Share

Pria Berbahaya

“Dari mana lo?” 

Suara Rachel mengejutkan Arsha yang mengendap-ngendap masuk ke dalam kamar.

Arsha tersenyum memamerkan giginya yang putih bersih, kemudian merentangkan ke dua tangan memeluk Rachel yang hanya berbalut anduk putih.

Meletakan dagu di pundak terbuka Rachel dan baru ia rasakan pengar luar biasa di kepalanya saat ini.

Rasa sakit di kepala tidak begitu ia hiraukan ketika bangun tidur tadi karena terlampau terkejut melihat pria tampan berada dalam selimut yang sama dengannya di atas ranjang.

“Lo kok bau sepupu gue?” tanya Rachel ketika menghirup aroma parfum Kama di tubuh sahabatnya.

Arsha berpikir bila bau yang menguar dari tubuhnya memang berasal dari Kama namun menganggap bila banyak pria memakai parfum sejenis, bukan hanya sepupu Rachel saja.

Tadi di dalam kamar mandi ia hanya melamun duduk di atas closet bukannya membersihkan tubuh dari sisa Kama, benaknya masih belum sempurna mencerna informasi yang ia dapatkan ketika bangun pagi ini.

“Jangan bilang lo tidur sama cowok yang enggak lo kenal tadi malam!” tebak Rachel dengan sorot mata tajam, ia memberi jarak antara dirinya dengan sang sahabat.

Cengiran di bibir Arsha menjawab pertanyaan Rachel.

“Ya Tuhan Cacaaaaaa!!!!” Rachel mendorong Arsha hingga sang sahabat jatuh di atas ranjang kemudian memukulnya berulang kali dengan bantal.

Rachel lalu mendudukan tubuhnya, ia menangis menangkup wajah dengan kedua tangan.

Bagi Rachel, Arsha sudah seperti saudara kembarnya. Pertama kali bertemu ketika mereka baru masuk kuliah di Universitas ternama di Singapura.

Umur Arsha memang lebih muda darinya tapi mereka masuk di tahun yang sama, itu karena Arsha masuk kelas akselerasi ketika SMA.

Sang sahabat pernah bercerita bila masa SMAnya sangat menyebalkan, sering kali di bully membuat Arsha berusaha keras lulus dengan cepat.

Selama kuliah hanya Arsha teman yang bisa diajak susah maupun senang meski terkadang perempuan itu memiliki sikap nyeleneh namun dengan kecantikannya yang merupakan perpaduan ketampanan sang Daddy dengan kecantikan Mommynya membuat semua orang termasuk dirinya memaklumi sikap tengil Arsha.

Selain itu juga Arsha merupakan sahabat terbaik yang pernah ia temukan di dunia ini.

“Rachel ... jangan nangis donk, gue minta maaf,” bujuk Arsha sambil melingkarkan tangan di pundak sang sahabat.

“Lo lupa Ca, kita pernah janji untuk menjaga kesucian kita sampai nikah ... lo lupa kita janji untuk menikah di tanggal yang sama dan hamil barengan ... trus kalau lo udah bolong gini gimana? Pake pengaman enggak lo?” cecar Rachel di sela isak tangisnya.

Arsha meringis, ia tidak tau apakah pria itu memakai pengaman atau tidak kemudian wajahnya berubah pucat pasi ketika membayangkan dirinya hamil.

“Baru sekarangkan lo mikir, kan?” omel Rachel yang kemudian beranjak untuk mengenakan pakaian.

“Tapi waktu itu gue mabuk, Rachel ... gue enggak inget apa-apa ... ,” tutur Arsha hati-hati, setengah berbohong.

Betul, saat itu ia mabuk akan tetapi ia masih sadar dengan apa yang dilakukannya maka dari itu Arsha ingat setiap perlakuan Kama padanya. 

Rachel membalikan tubuh. “Harusnya gue enggak tinggalin lo tadi malem, gue kelimpungan waktu bangun tadi dan tau lo enggak ada ... gue baru mau nyari lo, ini!” Rachel masih kesal, kesal dengan Arsha dan dirinya sendiri.

“Gue tadi malem ngelabrak si Liam, gue siram pake minuman!” ungkap Arsha membuat Rachel memburunya lalu memukulkan kembali bantal ke pada Arsha.

“Gue bilang jangan samperin, lo malah keliatan belum move on, tau! Malu donk ngemis-ngemis sama cowok brengsek kaya gitu!” 

Arsha menipiskan bibirnya, ia ingat ketika melontarkan kalimat yang menunjukan bila dirinya seolah mengemis cinta pada Liam.

“Lo ngomong apa aja sama dia?” 

“Brengseklah dia pokoknya, masa dia bilang kalau Bokapnya si Lizzy itu lebih kaya dari Daddy makanya dia milih kawin sama si Lizzy biar perusahaan Bokapnya sama Bokap si Lizzy bersatu!” 

