Share

Bab. 91

“Jauhan sana, Mas. Jangan cium aku!” amuk Bu Mutia dengan tangis tertahan. Meski ia merindukan pelukan dan sentuhan suaminya, tapi bayangan bibir itu pernah singgah di pipi wanita yang lain membuatnya mengamuk.

Namun pak Cipto yang semakin takut kehilangan istrinya juga rindu yang dua minggu tertahan ini, membuatnya enggan menjauh. Malah ia smekain meringsek naik ke pembaringan dan mengungkung istrinya.

Tak ia perdulikan pukulan betubi dari bu Mutia, semakin bu Mutia menghajarnya, semakin ia tambah kecupan. Ia mengecup dimana saja, yang bisa ia kena. Wajah, bahu juga tangan yang sedari tadi meninju-ninju bahu lebarnya.

“Pukullah, mas. Asal jangan tinggalin mas. Mas rela dipukulin, dihajar sama kamu tiap hari, asal kamu tetap ada di samping mas, sampai maut menjemput.” Netra pak Cipto berembun, tiba-tiba saja bayangan kematian menghampiri benaknya.

Bagaimana seandainya saat dia berzina bersama wanita itu, lalu malaikat maut menjemput. Ini adalah zina. Dimana pelakunya apabila sudah m
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status