"Kelakuanku yang mana yang seperti ABG, Pap? Aku baru saja siuman ... ya wajar kan yang kucari wanita yang aku cintai. Wajar juga kan kalau aku tidak mau jauh-jauh darinya? Bukan berarti aku menomorduakan Mama, Mama tetap nomor satu di hatiku, Mama tentu mengerti akan hal itu kan, Ma?" Arya balas menyahut ayahnya. "Mit, bisa ikut papa sebentar? Papa ingin bicara padamu di luar," pinta Lukman pada putri angkatnya. Mita seketika merasakan keringat dingin menjalar di telapak tangannya. Arya menyadari ketidaknyamanan Mita kala keduanya saling bertukar pandangan. "Arya, bisa tolong lepaskan tanganku sebentar? Papa mau bicara padaku di luar, nanti aku akan kembali. Sebentar saja ..." Arya enggan melepaskan tangan istrinya, sejatinya Mita pun tak mau bergerak menjauh dari sisi suaminya yang baru saja siuman itu. Ntah apa yang akan dibicarakan oleh ayah angkatnya itu, Mita rasanya bisa menebak ke arah mana topik yang akan dibicarakan. Wanita itu seketika teringat akan perkataan sang
Mita gagal menjaga ketenangan di dalam hatinya, karena pada kenyataannya memang hatinya sangat terpukul dengan kenyataan yang ada. Hingga detik ini tak ada yang memahami alasan Lukman tega menolak dirinya bersatu dengan Arya. Apakah memang karena ia tidak pantas? Lukman tak pernah secara terbuka membahasnya. "Pa, kalau Papa memandang aku tidak cukup pantas bersanding dengan Mas Arya, maka izinkan aku pergi menjauh dari kalian, kurasa itu yang terbaik bagi hidupku. Tolong Papa jangan lagi paksa aku menikahi lelaki lain seperti dulu. Aku mohon, biarkan saja aku menjauh ... mungkin aku akan mencari keluargaku di luar sana, semoga mereka berkenan menerimaku agar aku tak merasa sendiri. Aku akan baik-baik saja, maaf telah merepotkan Papa dan terima kasih untuk kebaikan Papa sekeluarga padaku selama ini. Aku tak akan pernah melupakannya walau mungkin tak pernah juga sanggup membalas semua kebaikan- kebaikan itu." Mita menghela napasnya. Ada nyeri yang tiba-tiba ia rasakan di sudu
"Golongan darahku B, Pap. Apa Papa tidak tahu kalo golongan darah Mama Melati A, sama seperti Papa? lalu bagaimana bisa darahku B kalau tidak dikarenakan ayah biologisku juga bergolongan darah yang sama denganku?"Mita tersenyum puas."Well, atau setidaknya AB ... sudah cukup jelaskan kalo aku tidaklah mungkin putri Papa." Mita menghela napasnya dengan lega, sebaliknya wajah Lukman tampak menegang diliputi kepanikan."Jangan bercanda Mita!" Lukman tampak diliputi amarah yang ntah akan ditujukannya kepada siapa luapan rasa itu."Bagaimana saya tertarik untuk bercanda saat ini, Pap? Kita sedang membahas tentang sesuatu yang sangat penting bagi masa depan saya.Mas Arya adalah masa depan saya, Pa ... kami saling mencintai sejak lama, dan Papa adalah satu-satunya manusia di muka bumi ini yang menolak untuk memberikan restu. Sehina itukah saya di mata Papa? Sebenci itukah Papa sama mama kandungku yang notabene adalah mantannya Papa?" Mita menggeleng-gelengkan kepalanya tanda tak habis p
"Pap, katakan sesuatu! Jangan biarkan Mita pergi begitu saja, lagi pula Arya baru saja siuman. Jangan diam saja, Pap!" Rosana mendesak suaminya agar mengatakan sesuatu untuk mencegah kepergian Mita.Lukman bergeming. Dia bahkan tidak mengubah posisi berdirinya yang membelakangi keberadaan Mita.Lelaki dengan usia yang sudah tidak muda lagi itu menghela napasnya sebelum berujar, "Biarkan saja dia pergi, tempatnya memang bukan di sini." Lukman kemudian meninggalkan ruang perawatan Arya dan berusaha menghubungi Bram. Mita menghela napasnya, setengah mati menahan air mata yang berdesakan ingin melesak bercucuran dari bening netranya yang dihiasi kacamata framelessnya yang elegan.Dia menggigit keras-keras bibir bawahnya dan hanya bisa menerbitkan senyum getir.Netranya menatap nanar ke sembarang arah perlambang luka tak berdarah mewakili perasaannya yang hancur lebur karena merasa tertolak."Mas, aku pamit ya! Aku harus pulang dulu membereskan pakaian dan lainnya.Mama, maafkan Mita
