Share

Masalah Parfum

"Ah tunggu... Jangan di ruangan saya, kita bicara di balkon saja." ucap Revan selanjutnya mengingat bahwa Valeria masih ada di sana.

"Baik Pak, saya akan pergi menuju balkon sekarang."

Revan segera keluar dari ruangannya, Valeria yang melihat Revan hendak bergegas segera bangkit berdiri, "Pak, Anda mau kemana?"

"Ada yang harus saya lakukan, kamu di sini saja."

Meski merasa bingung dengan tindakan Revan, Valeria akhirnya mengangguk lalu duduk kembali di kursinya. Revan segera bergegas menuju balkon, ia harus tahu apakah Valeria dan wanita itu adalah orang yang sama atau bukan.

Erik sudah menunggu di sana, ia menundukkan wajahnya saat melihat kedatangan Revan.

"Bagaimana hasil pencarian kamu tentang wanita itu, Erik?"

Erik terlihat mengerutkan alis, "Wanita itu?"

"Wanita yang ku temui di bar Rodeo Angels, apa kamu melupakan tugas itu?"

Erik segera menunduk kembali. Astaga, bukan ia melupakan tugas itu, tapi sungguh mencari keberadaan dan identitas wanita itu bagai mencari jarum dalam tumpukan jerami. Ia sudah mencari ke seluruh area bar dan juga karyawan di sana, namun tidak ada satupun yang tahu siapa wanita itu. Lagipula kenapa atasannya begitu terobsesi dengan wanita itu?

"Maafkan saya Pak, saya belum bisa menemukannya."

"Sebenarnya apa saja yang kau lakukan? Bagaimana mungkin sampai sekarang kau tidak bisa menemukannya, padahal aku sudah memberikan clue padamu tentang anting itu."

Sekali lagi Erik menundukkan wajahnya, "Sekali lagi saya minta maaf, Pak. Saya akan mencarinya lagi."

Revan terlihat berdecak, ia merasa sangat frustasi karena tidak ada satupun hasil yang menunjukan tentang wanita itu.

"Kalau begitu kau harus mengawasi Valeria Anderson."

Dahi Erik berkerut dalam, "Valeria? Kenapa dengan Valeria?"

"Aku mencium aroma parfum yang sama dari Valeria mengenai wanita itu," jelas Revan.

"Tapi, masalah parfum yang sama, bukankah bisa saja hal itu terjadi pada banyak orang? Bisa saja parfum yang digunakan wanita itu merupakan parfum yang awam digunakan oleh orang lain, Pak." sergah Erik yang masih merasa keterangan Revan tidak masuk di akalnya.

Raut wajah Revan seketika berubah dingin mendengar Erik yang membantahnya, "Saya sangat tahu soal itu, Erik. Tapi karena kamu tidak mendapatkan petunjuk apapun tentang wanita itu, bukankah kita harus menghubungkan apapun yang sudah kita dapatkan di depan mata?"

Mendengar ucapan Revan yang menusuk, Erik segera menunduk takut-takut, seharusnya tadi ia tidak banyak bicara, raut wajah Revan saat ini seolah hendak menelannya hidup-hidup, "Baik Pak, maafkan saya."

"Pokoknya cari tahu apakah Valeria memang berhubungan dengan wanita itu atau tidak, segera kabari saya. Jangan mengecewakan saya lagi, Erik."

"Saya mengerti."

"Kalau begitu saya akan kembali ke ruangan saya."

Erik hanya bisa menundukkan kepalanya kembali sesaat setelah Revan berlalu dari hadapannya. Ia menghela nafasnya dengan lega, syukurlah... Nyawanya masih bisa terselamatkan setelah bertemu dengan Presdir garangnya itu. Setelah mengambil nafas, Erik mengikuti langkah Revan beranjak dari balkon.

Sepeninggal Erik, seorang wanita yang bersembunyi di balik pintu balkon karena hendak merokok seketika keluar dari persembunyiannya. Laura segera menyimpan rokoknya lalu tersenyum. Sebagai seorang manager yang sudah sering kali berinteraksi dengan Revan, tidak pernah satu kali pun Revan terlihat tertarik padanya. Ia sudah mencoba berbagai cara untuk menarik perhatian atasannya itu, tapi malah Revan selalu menghindar. Ia sungguh merasa kesal melihat Valeria karyawan yang baru bekerja beberapa hari itu malah yang bisa menarik perhatian Revan.

