Bab 23 Aroma parfum yang memabukkan menyeruak indra penciumannya. Sungguh memabukkan. Reflek Nay menangkupkan kedua tangannya menutupi wajah hingga matanya terpejam. "Sampai kapan mau memejamkan mata?" Nayla terkejut mendengar suara ceklek, ternyata sabuk pengamannya dipasangkan Aryo. Malu bukan main, wajahnya sudah memanas. Gegas ia memalingkan muka ke luar jendela. "Ayo, Pak! Keburu terlambat." "Ayo, kemana, Nay?" "Ckk, terserah." Aryo tergelak melihat wajah Nay yang mendengkus kesal. "Jangan sering-sering cemberut. Mengajar itu dari hati, Nay. Jadi guru yang murah senyum. Muridmu nanti akan dengan senang hati menerima ilmu yang kamu ajarkan." "Iya tahu," ucap Nay setengah hati. Merasa kesal dikerjain laki-laki di sampingnya. Jauh di lubuk hati, ia sebenarnya takut juga kalau keduanya khilaf. Setan tak pernah berhenti mengganggu manusia apalagi saat berduaan lawan jenis. Oleh karenanya, ia memegang prinsip untuk pacaran setelah menikah. Namun, saat ada laki-laki yang mengajak
Bab 24A“Di saat kamu merasa dalam titik terendah di hidupmu hanya kepada Tuhanmu tempat berserah diri, yakinlah pada dirimu sendiri untuk semangat dan bangkit memperbaiki diri.”Menghempaskan badan ke ranjang, pikiran Nay masih terngiang ucapan Aryo di mobil.“Kamu masih mengharapkan laki-laki lain, Nay?”“Kamu masih berharap bersama Andra?""Hah?!""Lupakan! Saya hanya bercanda, kamu terlihat cocok dengan pasmina itu.""Ishh, dasar Pak Aryo. Paling bisa bikin aku malu, mukaku pasti merah kayak kepiting rebus." Nay sudah memukul berkali-kali guling yang ia peluk, untuk meluapkan kesalnya pada Aryo.Sejenak memejamkan mata, Nayla berjingkat dari tidurnya. Ia teringat tentang nilai ujian Aljabar Abstraknya.Tiba-tiba jantungnya berdebar tak karuan, seperti genderang ditabuh. Nayla benar-benar takut hasilnya tidak sesuai harapan. Pelan ia membuka sistem informasi yang memuat nilai di web.Hatinya mencelos, benarlah adanya. Dalam sejarah, Nayla baru kali ini tidak lulus ujian. Badannya j
Bab 24BNay melempar ponselnya ke samping. Gegas ia menenggelamkan wajahnya ke bantal. Setidaknya obrolan dengan dosennya sedikit mengobati kesedihannya.Pagi hari meski perkuliahan sudah udai dengan ditutup ujian, Nayla harus le kampus sesuai permintaan dosennya. Ia bergegas menyiapkan diri untuk menemui Aryo. Mengenakan celana denim dan kaos serta outer kemeja bergaris kesukaannya serta jilbab yang senada.Sekarang Nay mulai nyaman menggunakan hijab yang menutupi rambut panjangnya. Lalu tak lupa tas cangklongnya ia bawa. Tidak sampai 15 menit ia di depan ruang Aryo, karena di jalan ia bertemu salah satu temannya lalu dibonceng motor sampai kampus.Nayla mengetuk pintu ruang dengan perasaan tak menentu. Hatinya masih bertanya-tanya ada perlu apa ia disuruh ke kampus pagi-pagi."Assalamu'alaikum Pak," sapa Nay sambil masuk ruangan."Wa'alaikumsalam. Masuk Nay!""Ada hal penting apa ya, Pak?" tanya Nay penasaran."Laporan survey sudah beres?" Aryo mencoba mengawali obrolan dengan urusa
Bab 25ABaru beberapa menit Nay menghempaskan tubuhnya ke ranjang, terdengar panggilan Bu kos."Ada apa, Bu?""Wajahmu kenapa jelek begitu,Nay?""Ah Ibu nih nggak bisa apa menghibur sedikit," decisnya membuat Bu kos tergelak."Tuh ada ibu-ibu cantik datang mencarimu. Apa benar dia saudaranya Bu Maya? Perasaan Bu Maya nggak pernah cerita punya saudara bernama Bu Sinta."Jantung Nay berdebar mendengar nama Bu Sinta disebut. Pikirannya kalang kabut memikirkan kedatangan wanita itu ke kosnya."Bagaimana Bu Sinta tahu alamat kosku?" Sejenak Nay berpikir."Ah, iya Bu Sinta barusan pulang dari luar negeri, Bu. Mungkin Bu Maya nggak pernah cerita.""Oh. Ya sudah sana temui.""Ah, paling Bu Maya yang bilang alamat kosku. Tapi kenapa juga Bu Sinta nyari aku?""Bu Sinta? Mari, silakan duduk!" Nayla berusaha tersenyum, meskipun hatinya sedang tidak baik-baik saja."Ya, terima kasih." Raut wajah Bu Sinta memang tidak bersahabat. Namun Nay tetap bersikap sopan dengan mama dari dosennya."Ibu sama s
