Milea menarik napas panjang lantas mengembuskan perlahan mendengar ucapan Mark. Dia berusaha untuk tetap tenang meski perasaannya campur aduk mendengar suara sang ayah yang terdengar keras.“Ada beberapa hal yang harus aku jelaskan, Pa.” Milea berhenti tepat di depan meja kerja sang papa.Mark tidak membalikkan kursi ke arah Milea. Dia tetap duduk menghadap ke jendela.“Aku tahu sudah salah menyakiti hati Papa, membuat Papa salah paham karena tak jujur sejak awal soal siapa ayah Kai,” ucap Milea mencoba mulai bicara meski sang papa tak menatap dirinya.“Saat itu aku takut, Pa. Papa tidak bisa memaafkan siapa pun yang menyakiti keluarga kita, membuatku berpikir ribuan kali saat ingin memberitahu soal Hanz,” ujar Milea lagi.“Dari semua ketakutan itu, aku juga memiliki banyak pertimbangan kenapa tak jujur, salah satunya karena Hanz masih kuliah. Dia harus belajar dan lulus dengan baik agar kelak bisa benar-benar menjadi pria yang bertanggung jawab. Kuakui, semua memang salahku yang tak
“Hanz dan Milea jadi ke rumah orang tua Milea?” tanya Aruna saat datang ke rumah orang tua Hanzel. Dia bertemu dengan sang bibi yang memakai celemek. “Jadi, tuh Kai saja ada di dapur lagi asik membuat kue,” jawab Cheryl sambil menunjuk ke dapur. Emily langsung melepas tangan Aruna saat mendengar ucapan Cheryl. “Emi!” Aruna ingin meminta Emily berjalan, tapi putrinya itu sudah lari sangat cepat. “Anak itu,” gumam Aruna sambil menggeleng kepala pelan. “Sudah tidak apa, namanya juga anak-anak,” ujar Cheryl, “sana kalau mau ke dapur, Oma bikin kue banyak karena Kai suka sekali membentuk adonan,” ucap Cheryl lantas pergi ke kamar karena ingin mengecek sesuatu. Emily sudah masuk dapur lebih dahulu. Dia melihat Kai yang berdiri di atas kursi sedang memasukkan kue ke toples. “Wah. Oma Uyut masak kue banyak,” ucap Emily karena melihat banyak toples berisi kue di meja. Annetha sedang memasukkan loyang berisi adonan ke oven, lantas menoleh saat mendengar suara Emily. “Emi sudah datang, s
“Papa memaafkanku?”Milea mengangkat wajah agar bisa melihat sang papa yang duduk di hadapannya.Mark hanya mengangguk tanpa sepatah kata untuk menjawab pertanyaan Milea. Sudah cukup keduanya menitikkan air mata, tidak ada yang perlu lagi ditangisi.Milea tersenyum meski wajahnya basah dan ingin kembali menangis karena masalahnya dengan sang papa selesai. Dia bangun lantas memeluk pria itu.“Aku akan memperbaiki kesalahanku, Pa. Aku tidak akan membantah ucapan Papa lagi,” ucap Milea sambil menatap sang papa dengan seulas senyum.“Tidak akan membantah?” tanya Mark memastikan.Milea menggelengkan kepala mendengar pertanyaan Mark.“Kalau begitu akhiri hubungan dengan pria itu,” ucap Mark.“Pa!” Milea sangat terkejut mendengar ucapan Mark.Mark malah tersenyum melihat Milea terkejut. Dia pun mengusap rambut putrinya dengan lembut.“Papa bercanda,” ucap Mark lagi, “lihat bagaimana usahanya mendapatkanmu, maka papa akan mempertimbangkan memberi restu,” imbuhnya.Milea melebarkan senyum samb
“Archie, bolanya jangan dibawa begitu? Tendang!” teriak Emily sambil mengejar Archie yang memeluk bola lantas berlari sambil tertawa.“Kai, kejar Archie!” perintah Emily meski sebenarnya sanggup menggapai bocah tiga tahun itu sendiri.Kai ikut berlari, membuat Archie semakin tertawa karena permainan bola jadi aksi kejar-kejaran.Aruna, Ansel, Sashi, dan yang lain hanya tertawa melihat kelucuan tiga anak kecil itu. Mereka duduk di tikar yang terpasang di atas rumput bawah pohon yang ada di sisi taman.“Hanz belum memberi kabar, Bi?” tanya Aruna sambil menatap ke Cheryl.Semua orang langsung menoleh ke Cheryl saat mendengar pertanyaan Aruna.“Belum,” jawab Cheryl, “semoga semuanya lancar atau aku akan melabrak pria itu lagi kalau sampai macam-macam ke Hanz,” imbuh Cheryl.Semua orang saling tatap mendengar ucapan Cheryl, mereka tentu tahu bagaimana beraninya Cheryl menggampar ayah Milea.Baru saja mereka membahas Hanzel, mobil pria itu memasuki gerbang rumah. Semua orang pun menatap ke
