"Siapa kau bisa seenaknya menyuruhku?!" tanya Darren sambil menaikkan dagunya.
Tatapan elang itu membuat tubuh Nadia mengkeret. "Tidak seharusnya seperti ini, Kak. Tidak akan baik membalas kejahatan dengan kejahatan, kita tidak ada bedanya sama mereka."Darren berdecih seraya membuang muka, detik berikutnya kembali menatap Nadia dari atas ke bawah dengan pandangan remeh."Jangan karena aku baik padamu, kau bisa menyuruhku sesukamu. Aku mau melakukan apapun itu bukan urusanmu, Nad," bisik Darren.Dia paling benci ada yang mencoba-coba ikut campur urusannya, sekalipun itu adalah wanita yang disayanginya."Ada cara lain untuk membalas mereka, Kak," ucap Nadia.Darren masih mempertahankan raut datarnya. "Apa?""Kita ... k-kita bisa memaafkan mereka dan membiarkan karma yang bekerja. Karma tidak akan salah tempat, Kak," sahut gadis cantik itu dengan suara lirih.Membuat Darren kembali melepaskan tawa sumbangnya, tanSeharian ini Darren mengurung dirinya di dalam unit apartemen, pria itu asyik berperang dengan hacker suruhan Steve. Jemarinya menari lincah di atas keyboard, sudah setengah jam lamanya dia mengotak-atik agar virus yang dikirimkan ke dalam komputernya bisa dia kembalikan. "Done!" pekiknya saat sudah berhasil mengembalikan virus itu kepada si pengirim. Data-datanya sudah bisa diakses kembali, dengan cepat Darren mengupload penggalan video dan beberapa foto Raka dan Tania. Pria itu tergelak hebat di dalam unitnya, dirinya sangat puas bahkan hingga bertepuk tangan sendiri saat menyadari virus itu sudah mengobrak-abrik data si pengirim. "Hacker apes mana yang harus berhadapan denganku?" gumam Darren sambil menyeringai puas.Tangannya mengambil secangkir kopi dan menyesapnya, seluruh beban pikiran langsung sirna saat cairan hitam pekat itu memasuki tenggorokannya. Darren sengaja tidak masuk kantor hari ini, tanpa dia tahu di luar
Malam ini Darren kembali melancarkan aksinya menyebar foto dan video yang berdurasi agak panjang dari penggalan sebelumnya, tidak lupa dia memblokir akun media sosial Nadia agar tidak ketahuan. "Sekarang tidak ada lagi tameng yang menghalangiku untuk kembali beraksi," ucapnya.Pria itu menarik napas dalam setelahnya. Bohong kalau hatinya tidak sakit, melihat foto mesra istrinya bersama pria lain, rasanya ingin sekali membumihanguskan dua orang itu. "Lama sekali menunggu dua bulan, aku ingin segera melakukan tes DNA dan mengurus perceraian," gumamnya.Darren bersandar pada sandaran kursi kerjanya dengan mata terpejam, memikirkan apa kekurangannya selama ini hingga Tania harus mencari kepuasan pada pria lain. Padahal Tania yang menginginkan LDR, wanita itu tidak mau diajak ke ibukota dan meyakinkan Darren untuk bekerja sendirian, karena dirinya beralasan harus menjaga ibu dan ayah di rumah.Di tengah lamunan itu, Darren mendenga
PLAKK!"Aaargh ...!" Sebuah tamparan mendarat di pipi Tania membuat Mella menjerit histeri sambil memeluk tubuh putrinya, Toni benar-benar marah atas banyaknya foto yang tersebar di media sosial. "Tania ...!" pekik Mella seraya memeluk tubuh putrinya yang terjerembab ke lantai. Tania memegangi perutnya yang terasa nyeri, tetapi raut wajah kesakitan itu sama sekali tidak mengundang simpati dari Toni."Sekarang kamu mau mengelak apa lagi, Tania?! Foto itu jelas-jelas wajahmu, bahkan di video tersebut Raka menyebut namamu dan juga nama Nadia. Ya Tuhan, Tania ... bagaimana bisa kamu setega ini sama adikmu sendiri?! Padahal Ayah sudah membagi dengan adil kasih sayang kepada kalian, Ayah tidak pernah membeda-bedakan. Bahkan, sering membela kamu dihadapan Nadia. Tapi kamu sangat tega sama anakku!" teriak Toni.Suara isak tangis terdengar bersahutan dari mulut Tania dan Mella, mereka juga terkejut dengan foto-foto yang beredar semakin
Tania terus menelpon nomor Raka, tetapi sudah berulang kali dicoba nomor selingkuhannya itu tetap tidak aktif. Tanpa dia tahu bahwa Raka baru saja terbang ke Jerman bersama Kakeknya, meninggalkan Anton dan Anita dalam kesedihan yang mendalam. "Argh ...! Gimana, sih, ini nggak bisa dihubungin. Aku harus minta tolong siapa kalau begini?" gerutu Tania.Satu-satunya harapan adalah Raka, saat pria itu tidak dapat dihubungi, Tania sangat kalang kabut. Wanita itu melemparkan ponselnya ke ranjang, tubuhnya terus mondar-mandir sambil menggigit kuku runcingnya.Ceklek! Pintu kamar terbuka.Mella masuk dan lekas menutup pintu kembali. "Bagaimana? Apa Raka sudah bisa dihubungi?" Tania menyahut dengan gelengan kepala yang langsung membuat Mella lemas. "Lalu bagaimana?" "Aku juga nggak tahu, Bu. Raka itu satu-satunya harapanku, mana mungkin aku bisa memecahkan masalah ini sendiri," ujar Tania, kedua netranya kembali basah dengan genangan ai
