Bab 49Kedatangan NandaJasmin terlihat bingung. Tapi Bulek baru saja keluar dari kamarku."Bulek, kamu ngapain keluar kamar Nanda? Bulek nyari apa?" Aku dengan spontan bertanya dengan Bulek yang terlihat gelagapan."Kamu simpan dimana sertifikat rumah ini?" Bulek tiba-tiba tidak lagi ragu menanyakan benda berharga itu."Bukan aku, Bulek. Yang menyimpannya, semua itu disimpan Mas Wanto. Aku tidak mempunyai hak atas semuanya.""Bulek ini bingung, Nanda. Bulek ini terjerat hutang, dan harus membayarnya. Bulek harus mendapatkan uang itu secepatnya!" Bulek terlihat menangis dan menjatuhkan bobot tubuhnya ke kursi plastik yang ada di dekatnya."Memang berapa, Bulek? Kalau Nanda boleh tahu?" Jasmin terlihat mendekati Ibunya dan memijat bahu wanita yang melahirkannya.Jasmin adalah anak Bulek bersama suaminya yang terdahulu, karena perceraian mereka berpisah. Bulek bilang suaminya berselingkuh. Tapi aku tidak tahu kebenarannya? Sebab Bulek hanya butuh waktu satu tahun lepas bercerai dia men
Bab 50Ingatan masa lalu "Buruan, malah ngelamun!" Mas Wanto kembali mengajakku, setelah melihatku tertegun.Aku dengan langkah berat lantas berdiri, menyiapkan segala sesuatu dan berganti pakaian.Aku mengenakan tunik berwarna coklat dipadukan dengan jilbab berwarna senada. Celana panjang putih melilit di kaki yang jenjang. Tidak lupa jam di tangan berwarna perak pemberian Mas Wawan. Cincin yang dulu pernah aku jual untuk membeli susu, kini sudah berganti dua cincin melingkar di jari manis dan jari tengah. Hasil jerih payahku menjahit selama ini.Hawa juga mengenakan kalung berliontin kartun penyihir es kesukaannya.Alhamdulilah, tidak pernah lupa kata itu selalu ku ucapkan. Sudah cukup lama aku tidak bertandang ke Wonogiri, ke rumah mertua. Ada rasa khawatir dan sedikit takut. Entah rasa apa itu? Rasa sakit pun tersimpan di ujung hati yang masih tertata rapi.Menggendong Hawa sembari naik di atas motor. Perjalanan Wonogiri-klaten membutuhkan waktu kurang lebih satu jam. Apalagi m
Bab 51ATM hilangEntah mengapa Mas Wanto langsung menutup panggilanku? Dengan keadaan panik aku mencoba menghubungi Pakde Pur. Dia yang telah membuat buku rekening, jadi Pakde Pur lah yang harusnya bisa memblokir ATM tersebut.Alhamdulillah, Pakde Pur bersedia mengurus semuanya.Pupus sudah harapanku segera menempati rumah baru. Aku tidak bisa berharap banyak, tapi semoga ada sisa uang yang bisa diselamatkan."Nanda, gak usah dipikirin! Kalau masih jadi rejeki gak bakal hilang!" ucap Mas Wanto. Ya, Mas Wanto ternyata mengurungkan niatnya kembali ke ibukota. Padahal dia di sini sudah empat hari, dia juga mengatakan bahwa istri dan anaknya juga akan pulang. Mungkin sore akan tiba disini."Padahal sudah aku simpan di lemari lho, Mas! Memang kalau PIN, Pakde Pur lah yang menulis di buku rekening. Katanya dia takut kalau lupa, Nanda ceroboh gak mengunci lemari. Nanda pikir gak akan ada orang yang mau mengambilnya!""Yaudah … mau gimana lagi? Tadi Mas juga sudah mencoba menghubungi Bulek.