“Biar aku yang gendong,” ucap Hanzel saat melihat Kai tidur saat sampai di apartemen.Milea menatap Hanzel yang mencegahnya menggendong Kai. Dia pun membiarkan Hanzel yang menggendong sebagai tanda jika pria itu bertanggung jawab sebagai ayah.Milea membantu membuka pintu mobik, lantas Hanzel menggendong Kai dengan perlahan-lahan. Keduanya pun masuk lift untuk menuju ke lantai unit apartemen Milea berada, tampaknya Kai kelelahan karena hampir seharian bermain dengan Emily dan Archie.“Jika kita menikah, lalu Kai belum menerimaku bagaimana?” tanya Hanzel mendadak cemas jika Kai tetap tak mau mengakuinya sebagai ayah.Hanzel dan Milea menyadari, tak mungkin memaksa Kai untuk memanggil Hanzel dengan sebutan papa karena bocah itu pasti akan bingung.“Aku yakin Kai bisa menerimamu, hanya saja dia butuh waktu lagi untuk mencerna yang terjadi. Kamu harus berusaha agar bisa mengambil hatinya,” balas Milea mencoba memberi semangat Hanzel.“Semoga Kai bisa menerimaku. Andai dulu aku tahu kalau
“Jadi, urusan Hanz dan ayahnya Milea sudah selesai?” tanya Bintang saat makan malam bersama Aruna.“Iya, Mom. Untungnya semua hanya salah paham, intinya orang tua Milea hanya ingin baik Milea atau Hanz sama-sama bertanggung jawab,” jawab Aruna.“Baguslah, setidaknya tak ada masalah lagi, apalagi Hanz hanya ingin mempertahankan apa yang dimilikinya,” ucap Bintang.Aruna pun mengangguk-angguk mendengar ucapan Bintang.“Oma tahu, Kai lucu lho. Dia kalau diajak bicara malu-malu. Tadi dia bilang sedih ga ada yang sayang mamanya. Katanya ga mau di sana kalau yang lain ga sayang mamanya,” celoteh Emily.“Masa Kai bilang begitu?” tanya Aruna tak percaya.“Iya, Mami. Tadi kita lihat belalang di semak, terus Kai bilang kalau sedih karena mamanya sering nangis,” jawab Emily.Semua orang saling tatap mendengar jawaban Emily. Mereka tak menyangka kalau Kai bicara seperti itu ke Emily, mereka pun membayangkan seperti apa kehidupan Milea sampai Kai bisa berpikir jika tak ada yang menyayangi Milea.“
“Biar aku jawab dulu, barang kali penting,” ucap Aruna meyakinkan karena ponselnya terus berdering.“Biarkan saja. Lagian orang mana yang tak punya aturan telepon malam-malam? Mengganggu saja!” gerutu Ansel tak mau melepas Aruna.Aruna malah terkekeh geli dengan sikap Ansel yang menggemaskan saat kesal. Dia mencium sekilas bibir suaminya itu sampai membuat Ansel terkejut.“Sebentar saja, kalau aku lihat bukan orang penting, aku tidak akan menjawabnya,” ucap Aruna mencoba meyakinkan.Ansel akhirnya mau melepas Aruna. Dia pun bangun dari atas tubuh Aruna, membiarkan sang istri melihat siapa yang menghubungi.“Siapa?” tanya Ansel saat melihat Aruna sudah memegang ponsel.“Bumi,” jawab Aruna, “aku jawab sebentar,” ucapnya kemudian.Ansel terpaksa menunda keinginannya karena menunggu Aruna menjawab panggilan dari Bumi. Tampaknya dia agak kesal karena Bumi menelepon di waktu yang sangat tidak tepat dan menjengkelkan. Ansel mendadak berbaring dengan posisi miring memunggungi Aruna yang sedan
Bumi berada di rumah sakit menunggu Winnie yang melakukan terapi. Beberapa kali terapi, akhirnya Winnie mulai bisa menggerakkan kedua kakinya meski belum bisa berjalan secara sempurna.Bumi menunggu di luar ruangan, berdiri di depan pintu yang terdapat kaca kecil di bagian tengahnya hingga membuatnya bisa melihat Winnie melakukan terapi. Sesekali dia melambai untuk memberi semangat ke Winnie.“Iya, bagus seperti itu. Pelan-pelan saja,” ucap dokter yang menemani Winnie terapi.Winnie berusaha berjalan dengan alat bantu yang ada di ruangan itu. Meski semuanya terasa berat dan melelahkan, tapi Winnie terus berusaha demi Bumi yang selalu menemaninya setiap waktu dan di mana pun dirinya berada.Winnie memandang ke Bumi yang berdiri di luar pintu. Dia tersenyum ke pria itu sambil berusaha menggerakkan kaki untuk berjalan. Hingga Winnie melihat Bumi yang menerima panggilan, sampai akhirnya pria itu meninggalkan ruangan tempatnya terapi.Winnie terlihat terkejut dengan kepergian Bumi, biasany