Share

Bab 2

Hujan deras mengguyur tubuh Albert dan Karin yang duduk bersimpuh tak berdaya di aspal yang hitam. Lima orang preman dengan tubuh tegap berjalan maju, satu orang di antaranya memakai payung berwarna merah marun. Pria berpayung itu tersenyum licik dan puas melihat tubuh ayah Karin tumbang.

"Tidak ada yang bisa melawanku, Karin. Harusnya ayahmu tahu itu," ucapnya setengah berteriak untuk melawan suara derasnya hujan. "Jika sejak awal ayahmu setuju menyerahkanmu padaku, dia tidak akan mati sia-sia."

Karin tetap menangis keras, pasrah melihat tubuh ayahnya semakin lama semakin kehabisan darah.

"Sekarang kau milikku," Pria berpayung itu menyuruh empat orang lainnya untuk maju membawa Karin.

Ketika Karin berteriak melawan, tiba-tiba seekor anjing hitam besar menghampiri mereka. Anjing itu menggeram, menunjukkan deretan gigi tajamnya yang berselimut air liur yang banyak. Matanya yang hitam legam, perlahan-lahan mendekati kawanan preman itu. Para preman itu mengambil sikap siaga, beberapa menodongkan pistol berharap si anjing ketakutan. Namun nihil. Anjing itu tetap berjalan maju tak gentar.

Karin tak ingin melihat anjing menyeramkan itu, dia hanya ingin memeluk tubuh sang ayah yang kesadarannya telah hilang. Di lain sisi keempat preman itu berusaha membentak si anjing itu segera pergi, namun anjing itu malah kian mendekat sambil tak henti menggeram. Si pria berpayung yang semula sangat berambisi membawa Karin, mengamati anjing hitam itu dengan seksama hingga dia menemukan sebuah kalung yang ada di leher si anjing. Kalung itu berinisial huruf K. Setelah melihatnya, ekspresi si pria berpayung berubah ketakutan bahkan dia melempar payungnya dan lari terbirit-birit disusul para anak buahnya.

Kelima pria jahat itu sudah pergi, dan si anjing mendekati Karin yang masih terisak-isak di samping tubuh mati ayahnya. Karin memalingkan pandangan pada anjing itu, dia mengamati sorot mata si anjing yang bewarna hitam legam.

* * *

"Ibu ini apa?" Karin menunjukkan foto tato di lehernya yang Elsa ambil tadi siang. Laksita yang semula hanya berbaring malas di ranjangnya beranjak bangun. Dia amati foto itu detil kemudian menyuruh Karin menyibakkan rambutnya.

Laksita meraba tato kecil itu, mengamatinya lebih dekat. Semenjak kepergian Albert dia memang lebih banyak diam dan seakan tak memiliki semangat untuk hidup. Dia bahkan semakin jarang berbicara atau sekedar saling pandang dengan anak semata wayangnya, Karin. Saat melihat Karin, Laksita semakin ingat dengan Albert serta ucapan Katon di hari pertama Karin dilahirkan.

"Ini inisial namamu. Ibu dan Ayah mengukirnya dulu," Laksita tersenyum pahit. Bukan. Dia sangat tahu itu inisial Katon, bukan Karin. Itu adalah tanda bahwa Karin adalah milik Katon sehingga tidak ada bangsawan iblis lain yang boleh mengincarnya.

"Kenapa baru muncul sekarang?" tanya Karin curiga.

Laksita kembali terdiam. Seberapa lama dia dan Albert berusaha menutupi, tapi Karin tentu mempunya insting yang kuat. Pasti anak gadisnya itu bisa merasakan sesuatu yang ganjil di dalam keluarganya.

"Oh ya? Kamu aja yang baru tahu, Rin."

"Nggak, Elsa bilang juga gitu."

"Lebih baik kamu segera ganti baju dan tidur," Laksita menyudahi pembicaraan dan secara halus menyuruh Karin keluar dari kamarnya.

Karin tidak pernah menanggapi perubahan sikap Laksita padanya setelah sang ayah meninggal. Laksita berhenti memasak, bekerja bahkan untuk sekedar keluar rumah pun ibunya itu juga enggan melakukannya. Karin mau tak mau menghidupi dirinya sendiri dengan memasak serta mengambil kerja sambilan sepulang sekolah.

* * *

"Gue masih ngantuk Rin!" keluh Elsa di seberang telepon.

"Please temenin gue, El. Lo tahu kan tempat itu bikin gue trauma? Tapi gue harus ketemu sama anjing itu."

"Kenapa? Kenapa harus ketemu anjing sih."

"Gue bakal jelasin semuanya kalo lo mau nemenin gue."

"Oke deh, oke," Akhirnya Elsa mengalah. "Tapi bukannya lo kerja hari ini?"