Bab 52Rumah baruPOV Nanda"Assalamualaikum," Terdengar salam dari luar."Waalaikumsalam," Aku dan Mas Wanto menjawab bersamaan.Ternyata Ratna, dia datang membawa sekantong bawaan.Mas Wanto pergi ke belakang meninggalkan kami sembari menggendong Hawa. Memberikan kami kesempatan untuk bicara mengenai pekerjaan."Gimana, udah selesai?" Ratna melihat-lihat kain yang aku kerjakan."Belum, Rat. Padahal aku dah lembur ampe malam, malah sekarang aku baru dapet musibah! Jadi gak konsen ma jahitan!" Aku masih meneruskan menjahit, meskipun Ratna berseliweran di belakangku."Kenapa?" tanya Ratna sambil menatapku."ATM aku hilang, sama buku rekeningnya. Padahal dibuku rekening sudah ada No PIN nya! Jadi yang nyuri keenakan!" titahku dengan nada kecewa."Yaelah, Nanda. Kok bisa kamu tulis di buku rekening? Gil* kamu!""Itu ATM kan yang bikin Pakde aku, jadi dia ngasih semuanya ke aku. Dari pada lupa, ditulis di buku. Padahal sudah aku simpan di lemari!""Sial Mulu, hidup kamu!""Gak ngerti! Kam
Bab 53Lamaran AdiPOV AdiAku melajukan motor seperti biasa ke kantor dekat rumah. Jarak antara tempat kerja dengan rumah hanya kisaran dua kilometer. Motor matic berwarna hitam adalah motor yang sering aku pakai. Semenjak aku memutuskan ikatan dengan Kasih, meski sudah menjalani proses tunangan. Tidak membuatku lantas menutup hati, tidak butuh waktu lama aku merasakan kembali getaran-getaran cinta. Semenjak aku berjumpa dengan gadis berlesung pipi itu. Bibirnya yang tipis, dan juga rambutnya yang sedikit ikal.Tapi niat hati ingin berkenalan selalu saja aku urungkan. Pekerjaannya yang menjadi kasir di Alf*mart dekat rumah. Membuatku sering kali mampir sekedar membeli sebungkus rokok maupun membeli sebotol minuman kemasan.Hari ini aku berniat memberanikan diri berkenalan, maksud hati ingin mengenal lebih dekat. Namun sayangnya bukan hari keberuntunganku, dia tak masuk kerja dengan alasan sedang berduka. Ada rasa penasaran siapa orang terdekat yang meninggal. Aku mencoba bertanya ala
Bab 54Pulang ke wonogiriPOV NandaAlhamdulilah, semua berjalan lancar. Aku dan juga Hawa tiba di Wonogiri dengan selamat. Di rumah mertua sudah cukup banyak orang. Karena memang besok Adi melangsungkan pernikahan. Semua mata tertuju pada kami yang sedang turun dari mobil, satu persatu para tetangga malah ikut membantu menurunkan mesin. Hanya sekedar dimasukan kedalam rumah baru. Karena besok masih ada acara mungkin, lusa akan aku rapikan dan tata sesuai tempatnya."Assalamu'alaikum," Kuucapkan salam, setelah kaki kanan ku melangkah di rumah baru. Kusapu seluruh ruangan dan melihat hingga ke langit-langit. Alangkah bahagianya aku kini bisa memiliki rumah sendiri. Meskipun lantai belum dikeramik dan tembok masih sebagian di plester. Tapi syukur ku tak pernah habis. Sungguh besar karunia Allah. Memberikan cobaan yang membuatku hampir menyerah. Tapi diganti dengan berdirinya rumah ini dengan kokoh. Aku letakan tas dan juga Hawa di kasur baru. Kurebahkan Hawa yang tertidur pulas di gend
BAB 55Menantu tak tau diriPOV Author"Embu ...Embu." Hawa terbangun, setelah mendengar Tante Siska berucap lebih keras. Tante adalah panggilan untuk Siska istri dari Adi.Nanda berjalan menuju kamar, mencoba meraih tubuh mungil itu lalu menggendong nya keluar. Siska yang melihat Hawa berlinangan air mata hanya diam sembari membuka baju yang dibawanya tadi. Memang Siska adalah tipe wanita yang tidak terlalu suka dengan anak kecil. Apalagi tangisannya yang terkadang tidak mau berhenti.Tanpa meminta maaf Siska pulang kerumah. Dan juga tak mempunyai sungkan pada Nanda sang kakak ipar. Berjalan dengan hentakan kaki yang cukup keras.Ibu mertuanya yang sedang berbaring di kasur lantai depan televisi terbangun, karena tidak sengaja tertidur. Padahal jam masih menunjukan angka sembilan lebih dua puluh menit."Bu, pagi-pagi dah tidur? Gak baik untuk kesehatan, Bu. Mending ibu cari kerjaan deh! Bersihin rumput atau ngepel, buat cari keringat!" ucap Siska tanpa mempunyai sungkan atau rasa tak
BAB 56Hutang SiskaOrang bilang jual anak untuk membayar hutang-hutang, tak kupedulikan. Toh hutangku juga aku bayar sendiri bukan orang lain. Jadi buat apa aku dengerin apa kata mereka, bisa-bisa aku ikut kurus.POV AuthorSemenjak Nanda tinggal dirumah sendiri, setiap pagi dia belanja sayur di tempat langganan. Demikian juga Siska, setelah dia menjadi istri Adi. Dia lah yang sekarang bertugas mengatur keuangan, sebab ibu mertua sudah tak sanggup lagi mengurusi semuanya. Berjalan sendiri saja kadang masih terlihat kesulitan, apalagi harus mengurus semua kebutuhan rumah tangga.Tapi watak dan kebiasaan Siska langsung terlihat setelah seminggu pernikahan, dia tipe wanita yang tanpa sungkan mengomentari kehidupan orang lain. Apalagi dengan kehidupan kakak iparnya yang selalu terlihat berlebih. Meskipun dia tidak tahu sebenarnya yang terjadi di rumah tangga Nanda. Sebab Nanda sangat pintar menutup urusan keluarganya. Karena dia pikir urusan rumah tangganya bukan konsumsi publik. Nanda