Bab 25B"Hmmm, Mbok lihat Nay nggak seharian ini?" tanyaknya dengan suara lirih."Oh, Neng Nayla pagi ini mbok belum lihat dia beli sarapan. Terakhir kemarin dari kampus mampir beli makan siang tapi wajahnya kok suntuk juga ya, matanya sembab kayak habis nangis. Cuma waktu mbok tanya dijawab kelilipan."Cerita Mbok Ijah menambah hati Aryo tidak tenang. Ia buru-buru menyelesaikan makan lalu membayarnya dan berpamitan.Nayla sudah berangkat ke rumah Mika yang di Yogya. Hari libur setelah ujian mereka habiskan di rumah Mika untuk silaturahim sekalian jalan-jalan merehatkan pikiran yang penat karena ujian semester. Ditambah juga masalah pelik yang menimpanya.Mereka memilih naik kereta dari Bandung turun di stasiun Yogyakarta. Orang tua Mika aslinya berasal dari kota pelajar, tapi ia memilih menimba ilmu di Bandung karena ada Pakde dan Bude yang tinggal di kota kembang. Sebelumnya mama Mika sempat ke Bandung, lalu meminta Mika pulang ke Yogya kalau liburan semester.Dibutuhkan delapan jam
Bab 26Pagi hari setelah Nayla sarapan bersama keluarga Mika. Mereka berdua berencana mau jalan jalan ke pantai selatan. Banyak Pantai yang ada di Yogyakarta yang bisa dikunjungi. Salah satunya mereka akan mengunjungi Pantai Parangtritis dan Pantai Depok, karena Bu Rina sudah pesan minta dibelikan ikan segar. Jadinya mereka akan mampir ke Pantai Depok juga.Fatih berpesan pada Mika akan menyusul mereka setelah menjemput sahabat baiknya selama kuliah. Meskipun teman kuliah dengan jurusan berbeda Fatih dan sahabatnya sangat akrab karena mereka tinggal satu kos dan teman aktif organisasi. Berhubung sedang ada waktu longgar sahabatnya ingin main lagi ke rumahnya dan jalan-jalan untuk refreshing, sekalian ke resepsi pernikahan temannya yang juga berasal dari Bandung."Mas Fatih, kenalin ini teman aku kuliah. Cantik, kan?" Bibir Mika tersungging saat memperkenalkan Nayla ke Fatih."Nayla, Mas bisa panggil saya Nay." Dengan sedikit tersipu Nayla memperkenalkan diri ke Fatih."Aslinya Nay ngg
Bab 26B"Nay, ...." Mika menepuk-nepuk bahu Nayla"Apa, Mi?" Nayla masih tidak mengubah pandangannya dari laut."Itu Nay. Mas Fatih jalan sama siapa coba?""Siapa memang?"Nay membalikkan badannya." Itu....kan...Pak..." Mika menutup mulutnya dengan tangan kanan."Astaghfirullah. Kok Mas Fatih bisa bareng Pak Aryo, Mi?" Nayla kaget bukan main. Tubuhnya mematung di tempat.Nayla rasanya ingin menghilang saja dari situ karena harus ketemu dengan sosok yang ingin dihindari di saat ingin menyegarkan pikirannya."Mika, Nay, kenalin ini sahabat Mas waktu kuliah di Bandung dulu." Fatih mengenalkan Aryo ke Mika dan Nayla."Apa?! Mika dan Nay menjawab kompak dan saling pandang satu sama lain."Kenapa Mas Fatih nggak cerita, kalau kenal dengan Pak Aryo?""Haaah, Pak Aryo. Memang siapa dia?""Ini lho Mas, Pak Aryo dosenku sama Nay di kampus." Mika berusaha keras menjelaskan ke kakaknya."Lhah, namamu kok jadi Aryo, biasanya juga sukanya dipanggil Endra?" tanya Fatih ke Aryo penasaran.Sementara i
Bab 26C"Jadi, saya harus manggil Mas juga?" Nayla tidak bisa menahan tawanya. Aryo yang melihatnya mulai gemas."Iyalah, memangnya saya bapak kamu. Pokoknya di luar kampus jangan panggil Pak." Aryo terkesan memaksakan kehendak."Ya deh, tapi saya manggil begitu jangan diketawain, ya. Nggak terbiasa kalau Mas Aryo." Nayla tersenyum malu menenggelamkan wajahnya di lutut."Yang penting panggilnya jangan Pak." Aryo menegaskan dengan suara bariton ke Nayla."Iya iya Pak, eh Mas Aryo." Nayla geli sendiri memanggil dosennya dengan sebutan Mas."Nah gitu kali, biar lebih akrab." Aryo mengulum senyum. Ia merasakan bahagia luar biasa bisa ketemu orang yang dicarinya."Nay," suara Aryo menggantung, membuat Nayla menolehkan wajahnya ke samping."Iya, Mas?" Nayla menatap sebentar karena penasaran. Setelahnya ia menundukkan wajahnya kembali."Saya mau serius sama kamu, Nay." Gantian Aryo yang menatap Nay dengan serius. Sementara itu, saat Nay menoleh kembali tatapan mereka bertemu, Nay segera mema