"Gimana?" tanya Valentina sembari memegang spatula dan mencelang ke arah Raditya. "Enak kan?"
Raditya terbatuk-batuk, nyaris tersedak menatap istrinya tengah meminta pendapat namun terkesan ingin menggebuk. Segera dia meneguk segelas air di sisi kanan sampai habis dan mengambil napas sebanyak-banyaknya. Kemudian merebut spatula yang cukup keras bila terkena kepala seraya berkata, "Enak kok enak. Kamu udah bisa bedain garam sama gula. Semuanya perfect."
Mulanya Raditya agak trauma melihat hasil masakan sang istri mengingat bekal yang dibawakan dulu sangat asin. Tidak terlalu berekspektasi tinggi, Raditya mencicip sedikit nasi dan ayam saus inggris buatan Valentina. Tak disangka-sangka kombinasi kecap inggris, kecap asin, saus tiram, hingga minyak wijen seimbang. Tidak terlalu pekat juga tidak terlalu encer. Radit
Ini yang ditunggu-tunggu Valentina selama masa pendidikan ners yang tidak melulu di rumah sakit. Akhirnya, dia bisa praktik di salah satu panti jompo milik dinas sosial Surabaya. Secara teori, merawat lansia memang lebih mudah hanya harus ekstra sabar dalam menghadapi tingkah orang tua seperti anak-anak. Saat ini, di bawah teriknya matahari yang memanasi kota Pahlawan, Valentina bersama dua puluh orang mahasiswa yang tergabung dalam gerbong dua angkatan ners kedelapan tengah mendengarkan arahan dari salah satu kepala tim perawat.Seorang lelaki berusia 30 tahun berperawakan gagah mengenakan seragam hijau zamrud, rambut ikal kehitamannya tampak berkilau efek pantulan sinar mentari. Belum lagi mata bulat, alis menukik tajam, dan senyum menawan perawat di depannya mengingatkan Valentina akan aktor Alex Roe. Dia memperkenalkan diri sebagai Roby, lulusan dari kampus tempat Valent
"Kamu serius enggak ngukur tensinya? Masa dari angka dua ratus langsung anjlok ke 120?" tanya Raditya menunjuk lembar observasi milik koas. "Kalau pun captopril udah masuk biasanya enggak sampai segini, sana tensi lagi! Jangan coba-coba bikin data siluman ya! Kamu kira orang stroke infark gitu enggak bahaya?""Baik, Dok," ucap si koas lalu berjalan cepat mengukur kembali tekanan darah pasiennya di ruang bedah saraf laki-laki.Raditya menulis jawaban konsultasi dari dokter saraf sambil sesekali menggerutu pelan karena seharian ini harus mendampingi koas, menggantikan jaga teman satu timnya karena sakit, hingga persiapan ujian akhir sekaligus riset tentang tesis. Belum lagi harus mendapat omelan dari dokter pembimbing ketika lelaki itu sempat salah menuliskan terapi obat. Beruntung obat yang ditulis di resep, belum diambil oleh
"Radit!" teriak Valentina begitu mematikan mesin motormaticdi teras rumah. "Hidup tanpa cinta, bagai taman tak berbunga. Hai, Raditya yang sudah enggak perjaka, hai, Raditya yang sudah enggak perjaka. Tanpa uang aku susah, tet tet tet tet ..."Suara sumbang itu memenuhi tiap sudut rumah tanpa memedulikan tetangga yang bisa saja terganggu karena mendengarnya. Apalagi Valentina mengubah lirik penuh percaya diri seakan-akan dialah vokalis utama selanjutnya menggerakkan bahu bak aktor Bollywood sambil terus mendendangkan lagu Rhoma Irama. Dia melempar begitu saja sepatu pantofel ke atas rak, mengabaikan salah satu sepatunya terjatuh ke teras lalu berputar bagai balerina kala mendapati Raditya sedang duduk dan membaca buku kedokteran di ruang tamu. Dia mencolek dagu suaminya dengan kerlingan lantas bergegas ke kamar untuk ganti baju sebelum membersihkan rumah, namu