Darren menyalami Galang yang lebih dulu sampai, pria paruh baya itu tak kalah sopan dan langsung mengangguk hormat di hadapan kliennya."Bagaimana, Pak Darren? Ada masalah apa?" tanya Galang."Saya mau bercerai dengan Tania, tolong Bapak urus berkas-berkas perceraiannya, ya."Galang mengernyit sambil terus menatap lurus ke dalam dua manik legam Darren, seakan mencari keseriusan di dalam sana."Saya sudah menyiapkan semua barang bukti perselingkuhan, tapi ada satu lagi dan sepertinya itu menyusul. Oh, iya, Pak ... saya juga melampirkan berkas perjanjian pranikah tentang pisah harta," jelas Darren.Galang mengangguk sambil berdehem, pikirannya masih berusaha memahami maksud kliennya."Apa sudah tidak bisa mediasi, Pak?" Darren menggeleng sambil tersenyum, seakan tidak ada beban berat di wajahnya. Raut mukanya menggambarkan bahwa dia benar-benar rela melepas Tania."Baik kalau begitu, saya akan mengurus hari ini j
Sesuai yang direncanakan, hari ini Darren mengajak Nadia untuk pulang ke kota asal adik iparnya itu. Mobil berhenti di hotel tepat jam sepuluh pagi, Nadia langsung menuju kamar yang bersebelahan dengan Darren.Ada connecting door, Darren bisa dengan mudah mengecek keadaan Nadia."Aku bertemu kolega di jam makan siang, kamu aku tinggal sebentar nggak papa 'kan?" tanya Darren."Nggak papa, Kak. Aku nanti di dalam kamar saja, nggak akan ke mana-mana." Pria itu mengangguk. "Jangan buka pintu sebelum lihat dari layar monitor. Kalau ada apa-apa langsung hubungi aku, Nad.""Iya, Kak.""Ya sudah, aku mau ke ruanganku dulu, ada beberapa dokumen yang harus dicek. Nanti malam baru kita ketemu ayah," ucap Darren.Nadia hanya mengangguk singkat, netranya menatap datar ke arah Darren yang berjalan menuju kamarnya sendiri."Deg-degan banget rasanya mau ketemu ayah," gumam Nadia setelah menutup pintu.Langkahnya menuj
"Ba-Bagaimana maksudnya?" tanya Nadia sambil menatap bergantian Darren dan ayahnya.Bukannya menjawab, pria paruh baya itu malah terkekeh. "Sudahlah enggak usah dipikirkan, nanti kamu juga akan paham sendiri. Sekarang kita nikmati saja pertemuan ini, Nak."Gadis itu juga tidak mau ambil pusing, dia kembali duduk bersama ayahnya. Toni terus menggenggam tangan Nadia, seakan benar-benar takut putrinya kembali hilang. "Maaf kalau Ayah terlambat percaya," kata Toni seraya menatap lurus ke dalam manik mata Nadia. "Ayah nggak percaya saat kamu bilang Raka dan Tania selingkuh, tapi semenjak video mereka tersebar, Ayah sadar kalau kamulah korbannya."Gadis itu melirik ke arah Darren. "Ini semua berkat bantuan Kak Darren, Yah.""Iya, Ayah tahu. Ayah juga lega saat Darren bilang, kamu tinggal di apartemennya. Pokoknya kamu harus baik-baik di sana, Nad. Ayah nggak akan bilang sama siapa-siapa, kamu harus hidup tenang di sana, ya," ucap Toni dengan m
Hari-hari berlalu begitu cepat, tanpa terasa kandungan Tania sudah menginjak usia empat bulan. Semalam Darren sudah berkonsultasi dengan dokter Raisa, dan pagi ini dia pulang ke kota tempat istrinya tinggal. "Aku harus meninggalkan Nadia lagi. Tapi nggak papa, ada banyak bodyguardku di sini. Lagi pula ... sekarang Renaldy sudah taubat, dia sudah punya pacar dan tidak lagi mengganggu Nadia, malah aku sering minta tolong agar dia menjaga Nadia saat aku sibuk. Huh ... baguslah, aku tidak sekhawatir dulu. Nadia pasti baik-baik, dia juga sudah bisa beladiri," gumam Darren sambil mengetuk-ngetukka jemarinya di meja kerjanya.Jarum jam menunjukkan pukul sebelas malam, tetapi netranya belum bisa terpejam. Mengecek pekerjaan sudah selesai dari jam sembilan, kini pikirannya malah tidak tenang karena akan meninggalkan Nadia.Tatapan elang itu menyorot jauh ke depan, selalu ada banyak pertimbangan saat akan meninggakan Nadia. Apalagi kali ini dia harus menginap di ru