"Siniin kemeja kamu, Mas!" Anye dengan panik memakai kemeja Anjas menutupi dressnya. "Dress kamu kenapa?" Anjas bingung, sekarang ia yang dalam keadaan hanya mengenakan kaos tanpa lengan fullpressed body berwarna hitam. Syukurlah celana bahannya masih terpasang dengan rapi. "Aku gak pake underwear, Mas. Risih banget ntar payu****ku njeplak keliatan sama Mbok Darsih," jawabnya sambil tergesa menuju pintu. Cekrek "Ada apa ya, Mbok?" tanya Anye sembari memastikan kemejanya terkancing penuh dan terpasang rapi. "Nyonya Rosana minta saya ambil baju-baju kotornya Mas Anjas, Mbak. Biar dilaundri di sini semua saja katanya," jawab Mbok Darsih yang senyum-senyum melihat gaya berbusana cucu majikannya yang agak-agak absurd petang ini. 'Dress cantik dibalut kemeja kerja laki-laki, rasa-rasanya kok gak nyambung banget, hehehe' gelaknya dalam hati. "Oh, sudah saya kasi ke Dito tadi Mbok, sudah saya minta antarin sekalian ke bagian laundri, biar cepet dicuci dan setrika. Gak banya
"Kok lama, Mas?" Anye menyambut kedatangan Anjas dengan wajah sedikit cemberut. Namun begitu gadis yang sudah cantik dengan balutan gaun rumahan berwarna pink bermotif bunga-bunga kecil itu tetap menghambur ke arah sang kakak dan mencium tangannya penuh takzim. Dari kejauhan Rosana dan Lukman melihat keduanya dengan binar mata bahagia. Arya yang sempat melihat adegan cium tangan itu pun turut mengakui di dalam hati kalau putrinya dan sang keponakan yang juga putra sambungnya itu sangatlah serasi. "Mas ketemu Pak Danuarta. Kamu inget gak dulu Mas pernah cerita waktu kamu masih SMP kelas satu, ada bapak-bapak di masjid yang suka nyamperin Mas dan pengen jodohin putrinya sama Mas?" Wajah Anye cemberut seketika, ia mana mungkin lupa dengan kejadian yang sempat memicunya jadi rajin ikut Anjas pergi sholat ke masjid juga. Sampai kemudian Anjas dapati hadits tentang keutamaan seorang wanita sholat fardhu di rumah, dia lalu membujuk Anye untuk sholat di rumah saja. Jujur ia agak kewalah
Denis kesal pesannya tak kunjung dibalas oleh Anye. Dia lantas menghubungi Yasmin yang sebelumnya telah mengabari akan segera pulang karena agenda business tripnya telah selesai. "Kamu mau aku jemput besok pagi di bandara, Yas?" tanya Denis pada sang sepupu."Kalo kamunya gak merasa direpotin ya akunya sih seneng aja," jawab Yasmin sembari membereskan barang-barang yang akan ia bawa pulang."Oleh-oleh buat aku ada gak? Aku gak mau gantungan kunci lho ya! Minimal kaos kerenlah," Denis terkekeh sendiri menilai gaya memalaknya yang pakai acara tawar menawar segala.Di seberang sana Yasmin juga ikut tergelak rupanya. Tak perlu khawatir sebetulnya, karena Yasmin telah menyiapkan seabreg oleh-oleh khusus untuk sepupu tampannya yang satu itu. Dari aneka cemilan yang menggugah selera sampai ke miniatur icon kota dari beberapa negara yang ia kunjungi pun sudah ia persiapkan."Apa sih yang gak buat kamu? Bibir aku aja udah aku ikhlasin untuk kamu jadiin samsak." Yasmin meraba bibirnya, ia ja
"Kamu cinta banget ya, Nye sama Denis?" bisik Anjas seraya mendekat ke telinga Anye dan menghidu rambut sang adik. Kedua tangan Anjas telah bertengger di pinggul Anye yang bak gitar spanyol, memutarnya dan kini mereka dalam posisi saling berhadapan. Anye membuang tatapan ke sembarang arah, sementara Anjas bersikukuh menatap ke arah manik mata sang adik yang sengaja mengabaikan sorot tajam netra sang kakak yang menghujam ke arahnya."Dia hadir saat kamu campakkan aku, Mas!" desis Anye. Kali ini dia membalas tatapan tajam Anjas dengan tak kalah tajamnya."Aku tidak pernah menyampakkan kamu, Nye. Kamu udah salah paham," ujar Anjas lembut, sekuat tenaga meyakinkan Anye yang sudah salah menilai atas sikap yang ia ambil lima tahun lalu."Anye, aku sudah mengakui betapa lemahnya imanku saat di dekat kamu.Aku tidak mau melakukan hal-hal yang tidak semestinya kulakukan padamu, sementara dorongan itu begitu kuat.I had no choice, Nye. Aku sayang sama kamu, aku hanya ingin menjaga kamu dari d
