"Terimakasih, Cit, kamu memang sahabat terbaikku, cuma kamu yang selalu ada saat aku butuh penguat diri," ucapku sembari memeluk Citra. "O iya, ngomong-ngomong soal suamimu, belum ada kabar juga dari dia? ' "Hem, belum Cit, aku juga bingung, rencananya minggu depan aku sama Papa mau nyari keberadaan Mas Anam ke jakarta. " "Kamu mau ke jakarta? Terus Zahra sama siapa? " "Soal itu kamu tenang saja, ada Mama yang akan menjaganya, disana juga nanti ada pengasuh yang ikutan jaga, jadi Mama aku gak bakal kecapekan. " 'Jadi orang kaya itu ternyata enak ya, Ri, semoga nasib baik kamu nular sama aku ya, biar aku juga bisa ngerasain enaknya jadi orang kaya, mau apa tinggal tunjuk aja. " "Kamu Cit, bisa saja, eh, makan yuk, kamu pasti lapar, nanti malam tidur sini ya, aku cuma berdua aja nih sama Zahra di rumah sebesar ini. " "Oke siap Bu, Bos, tapi aku ambil baju ganti dulu ya. " "Oke siap," dan kami pun tergelak bersama. Dua minggu sudah aku menempati rumah lama rasa baruku ini. Sela
"Maaf, Mas, kenapa Mas Haris jadi ngatur-ngatur aku? Biarpun aku pemilik nya tapi bukankah aku harus mencontohkan hal yang baik untuk karyawanku? Bagaimana jadinya karyawanku jika aku sebagai pemimpinnya saja tidak bisa memberikan contoh yang baik bagi mereka, maaf Mas, kalau tidak ada yang penting lagi aku permisi," ucapku sembari akan menaiki mobil bagian kemudi. "Tunggu, Ri, " ucap Mas Haris sembari tiba-tiba memegang tanganku. Sontak saja aku terbelalak, saat aku akan menepis tangan Mas Haris dari tanganku tiba-tiba suara cempreng Mbak Fitri memekakkan telingaku. "Bagus ya, ternyata ini penyebab kamu mau menceraikan aku, Mas, heh jablay! Apa gak ada pria lain yang harus kau goda selain suamiku ha! " umpat Mbak Fitri dengan mulut kotornya. "Fitri! Jaga bicaramu! " hardik Mas Haris pada Mbak Fitri. "Memang benar kan, Mas, karena perempuan ini kan kamu mau menceraikanku?" "Bicara apa kalian ini, tolong kalau rumah tangga kalian sedang bermasalah jangan pernah sangkut pautkan
"Sudah siap semua, Ri? ""Sudah, Pa. ""Kamu hati-hati ya Ri, terus berdoa semoga apa yang kamu dan orang pikirkan tentang Anam selama dia menghilang adalah salah. ""Iya, Bu, aku juga berharapnya begitu, tapi kalaupun seandainya benar apa yang orang katakan tentangnya aku akan ikhlas melepasnya, mungkin memang dia tidak bahagia hidup bersamaku, tapi setidaknya jika aku sudah menemukan Mas Anam dan tahu kebenarannya, hati ini terasa lega hingga aku jadi tahu langkah apa yang harus aku ambil untuk kelangsungan rumah tangga ku ini. ""yaudah sana, Papa sudah menunggu. ""Yaudah, Ma, aku pamit ya, Zahra kamu jangan nakal ya, baik-baik di rumah Oma," ucapku sembari mengelus kepala Zahra dan mencium kening dan kedua pipinya. "Iya, Bu, Ibu hati-hati di jalan."Aku pun segera melangkah menuju kursi penumpang mobil yang kami naiki, karena aku dan Papa harus segera berangkat ke Bandara, karena jadwal keberangkatannya sekitar dua jam lagi. Sedangkan jarak rumahku ke Bandara se
"Aku hanya terlalu takut, Pa, takut jika apa yang dikatakan orang tentangnya adalah benar. ""Berdoa saja semoga apa yang kamu khawatirkan tidak benar terjadi, ya sudah yuk sekarang kita berangkat takut kemalaman. "Aku dan Papa berjalan menyusuri koridor hotel, hingga akhirnya kami sampai di lobi dan ternyata sudah ada supir yang memang menunggu kami. ***Aku terdiam selama perjalanan menuju alamat tempat tinggal Mas Anam, hatiku berdetak tak karuan, dahiku berkeringat, padahal ac mobil sudah di fullkan tapi tak juga menghilangkan rasa panas di hatiku. Hingga tanpa kusadari akhirnya mobil kami sudah sampai di tempat tujuan.Kuedarkan pandanganku menatap ke sekeliling tempat yang baru saja aku datangi ini. Kondisi kampung yang padat rumah dan ramai warganya terlihat jelas dari sini, karena saat ini jam menunjukkan pukul setengah lima sore. Biasanya jika jam-jam segini adalah jam yang paling enak untuk berkumpul para Ibu-Ibu, baio itu untuk berghibah maupun bercengkrama biasa. Dan ter
