Bab 29PenyesalanPOV ibu mertuaNanda, dia adalah menantu dari anak sulung ku bernama Wawan. Awal perkenalan nampak dia baik dan juga KAYA. Kenapa saya bilang KAYA, karena dia setiap datang kerumah selalu membawa buah tangan. Kadang membawa ayam goreng utuh satu kardus, membawa buah jeruk, pernah juga membawa sembako yang sangat komplit. Penampilannya yang begitu modis dan juga perhiasan yang melekat di jarinya maupun di lehernya terlihat bukan emas murahan.Setiap dia datang kerumah, selalu aku sambut dengan hangat. Dia yang bekerja di salah satu pabrik garmen terbesar di Asia tenggara. Pastilah memiliki gaji yang lumayan banyak. Aku selalu melempar senyum dan pujian mencerminkan Mertua idaman. Agar kelak setelah dia menjadi menantuku, aku kecipratan uang yang dimilikinya.Tapi itu tak berlangsung lama, semenjak aku tahu dia tidak lagi bekerja disana. Dan semenjak Wawan mengabarkan kalau Nanda tengah mengandung, dan ingin segera menikahinya. Hatiku remuk redam, bak disambar petir di
Bab 30Uang adalah segalanya.Nanda tak bergeming, diraihnya tubuh mungil yang kini sedang bermain di depannya.Kini semua ada di tangan Nanda, akan memberikan uang pada Ibu mertuanya atau membiarkan dia terus saja berkata kasar. "Jangan bicara seperti itu, Ibu!" ucap Nanda meminta pada Bu Partini.Nanda terlihat ragu akan keputusannya. Dia terlihat meyakinkan hatinya untuk melangkah lebih jauh."Aku akan berikan uang ini kepada Ibu, semuanya, tapi dengan satu syarat!"Nanda menata nafasnya yang memburu naik turun menahan sakit setelah mendengar ucapan ibu mertuanya."Syarat-syarat … Memang siapa kamu? Berani-berani mengancamku," sungut Bu Partini, Ibu mertua Nanda.Kali ini Nanda benar-benar harus bertindak, dia mengatur nafas dan membuangnya perlahan. Digendong nya Hawa di sebelah kiri. Dan menyodorkan uang yang cukup banyak, di meja.Lantas ibu Partini terlihat sumringah, melihat Nanda begitu mudahnya memberikan uang itu kepada dirinya."Eits … gak semudah itu verguso!" Nanda lan
Bab 31JenuhNanda menoleh ke belakang, memperhatikan Ibu mertuanya apakah sudah benar-benar pergi. "Haist … hidup ini sangat melelahkan kalau begini terus," gumam Nanda lirih. Dia beranjak dari kursi yang ia duduki, untuk sekedar melihat Hawa yang tidur di kamar. Hawa belum berpindah dari posisi tidurnya dari awal, sesekali mengulas senyum. Mungkin bayi kecil itu sedang bermimpi indah.Belum sempat Nanda meninggalkan kamar, terdengar suara gaduh di depan. Nanda hanya mengintip dari balik gorden jendela, melihat siapakah yang sedang berbincang hingga suaranya terdengar begitu keras."Cepet bayar utang kamu, saya gak akan pergi sebelum kamu membayar semua utang-utang kamu!" Terdengar Bu RT menagih utang terhadap ibu, itu yang terdengar oleh Nanda. Nanda segera memperhatikan Hawa, apakah dia terbangun setelah mendengar keributan di luar? Benar saja dia hampir menangis dibuatnya, Nanda segera menggendong anak semata wayangnya berjalan menuju depan rumah."Saya bakal melunasi hutang-hu
Bab 32Uang lagi"Buat bayar utang Ibu," tutur Mas Wawan pelan."Kok gitu sih, Mas? Aku gak mau!""Ayo lah, Dek. Mas pinjem dua ratus aja, nanti aku ganti kalau gajian!" "Mas, kamu pikir kalau kita bantu ibu bayar utang-utangnya, dia bakal berhenti ngutang gitu? Gak, Mas! Ibu mu gak akan berhenti ngutang, yang ada dia malah ke enakan. Gak tanggung jawab! Pasti dia akan mengulangi lagi ! Gak kapok dia," ucapku sedikit kesal, lelaki yang bergelar suami itu tak bergeming. Dia mencerna perkataan ku. "Tapi, Dek. Kita kan punya uang, sedangkan ibu lagi kesusahan. Gak pantas jika kita gak bantu!" "Halah … kita aja punya urusan sendiri lho, Mas. Tu rumah gak jadi-jadi karena apa? Karena kalau punya uang kita kasih ke ibu. Ya … kalau orang tua mu itu ngerti sama kita. Orang tuamu itu biasanya cuma ngerti sama adik mu saja!" Aku Menghentikan aktivitas ku menyuapi Hawa. Dan mengalihkan pandanganku ku arah suamiku."Pokoknya kamu beri ibu uang, dua ratus ribu. Jangan sampai nanti Ibu masih min