"Gue udah ijin," jawab Karin cepat. "Gue tahu ada yang nggak beres dan gue tahu ibu bohong. Gue harus cari tahu kebenarannya."

"Gue bakal jemput lo 5 menit lagi," Klik. Karin menutup telepon kemudian bergegas ganti baju dan merapikan diri.

Saat hari Sabtu dan Minggu Karin memilih mengambil pekerjaan full time di Ann Cafe tempatnya bekerja part time. Namun khusus hari ini dia telah meminta ijin kepada manajer kafe untuk tidak masuk kerja, karena dia ingin menelusuri tempat itu dari pagi. Karin berjalan cepat menuju apartemen Elsa yang berjarak tak jauh dari rumahnya.

"Ayo gue udah siap," Elsa menggerutu dengan mata masih setengah terpejam. Hari ini hari Sabtu dan ini masih jam 6, namun Karin sudah bersemangat merecoki hari libur Elsa.

Karin dan Elsa berjalan beriringan menuju tempat dimana ayah Karin tertembak mati oleh pria jahat yang dia ketahui bernama Bondan. Pria itu adalah seorang rentenir yang sangat mengincar Karin dan ingin menjadikan Karin istri ketiganya. Namun ayah Karin, Albert menentang keras hal tersebut dan berujung kematian. Bondan berhasil lolos dari polisi, karena tidak ada yang cukup berani menjadi saksi untuk membantu keluarga Karin.

"Lo nggak takut ketemu premannya Bondan?" tanya Elsa was-was.

Karin menggeleng mantap, "Mereka nggak akan berani ganggu gue lagi."

"Kenapa?"

"Kita cari jawabannya kalo udah ketemu anjing itu."

Elsa mendengus kesal, "Sebenarnya anjing siapa sih dia? Apa dia semacam malaikat pelindung lo?"

Karin hanya mengangkat bahu, karena dia sendiri juga tidak tahu jawabannya. Setelah mereka sampai di lokasi, pandangan Karin mengitari sekeliling berharap dia bisa menemukan anjing itu. Sementara Elsa hanya berdiri di samping Karin dengan bibir menggerutu karena dia merasa sikap Karin terlalu aneh pagi ini.

"Ketemu nggak?" tanya Elsa tak sabar.

"Kemarin anjing itu datang dari arah sini," Jari telunjuk Karin mengarah pada sebuah toko yang sedang tutup. Di depan toko itu terdapat tulisan For Rent, yang berarti memang toko itu telah kosong. Karin mendekat dan mengamati bagian depan toko, berharap dia menemukan petunjuk.

"Mungkin anjing itu milik orang yang ada di toko ini." gumam Karin.

"Biasanya orang bakal ngasih nomor telepon, tapi ini nggak." Elsa menunjuk pada kertas bertuliskan For Rent yang ditempel tepat di tengah pintu harmonika toko itu.

"Karin Nevada ... " panggil seseorang di belakang Karin. Spontan Karin dan Elsa memutar tubuh dengan cepat dan mendapati sosok Bondan beserta dua anak buahnya. Bondan menyeringai, tampak senang melihat Karin.

"Kau merindukanku ya? Makanya kau datang ke sini," seloroh Bondan penuh percaya diri.

Karin dengan cepat membuang ludahnya. Dia teramat sangat membenci Bondan hingga rasanya dia ingin mencabik pria itu. Melihat reaksi Karin, bukannya marah Bondan malah makin menyeringai.

"Kamu sekarang berlagak ya, mentang-mentang Tuan akan menikahimu.," ucap Bondan, yang untuk beberapa detik ke depan sukses membuat Karin dan Elsa terkejut bukan main.

"MENIKAH?!" seru Elsa tak dapat menahan rasa terkejutnya.

Seringai Bondan berubah menjadi endusan kesal. Dia melangkah maju sedikit, mengecilkan volume suaranya.

"Maafkan aku, Karin. Kumohon jangan bunuh aku! Jangan adukan aku ke Tuan!" Bondan tiba-tiba saja berlutut di depan Karin, menelungkupkan tangan memohon belas kasihan. Karin sama sekali tidak paham dan refleks menepis tangan Bondan yang memegangi kakinya.

"Apa maksudmu?" Karin membentak Bondan untuk segera menjauh darinya.

Bondan yang semula ketakutan langsung terdiam setelah melihat reaksi Karin. Dia sudah bisa menebak jika Karin sama sekali belum tahu soal Katon yang akan menikahinya.

"Ayahmu tidak memberitahumu?"

"Memberitahu apa?" tanya Karin kesal.

"Soal Tuan...." Bondan memutus ucapannya sendiri, dengan kepala menoleh ke kanan dan ke kiri untuk memastikan situasi aman. Tiba-tiba dia menyeringai, "Sebentar lagi dia akan datang menjemputmu."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status