Kaki Anye mendadak lemas, dia sampai harus berpegangan pada kusen pintu kamar dan akhirnya memilih bersandar di balik pintu yang kembali ia tutup dari dalam.Air mata Anye mengalir begitu saja. Rasa takut kehilangan menyergap batinnya yang jadi lebih rapuh setelah mendengar penuturan Anjas yang berjanji akan kembali menjaga jarak darinya. Padahal hubungan mereka telah kembali menghangat, Anye kembali bisa bermanja seperti dulu dan bisa menikmati kasih sayang Anjas yang begitu berharga baginya.Malam itu baik Anye maupun Anjas sama-sama tak dapat dengan mudah memejamkan kedua belah mata mereka.Anye mengutuk mulutnya yang telah melemparkan kata-kata yang membuat Anjas akhirnya mengambil satu keputusan yang Anye pastikan akan menyiksa batinnya.Anjas pun sejatinya berpikiran yang tak jauh berbeda dari apa yang Anye pikirkan.Keputusan menjaga jarak darinya akan kembali menyakiti batinnya dan besar kemungkinan akan semakin menyiksanya, terlebih jika pemuda itu gagal move on ntah sampai
Anjas menggigit bibir bawahnya menahan luka hati yang bagai ia sirami sendiri dengan air garam. Pedih sekali ... ngilunya membuat ia spontan tremor kala membelai surai kesayangannya."Kamu yang tenang ya ... Mas gak akan menempatkanmu pada posisi yang sulit. Mas hanya ingin kamu bahagia."Kali ini derai air mata itu tak sanggup lagi Anjas tahan. Katakan ia cengeng, ia memang telah sepasrah itu demi kebahagiaan Anye yang sangat dicintainya. Anjas sadar, bukan hanya ia yang tengah berada dalam kemelut rasa di kediaman megah ini. Anjas teringat nasib bundanya yang memilih menyingkir dari mansion seperti juga dirinya dan kemungkinan betapa hancurnya hati sang oma jika benar ibu angkatnya itu adalah anak biologis sang opa dengan mantan terindahnya puluhan tahun lalu.Pada akhirnya Anjas hanya bsia menyerahkan segala sesuatunya pada Yang Maha Kuasa. Ia tak akan memaksakan egonya.Ia tulus menyayangi Anye, ia tak ingin gadis itu bersedih dan menderita menanggung rasa cintanya yang tak tah
"Jadi kapan lo bisa nemuin papa? Sepertinya ada hal penting yang papa ingin bicarakan. Mengenai pernikahan lu dan Arya, sepertinya papa tidak mempermasalahkan itu, gue ngerasa ada hal besar lainnya yang ingin papa omongin ke lu." Raya tiba-tiba bicara lagi. Mita menggigit bibir bawahnya agak keras, sungguh ia tidak ingin menemui papanya seorang diri. Bukan, ia bukannya takut. Dia hanya ingin ditemani Arya, dia ingin papanya menerima Arya. Sesuatu yang tak ia dapatkan dari Lukman Bagaskara. Sebuah restu ... tiba-tiba saja ia merasa sangat membutuhkan pelukan pria tampan itu."Gue akan ngomong dulu sama Mas Arya. Thank's lo udah bela-belain nemuin gue untuk nemuin papa dan ngasi peringatan tentang mama lo yang sepertinya gak suka akan keberadaan gue.Gue cukup sadar diri dan gak sama sekali berharap lebih. Tahu kalau gue bukan saudara seayah dengan Mas Arya aja gue udah sangat bersyukur, apalagi kini gue jadi tahu kalo gue gak sebatang kara di dunia ini, gue masih punya papa dan du
"Aaaggggght!" Anjas berteriak frustasi. Kepalanya kini dipenuhi dengan satu entitas yang kerap bersikap manja dan gemar mengenakan pakaian terbuka saat berada di dekatnya.Baru saja berpisah Anjas sudah tak kuasa menanggung rasa kehilangan. Berjuta kenangan berjejalan hadir menyesakkan dadanya. Sungguh bayangan Anye dengan dress cantik yang bergelayut manja di lengannya atau mengenakan kemejanya tanpa underwear dan duduk di atas pangkuan sambil bercanda sangat menggoda keimanannya. Tak jarang mereka berpelukan di dalam kolam, di atas ranjang, sofa, di dapur, balkon, taman, dan di mana saja gadis itu menginginkannya, sungguh ia nyaris tak sanggup menolaknya, hanya dapat menasihatinya pelan-pelan dengan mengatakan 'kita gak boleh begini, Nye' lanjut membujuknya untuk menikah, menghalalkan status agar keduanya dapat bebas bersentuhan secara ugal-ugalan. Namun ternyata semua itu tak cukup meluluhkan hati Anye agar mau menjadi belahan jiwanya, tetap Denis yang sampai detik ini ia menang