Nomor yang Anda tuju sedang berada di luar jangkauan ..."Ck!" Raditya berjalan cepat menyusuri lorong rawat inap menuju parkiran mobil setelah kunjungan malam juga menyelesaikan laporan kasusnya. Pukul sepuluh lewat beberapa menit, dia baru bisa keluar dari rumah sakit setelah hampir dua belas jam lebih berkutat dengan pasien-pasien.Sejak tadi sore setelah Valentina memutuskan sambungan telepon akibat adanya kesalahpahaman, Raditya berusaha menghubungi istrinya lagi. Namun bolak-balik dia tidak kunjung menjawab panggilannya justru dialihkan ke kotak suara. Julia yang melihat itu salah tingkah dan buru-buru meminta maaf sudah membuat masalah baru. Raditya menggeleng, menepis anggapan tersebut dan berkata jika Valentina memang sensitif saat hamil.Ta
"Si kampret ... dibilangi juga jangan asal kasih stempel malah merah-merah leherku sekarang," gerutu Valentina memulasconcealerdi beberapa titik leher jenjangnya. Jika diberi kesempatan untuk memutar waktu, ingin rasanya gadis itu mengikat bibir Raditya agar tidak sembarangan memberi jejak sensual di tempat terbuka. Lagi pula kenapa sejak puas mencicipi surga dunia tersebut, Raditya seolah-olah ketagihan heroin padahal ada yang lebih candu daripada sekadar bercinta.Makan mi instan misalnya atau lihat grup K-pop comeback di Youtube."Enak sih enak, tapi enggak tiap malam juga dia minta jatah," cibirnya sepelan mungkin menepuk-nepuk bagian di mana Raditya memberikan kecupan teritorial dengan jari. "Dikira aku enggak ada kerjaan apa? Apalagi habis stase jiwa ada ujian, kalau nilai
Nomor panggilan yang Anda tuju sedang berada di luar service area ..."Lah, kok?" Raditya menelengkan kepala tidak mengerti mengapa begitu cepat ponsel istrinya tidak bisa dihubungi. "Ini dia kesambet angin apaan bisa bilang gitu?"Dia menggaruk kepala tak mengerti tapi juga dilanda rasa senang kalau pertama kali mendengar Valentina mulai diserbu virus-virus bucin. Baginya, Valentina itu tipe perempuan yang mudah suka tapi tidak mudah jatuh cinta. Apalagi dia paham betul kalau istrinya itu sangat suka dengan lelaki-lelaki tampan di luar sana. Padahal rupa menawan Raditya juga tak kurang-kurang dari pria-pria yang digandrungi Valentina.Anak-anak koas maupun mahasiswa lain sering kali mendekati Raditya sekadar mencuri perhatian. Meskipun sudah mengenakan ci
Entakkan musik senam SKJ memekakkan telinga tepat di balik ruang perawat yang dibatasi jendela kaca dengan teralis besi di area ruang Flamboyan yang berbentuk U. Di tengahnya para pasien bergerak mengikuti arahan Okin yang menelengkan kepala ke kiri dan ke kanan sambil berkacak pinggang. Lelaki tambun berkulit eksotis tersebut berteriak penuh semangat mirip pelatih sepak bola seakan-akan tak peduli sinar matahari mulai merangkak ke ubun-ubun membakar kulit. Jangan dikira menyuruh pasien dengan berbagai gangguan kejiwaan untuk menyamakan gerakan itu mudah, tidak semua dari mereka mau mengikuti olahraga menyehatkan ini. Ada yang duduk-duduk di pojokkan sambil memandang kosong ke arah barisan di depannya, ada yang berdiri seraya garuk-garuk kepala tak mengerti, dan ada juga yang mendekati Okin dengan suara centilnya.Tidak hanya Okin, dia dibantu tiga mahasiswa dari instansi la
"Aduh sayangku ... akhirnya hamil juga," teriak Sofia begitu sampai di rumah menantunya ketika Valentina tengah mencicil laporan kasusnya di ruang tamu.Gadis itu membeliak, buru-buru beranjak namun ditahan oleh Sofia yang tidak ingin menantu yang sudah dianggap anak sendiri tersebut kecapaian. Di belakangnya, sang suami muncul dan berjalan tertatih-tatih karena tengah menderita asam urat di bagian jempol kaki. Mereka baru saja kembali dari klinik dokter kemudian iseng-iseng ingin mampir ke rumah Raditya sekadar memastikan bahwa berita kehamilan Valentina itu memang benar adanya.Valentina sungkan jikalau hanya duduk tanpa menyambut mertuanya dengan benar. Dia berdiri mengabaikan perintah Sofia lantas menyalami mereka dan berkata, "Makasih tapi ... Mama tahu dari--"