"Maafkan aku, Ri, aku tak bermaksud meninggalkanmu, aku, aku terpaksa, , Ri," ucap Mas Anam sembari menundukkan kepalanya. "Ada apa sebenarnya Mas, tolong ceritakan? ""Marilah masuk dulu, biar aku jelaskan didalan, tak enak jika didengar orang, o iya kamu kesini sama siapa? Dan bagaimana bisa kamu tahu alamatku? '"Ah ini kenalin, ini Pak Hadi, dia Papaku. ""Papa? Maksudnya? Ayahmu sudah meninggal kan? " tanya Mas Anam dengan raut muka yang bingung. "Ayo kita kedalam saja, biar aku jelaskan juga apa yang sudah terjadi saat kau tak ada, tapi aku butuh penjelasan darimu terlebih dahulu, Mas.'"Baik, masuklah kedalam, maaf, seperti ini lah keadaannya, mari Pak, silahkan masuk."Aku dan Papa pun mengekor Mas Anam untuk masuk kedalam rumahnya. Kuedarkan kembali pandanganku ke sekeliling rumah yang Mas Anak sewa ini, sungguh sangat tidak layak menurutku, lantai yang hanya berupa semen kasar, genteng yang sudah banyak lubang angin disana sini, serta udara yang penga
" Tapi aku sempat menghubungi Mas Tio, aku minta tolong untuk memberitahukanmu soal keadaanku disini, aku bilang aku minta tolong sama Mas Tio untuk bicara kepadamu agar kamu bersabar menungguku pulang karena musibah yang menimpaku mengharuskan aku menunda untuk pulang. Tapi entah itu disampaikannya padamu atau tidak. " lanjut Mas Anam lagi. "Mas Tio dan Mbak Tiwi memang pernah bilang soal kamu, tapi mereka bilangnya kalau kamu disini nikah lagi dengan wanita lain karena kamu tak mau hidup miskin denganku dan Zahra, bahkan kabar itu sudah beredar satu kampung kita. Tapi jika ceritanya seperti yang kau katakan, sungguh aku tak bisa memaafkan perbuatan Mas Tio dan istrinya, " ucapku dengan geram."Demi Allah Ri, apa yang Mas ucapkan barusan tidak ada yang Mas tutup-tutupi, Mas sangat mencintaimu dan Zahra, bahkan dengan kondisi Mas yang seperti ini Mas tidak mau lagi kembali ke tempat kerja Mas yang dulu, Mas takut jika anak bos Mas akan kembali melakukan hal yang menjijikkan lagi. ""
"Yah begitulah, tapi aku tetap bersyukur ternyata semua bantuan itu Papa yang berikan, kenalin ini Papa kandungku, namanya Pak Hadi, dan Mama kandungku namanya Bu Intan, beliau tidak ikut kemari karena menjaga Zahra yang baru saja masuk sekolah. ""Zahra sudah masuk sekolah? Ya Allah anakku, ternyata kamu sudah besar, Dek, Mas rindu sekali sama putri kita. " ucap Mas Anam sembari menerawang, kentara sekali ia teramat menahan rindu yang mendalam pada putri semata wayang kami itu. "Besok kamu ikut kita pulang, Nam, habis ini kamu ikut kita dulu ke hotel, besok pagi kalian pergilah untuk merawat diri dan membeli pakaian yang bagus, bukan maksud Papa menghina penampilan kalian, tapi terkadang memakai pakaian bagus dan terlihat rapi dan wangi itu adalah sebagai bentuk menghargai diri sendiri, terlebih Lagi sekarang Riri adalah seorang pemimpin perusahaan, lalu esok paginya kita akan pulang, pokoknya setelah dari sini, tidak ada lagi kalian menangis karena bersedih, tapi menangislah karena
"Mas bersyukur bisa memiliki istri sholehah sepertimu, Mas janji, akan selalu menyayangimu dan Zahra dengan sepenuh hati Mas, Mas juga janji akan menjagamu dan tak akan meninggalkanmu lagi setelah ini. ""Harus dong, kan kehidupan kita sekarang sudah membaik, untuk apalagi Mas merantau kan, Mas bantu aku mengurus perusahaan Papa yang diberikan untuku kita. Tapi Mas masih ingat, prinsip hidup kita kan? ""Pasti dong, sedikit apapun uang yang kita dapatkan, kita harus ingat disitu ada hak orang lain, jadi kita harus tetap bersedekah meskipun dengan nominal yang terkecil sekalipun. ""Alhamdulillah, suamiku masih ingat, " ucapku sembari tersenyum manis. Lama kami saling berpandangan hingga akhirnya ucapan Mas Anam membuatku tersipu. "Dek, Mas kangen, Mas juga pengen kasih adek buat Zahra. ""Ish, Mas, ini tempat umum, kalau orang dengar gimana? " ucapku sembari melotot kearah Mas Anam, tapi bukannya Mas Anam takut melainkan tertawa terbahak, hingga orang-orang di sekitarku dan Mas Anm m