Namun, pembicaraan ini sungguh menguntungkan baginya sekarang. Revan sedang mencari informasi mengenai wanita yang ia temui di bar. Senyum Laura semakin melebar, bagaimana jika ia yang menjadi wanita itu? Bukankah itu akan mempermudah Revan untuk mencarinya? Revan, atasannya yang tampan rupawan pasti tertarik padanya setelah ia mengatakan hal itu.

Ah, tapi tunggu sebentar, ia harus membuat Revan percaya pada semua omong kosongnya ini. Ia harus mendekati Valeria.

****

"Valeria?"

Valeria terlihat mengerutkan dahinya mendengar panggilan seseorang dari arah belakangnya. Ia terlihat terkejut melihat Laura, manager yang selama ini terlihat tidak menyukainya tiba-tiba bersikap ramah padanya. Apa karena kini ia menjadi sekertaris Revan, jadi wanita ini sedang berusaha dekat padanya?

"Ah Bu Siska, ada yang bisa saya bantu?"

"Apa kamu akan pulang?"

Valeria terlihat tertegun sejenak, tadinya sebenarnya ia hendak menemui Revan dan menanyakan tentang tubuhnya yang terkena oleh lemari, namun panggilan Laura malah mendahuluinya membuat ia tidak sempat bertanya pada Revan.

"Ah ya, saya akan pulang."

"Bagaimana jika saya mengantar kamu?"

Valeria terlihat terhenyak mendengarnya, cukup terkejut. Padahal Laura sering kali memberikan tatapan sinis padanya, bagaimana bisa seseorang berubah secara drastis seperti ini?

"Tidak apa-apa, saya tidak ingin merepotkan." Balas Valeria sambil mengibaskan tangannya.

Namun Laura sepertinya enggan ditolak, ia segera menarik lengan Valeria lalu berkata, "Ayolah, saya antar. Kita ini rekan kerja, bukankah kita harus menjadi teman selama di sini?"

Valeria terlihat mengangkat alis. Teman? Apa kepala wanita ini terbentur? Seingatnya wanita ini bilang bahwa dia merasa jijik padanya ketika awal-awal ia masuk.

"Kamu mau kan berteman denganku?"

"Eh? Ma-mau," balas Valeria enggan membuat masalah. Meski ia enggan berteman dengan wanita ini, namun bagaimana lagi? Tidak mungkin ia menolaknya, bukan?

"Ah itu mobilku,"

Valeria hanya bisa mengikuti langkah Laura yang mengajaknya masuk ke dalam mobilnya. Mobil pun bergerak meninggalkan area parkir, meski merasa agak janggal dengan tingkah Laura, tapi tidak apa-apa setidaknya ia bisa menghemat ongkos bisnya hari ini.

"Ngomong-ngomong Valeria, kamu memakai parfum apa? Wanginya benar-benar enak,"

Valeria yang sedang melihat keluar jendela seketika mengalihkan pandangannya, "Benarkah? Saya hanya memakai parfum biasa saja koq," balas Valeria merasa malu.

"Ya benar, wanginya benar-benar enak. Aku jadi ingin membelinya. Apa mereknya?"

"Ah itu hanya parfum murah,"

"Tidak apa-apa, aku ingin tahu."

Alis Valeria seketika terangkat melihat sikap wanita ini, kenapa Laura terlihat sangat antusias dengan parfum yang ia gunakan?

Melihat Valeria yang hanya terdiam, Laura kembali melanjutkan, "Aku benar-benar suka dengan wanginya, apa kau tidak ingin berbagi tentang itu? Bukankah kita sudah berteman? Sesama teman tidak apa-apa jika kita berbagi aroma parfum, bukan?"

Valeria semakin bingung dengan tingkah managernya ini. Kenapa dia terlihat seakan mendesaknya saat ini?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status