Arsha menceritakannya dengan emosi yang meledak-ledak karena saat itu ia masih sadar dan belum terpengaruh alkohol.

“Ya ‘kan, emang brengsek, kan? Bersyukur lo putus dari dia.” 

Arsha mengangguk namun matanya kosong menatap kakinya yang ia lipat menyila di atas tempat tidur.

“Leher lo merah, Ca ... gimana rasanya?” tanya Rachel dengan sorot mata datar dan nada suara penuh sindiran.

Arsha kemudian memiringkan tubuhnya mencari kaca besar di belakang punggung Rachel.

Ia mengusap lehernya yang terdapat maha karya Kama, menggosoknya kencang karena kesal.

“Udah-udah, nanti juga ilang!” Rachel menarik tangan Arsha.

“Trus gimana sekarang?” tanya Rachel kemudian.

“Kita pulang aja yuk, lo enggak akan hadir di pesta pernikahan mereka ‘kan?” 

“Ogah!” Rachel memutar bola matanya. Meski ia mendapat undangan dari Lizzy tapi tidak mungkin menghadiri pernikahan mantan kekasih sahabatnya sendiri.

**** 

“Apa maksud dari memasukan obat ke dalam minumanku?” Kama berbisik setengah menggeram kepada Quan yang sedang meminum sampagne sendirian di sudut ballroom.

Quan tertawa hingga terpingkal. “Kau melampiaskannya dengan siapa?” tanyanya di sela tawa.

Selama Kama mengenakan pakaiannya sehabis mandi pagi ini, otaknya berpikir keras menganalisis siapa yang mungkin memasukan obat ke dalam minumannya hingga ia lupa diri seperti tadi malam.

Selain dirinya ada gadis lain yang dirugikan karena perbuatan terkutuk itu.

Tersisa satu nama dalam benaknya, musuh dalam selimut yang selama ini selalu berhasil ia kalahkan dari segi bisnis.

Dan mendengar pertanyaan Quan seperti itu membuat Kama semakin yakin bila Quan lah pelakunya.

“Pada seorang gadis tidak berdosa yang menjadi korban perbuatan menjijikan yang kau lakukan!” Kama berseru menjawab pertanyaan Quan, rahangnya mengetat dan kepalan tangannya sudah siap melayang ke wajah Quan bila saja sekarang dirinya bukan berada di pesta pernikahan Liam.

Quan malah tertawa meledek Kama. “Bukan aku yang melakukannya pada gadis itu tapi kau!” 

Kama sudah tidak bisa menahan amarahnya lagi, ia dorong Quan keluar dari ballroom menuju balkon, masih terus mendorongnya hingga pinggang Quan terdesak pagar balkon dan bagian atas tubuhnya melengkung ke belakang.

Quan menatap ngeri ke bawah, tubuhnya pasti hancur lebih bila ia jatuh dari atas sini.

Melihat sorot di mata Kama yang begitu menakutkan, sudah waktunya ia minta maaf.

“Aku—“ Kalimat Quan terjeda.

“Sekali lagi kau melakukan perbuatan menjijikan dan kampungan seperti ini lagi, akan aku hancurkan perusahaan Ayahmu!” ancam Kama sebelum pria itu meminta maaf.

Bagi Kama maaf hanyalah sebuah kata, dan ia tidak membutuhkannya bila sesuatu telah terjadi.

Quan mengangguk cepat, ia tau kehebatan Kama dalam bisnis dan bila dilihat dari ekspresi wajah juga nada suaranya, pria itu tampaknya tidak main-main.

Kama melepaskan cengkraman tangannya dari kemeja Quan kemudian mundur dua langkah.

“Bersainglah seperti pria sejati, atau kau mau aku membelikanmu tutu?” ledek Kama menampilkan senyum sinis.

Ia menarik ujung bagian jas untuk merapihkannya, membalikan tubuh lalu meninggalkan Quan yang jantungnya masih berdebar sangat kencang.

Quan hanya bersenang-senang pada awalnya, ingin menggoda Kama yang tampak tidak menikmati hidup.

Pria itu selalu bekerja tidak mengenal waktu, tidak pernah terdengar ada wanita yang sedang dekat dengannya, ataupun ada seorang pria menjadi kekasihnya karena dulu sekali pernah terdengar gosip bila Kama penyuka sesama jenis.

Namun berita itu terbantahkan ketika seorang pria yang merupakan pengusaha dari ‘kaum belok’ mengatakan bila Kama pria normal.

Kama menolak mentah-mentah ajakan pria tersebut untuk menjalin kasih dengannya dan lebih memilih membatalkan proyek besar senilai puluhan triliun dengan pria itu.

Padahal pengusaha itu adalah klien yang paling dibutuhkan oleh perusahaan Kama.

Quan tidak akan main-main lagi dengan Kama, pria berkewarganegaraan Indonesia itu sangat berbahaya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status