Share

Menyesal

Melihat Arsha menangis, Kama meraup wajahnya kasar, hembusan nafas terdengar berkali-kali keluar dari mulutnya.

Noda darah yang mewarnai seprei putih membuatnya semakin yakin bila ia telah merenggut kesucian perempuan itu.

Menyesal pun tidak ada guna, tapi jelas ia harus bertanggung jawab.

Menikahi perempuan itu? Yang benar saja, mereka tidak saling mencintai bahkan tidak saling mengenal.

Kama tidak tau siapa perempuan itu sebenarnya, bagaimana keluarganya juga latar belakangnya.

Walau bagaimanapun ia menyandang nama Gunadhya di belakang namanya terlebih demi apapun ia tidak sedang ingin terlibat hubungan dengan seorang wanita.

Oke, setidaknya ia harus meminta maaf. Bagi pria sejati seharusnya itu tidak sulit.

“Maaf,” ucap Kama tulus meski tenggorokannya tercekat.

Suara parau itu kenapa malah terdengar sexy ditelinga Arsha?

Satu kata dalam bahasa Indonesia meyakinkan Arsha bila pria itu berkebangsaan sama dengan dirinya.

Arsha tidak menjawab, mengusap air mata kemudian berusaha berdiri dengan menopang pada sofa di sampingnya.

“Bawain baju-baju gue ke depan pintu kamar mandi.” Arsha memerintah dengan nada ketus membuat kedua alis Kama terangkat.

Seenaknya saja perempuan itu memerintahnya, memangnya siapa dia?

Di kantor dirinya yang selalu memerintah, lalu sekarang seorang perempuan mungil berani memerintahnya.

“Cuih,” Kama berdecih membuang tatapannya ke arah lain.

Arsha berjalan tertatih masuk ke dalam kamar mandi sambil menahan sakit yang luar biasa pada intinya.

***

Arsha memasang tampang sangar ketika keluar dari kamar mandi, ia hanya memakai bathrobe putih yang disediakan pihak hotel.

Sering membungkuk untuk memungut pakaiannya yang berceceran.

Kama sama sekali tidak mau mengikuti perintah Arsha membuat perempuan itu jengkel setengah mati.

Setidaknya permintaan maaf Kama tulus dengan membantunya mengumpulkan pakaian yang tadi malam dengan tidak sabar pria itu lucuti.

Arsha melongok ke bawah kursi kemudian mengobrak-ngabrik ranjang mencari pakaian dalamnya.

Di ambang pintu balkon, Kama menyandarkan setengah bagian tubuhnya dengan cangkir kopi di tangan.

Matanya mengawasi Arsha secara terang-terangan.

Setitik rasa bersalah timbul kembali tatkala melihat Arsha tertegun sesaat melihat bercak darah miliknya di atas seprei.

Arsha enggan melirik ke arah Kama, pasalnya pria itu seperti sengaja tidak memakai kaos atau kemeja untuk memamerkan otot yang terpatri indah di dadanya.

Entahlah Arsha harus bersyukur atau bagaimana karena kesuciannya direnggut pria tampan bertubuh atletis bukan pria mengerikan apalagi om-om hidung belang.

“Cari apa?” tanya Kama datar.

Tanpa mengalihkan tatapan dan menghentikan pergerakannya mencari celana dalam, Arsha menjawab, “Celana dalem!”

“Dia atas meja,” balas Kama.

Arsha menengok ke atas meja dan ternyata benar, celana dalam warna hitam dengan renda dan bentuk yang sexy teronggok di tengah-tengah meja.

“Kenapa ada di situ?” Arsha malah bertanya dengan nada ketus.

“Kamu yang lempar ke situ!” balas Kama terselip nada meledek.

“Enggak mungkin, lo pasti yang ngelempar ke sana setelah ngelepasin—“ Arsha tidak mampu melanjutkan kalimatnya, nafasnya menderu dengan jatung menggila mengingat kejadian semalam.

Apa saja yang dilakukannya ketika mabuk tadi malam, kenapa yang diingatnya hanya ketika pria itu sedang memacu diri di atasnya saja?

“Terserah,” gumam Kama kemudian melengos melewati Arsha.

Pria itu masuk ke dalam kamar mandi setelah menyimpan cangkir kopi di atas nakas, sengaja menutup pintu dengan kencang, menghasilkan debuman yang berhasil membuat Arsha berjengit.

Arsha mengesah panjang, bergegas ia memakai pakaiannya untuk pergi dari sana.

Suara gemericik air terdengar, menandakan makhluk menyebalkan di dalam kamar mandi sedang membersihkan tubuhnya.

Arsha menoleh ke arah pintu kamar mandi setelah menghentikan langkah menuju pintu.

“Siapapun lo, gue harap enggak pernah ketemu lo lagi!” gumam Arsha kemudian melanjutkan langkahnya keluar dari kamar itu.

Arsha juga membanting pintu sekencang mungkin untuk membalas Kama membuat pria itu memutar kran shower untuk menghentikan air yang membasuh tubuhnya.

Terburu-buru memakai handuk dan dalam keadaan basah keluar dari kamar mandi mencari perempuan tidak sopan yang telah meledeknya.

Kosong, kamar itu kosong. Hanya aroma parfum Arsha yang tertinggal di sana.

Kama mengetatkan rahang, ia menggeleng samar. Mengutuk kejadian tadi malam dan pertemuannya dengan perempuan mungil nan cantik yang sayangnya menjengkelkan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status