BAB 33Titik terang"Ini rumah gua kali," ucap Adi dibarengi tawa cengengesan."Siapa sih, Di? Temen kamu tho?" Ibu bertanya karena kepo dengan kedekatan mereka."Iya, Bu. Dia teman waktu masih sekolah dulu. Namanya Rika!" Wanita itu hanya mengangguk dan tersenyum melihatku."Rumahnya Mbak Nanda ya?" tanya Rika kepada kami yang berada di hadapannya. Dia menatap kami bergantian."Iya ….""Rumah mertuanya, bukan rumah dia! dia di sini numpang," sahut Ibu yang berdiri di sampingku.Aku memutar bola mata, begitu panas mendengar ucapan Ibu baru saja. Namun tak aku hiraukan. Aku mengajak Rika masuk ke dalam rumah, dan mempersilahkan dia duduk di kursi."Ada perlu apa ya, Mbak Rika?"Rika terlihat mengeluarkan pola dan juga kain. Kali ini pekerjaanku semakin diperbanyak. Terlihat sekali dengan adanya kain yang bertumpuk diberikan padaku.Dia juga menyodorkan uang kekurangan pembayaran kemarin.Diperiksanya baju yang selesai aku jahit. Sepertinya Rika adalah seseorang yang teliti. Dia meliha
Bab 34Sandiwara mertuaKubuang nafas dengan perlahan, Hawa yang terlelap dalam dekapanku. Masih kurasakan isaknya. Karena isak tangisnya tadi memang cukup lama.Aku masih mematung, diam tak bicara. Hanya menatap mereka dari kejauhan.Dan tiba-tiba Ibu sudah keluar dari kamar dengan membawa tas di pundak. Dengan deraian air mata, dia membawa tas berisi pakaian di dalamnya."Ibu yang akan keluar dari rumah ini! Kamu ambil rumah dan segala macamnya," Ibu mengeluarkan air mata yang berderai. Entah apa yang ada dalam pikiran wanita tua itu. Miris melihat-nya yang seharusnya menjadi panutan, malah dia memilih angkat kaki dari rumah. Karena tak sepaham dengan menantunya."Ibu mau kemana?" tanya Mas Wawan kemudian beranjak dari duduknya.Adi pun sama, dia juga terkejut melihat tindakan ibunya baru saja."Wan, kamu bisa memilih Ibu atau Nanda yang harus keluar dari rumah ini!"Aku tersenyum kecut, mendengar pernyataan ibu baru saja. Dia meminta Mas Wawan memilih diantara kami. Aku melempar p
Bab 35Nanda bangkitPOV nandaHatiku hancur. Ya … sehancur-hancurnya. Ternyata menikah tidak seperti yang kubayangkan selama ini. Aku menghapus jejak air mata yang menganak sungai. Menghapus air mata yang tumpah berderai. Aku beranjak dari duduk ku. Dan mencoba menenangkan Hawa. Aku mulai menata hati dan pikiran. Berharap semua hanya mimpi. Tapi pada kenyataannya ini benar-benar nyata adanya. Baiklah kalau itu mau kamu. Aku harus kuat, itu demi Hawa.Ya … Aku akan membalasnya satu persatu. Tapi dengan cara ku.Aku meraih ponsel yang tergeletak di meja kamar.Aku mencari no ponsel ibu RT. Ku kirim pesan singkat kepadanya. [Bu RT, ini Nanda. Apakah ibu mertuaku masih mempunyai hutang pada tabungan RT?] Pesan terkirim, centang dua yang masih berwarna abu-abu. Itu menandakan pesan telah sampai namun belum dibaca. Tak lama kemudian Bu RT membaca dan segera mengirim balasannya.[Masih Nan, dia kemarin cuma ngasih uang sama aku tiga puluh ribu, ibumu berjanji akan melunasinya besok Nusa.
BAB 36Kekecewaan bapakBapak pun tampak sangat kecewa. Dengan terlihatnya rahang yang mengeras dan kepalan kedua tangan.Karena ternyata selama ini yang dibicarakan istrinya tentang menantu-nya tidak benar adanya.Rumah tangga anak sulungnya malah dihancurkan oleh wanita yang telah melahirkannya sendiri.Sungguh diluar dugaan."Ibu, tega-teganya kamu melakukan itu semua pada Nanda dan juga Wawan!" Nyali Ibu menciut tatkala mendengar suara Bapak yang begitu lantang.Karena reputasi bapak sebagai kepala keluarga kini dipertaruhkan."Jangan tinggalkan rumah ini, Nanda. Kita akan segera menyelesaikan pembangunan rumah kalian. Jangan lagi kau hiraukan ucapan ibu!" titah Bapak penuh penekanan.Akhirnya ada titik terang, rumah yang masih setengah jadi akan segera diselesaikan. Dan semua sudah mengetahui perilaku ibu selama ini. Di depan banyak orang ibu tak banyak bicara, dia hanya terdiam mematung tak bergeming sama sekali. Mungkin ini akhirnya yang harus terjadi."Bu RT, memang berapa hu