi ke luar.Kondisi Devan belum stabil. Jika pria itu memaksakan diri maka tidak menutup kemungkinan akan membuat p
Anggita sedang menata toko rotinya ketika Devan datang menghampiri. Entah dari mata pria itu tahu tempat tinggalnya saat ini. Yang pasti, Anggita merasa sedikit terkejut akan kehadiran pria yang masih berstatus suaminya itu."Mas Devan?" gumam Anggita terkejut. "Mas sedang apa ada di sini? Bukannya seharusnya Mas masih di rumah sakit sekarang?" tanya Anggita penasaran.Bibit tebal dan pucat itu tersenyum tipis. Iris berwana hitam pekat itu menatap teduh bola mata Anggita tak berkedip."Mas merindukanmu. Mas memaksa dokter untuk mengizinkan Mas pulang," ujar Devan menjelaskan.Mulut Anggita terbuka tak bisa menahan keterkejutannya. Ia tahu kondisi Devan belum benar-benar stabil dan butuh perawatan dari ahlinya. Tapi pria itu mengacuhkan keselamatannya sendiri dengan alasan yang sungguh diluar dugaan. Devan merindukannya.Anggita melangkah untuk mendekati Devan. Kedua tangannya mencengkram kedua tangan Devan pelan."Mas masih sakit. Lihatlah!