"Assalamualaikum, Princess ... kamu sudah makan?""Alaykumussalam, Mas.Aku gak selera, Mas ... pengennya makan sama kamu, cuma kamu yang pinter bujuk aku kalau sedang kumat males makan.""Makan, Princess ... Mas temani dari sini. Ayo ke pantry! Tapi sebelumnya ganti dulu gaun tidurnya dengan kaos oversize atau daster. Mas gak mau ada yang melihat kamu dengan gaun satin itu." Anye memanyunkan bibirnya, dengan ogah-ogahan mengambil kimono satin dan memakainya."No, Sayang! Jangan kimono satin, kamu masih terlihat sangat seksi dengan kimono satin itu. Pakai rok plisket kamu, atasnya kenakan blouse atau kemeja atau ... kaos oblong, masa kamu gak punya? " titah Anjas sambil memasang tampang gemas dengan mata menyorot galak namun hangat hingga ke palung hati terdalam.Anye berdiri memamerkan penampakan dirinya bak supermodel dengan gaun tidur satin berpadu brukat yang begitu anggun dan menggetarkan jiwa kelaki-lakian Anjas. "Nye, jangan goda Mas!" Anjas menggeram frustasi. Anye membu
'Apa aku semurahan itu?' tanyanya pada diri sendiri. Ia tiba-tiba merasa kesal kenapa telah lalai menjaga dirinya selama ini dengan membiarkan lelaki bukan mahrom menikmati aurat yang semestinya hanya boleh ia persembahkan pada sang suami kelak. Bukan tidak mungkin Denis memanfaatkan penampakan tubuhnya dalam balutan gaun seksi itu sebagai pemantik fantasi liarnya sebelum tidur. Bisa saja penampilannya yang memang begitu indah itu telah menjadi candu bagi laki-laki itu hingga tak sudi melepaskannya bahkan semakin terobsesi untuk memilikinya sesegera mungkin. Tidak salah bukan, jika Denis ingin segera menghalalkan gadis cantik yang saat ini menyandang status kekasihnya? daripada ia terbujuk rayuan setan untuk menyentuh gadis yang hampir setiap malam mengisi ruang imajinasinya dengan penampakan yang sangat ia gandrungi dan bagai candu bagi matanya.Anyelir segera kembali ke kamarnya, dengan tangan yang sedikit bergetar ia raih selimut dan mengubur diri di dalamnya, mengabaikan kemun
Drrt drrtPonsel Anjas mengamuk, pria itu spontan meraihnya dan bergerak refleks menekan icon hijau saat melihat nama 'my princess' yang tertera pada layar."Ya, Nye?!""Mas, siapa itu di samping kamu?""Hai, Nye Aku Yasmin!" sapa sang gadis yang sengaja merapat agar bisa mencuri lihat siapa yang sedang menghubungi Anjas menjelang tengah malam."Oh, sori aku ganggu, ya udah ... bye!" Lagi-lagi telpon diputus secara sepihak oleh Anye dua kali dalam satu malam yang sama. Anjas hanya bisa menghela napas kemudian bergerak cepat menjauhi Yasmin.Dia butuh space untuk bicara berdua saja dengan gadisnya.Segera Anjas mendial balik nomor Anyelir yang baru saja mematikan sambungan.'Please Anye, angkat telponnya!' jerit hati Anjas yang telah mencoba menghubungi Anye untuk yang ketiga kalinya.Anye sendiri hanya menatap ponselnya yang bergetar di atas nakas. Gadis itu didera kegalauan, haruskah mengangkatnya atau lanjut mengabaikannya hingga pemuda itu menyerah.Anye membuka satu persatu ka
"Jangan matikan! Anye pakai gaunnya sekarang, Mas merem aja sebentar, " titahnya sebelum bergerak lucu dengan selimut membalut tubuh ke arah gaun yang tergeletak tak berdaya di pinggir ranjangnya."Merem dulu Maas!" titahnya lagi pada Anjas yang memilih memalingkan wajah ke sembarang arah daripada tergoda mengintip di balik mata yang dipaksa menutup sementara."Taraaa .... kamu suka lihat aku yang sekarang?" tanya Anye malu-malu sembari memamerkan gaun satin dengan belahan tinggi dan aksen brukat di beberapa sisi.Anjas menghela napas dan memasang tatapan tajam pada sosok yang seolah tak menyadari letak kesalahannya di mana selama ini."Nye, itu sama aja seperti berpakaian tapi telanjang, Mas gak melarang kamu memakainya di depan suami kamu nanti dan yakinkan gak ada satu laki-laki pun selain suami kamu yang boleh melihat kamu mengenakan gaun yang seperti ini!" Anjas terpantik untuk mengomentari gaun yang dipamerkan sang adik.Anye menangkupkan kedua tangannya ke area sensitif pada