Nadia ingin memberi kejutan kepada tunangannya, Raka, di hari ulang tahun pria itu. Namun, ia malah dibuat terkejut saat memergoki Raka tengah bergumul satu selimut dengan sang Kakak, Tania. Hal itu membuat Nadia kecewa, hingga berimbas gagalnya acara pernikahan yang akan digelar tiga hari lagi. Nadia terusir dari rumah, ia pergi menemui Kakak Iparnya, Darren, yang tengah bekerja di luar kota untuk menunjukkan rekaman perselingkuhan Raka dan Tania. Dua insan korban pengkhianatan itu memutuskan bekerjasama untuk membalas dendam. Namun, siapa yang tahu kedekatan mereka menghadirkan rasa nyaman? Lantas, bagaimana dengan rencana balas dendam itu? Akankah mereka berhasil, atau malah terjebak dalam hubungan cinta yang rumit?
Lihat lebih banyakDarren menarik tangan Tania untuk masuk ke dalam unitnya, ia lantas menutup pintu dengan kencang."Ada apa, Mas? Kamu terpaksa, ya? Kok kasar?" tanya Tania dengan raut bingung."Eum, enggak." Darren melirik ke arah pintu, sambil berpikir keras bagaimana caranya agar Tania tidak curiga. "Kamu istirahat dulu, Tan, di kamar. Pasti capek habis perjalanan jauh."Wanita itu mengangguk. "Iya, sih, Mas. Aku capek banget. Ya sudah, aku mau tidur saja. Nanti tolong bangunkan jam empat, ya."Darren hanya mengangguk melihat Tania berjalan menuju kamar, detik berikutnya terdengar suara ketukan pintu yang sontak membuat Tania kembali membalik badan."Ada tamu, Mas?" tanya wanita itu."Mungkin staf. Biasanya 'kan memang ada pengecekan rutin. Kamu langsung masuk kamar saja, biar aku yang urus," jawab Darren, degup jantungnya berdebar tidak karuan."Baiklah." Pria itu masih tidak bergeming, berdiri terpaku memastikan Tania benar-benar masuk kamar. Hingga suara ketukan kembali terdengar, membuat Darr
"Jangan dekat-dekat, Mas. A-aku benar-benar nggak nyaman saat ini. Eum ... aku minta tolong buatkan jahe hangat saja," kata Tania dengan suara bergetar.Darren mengangguk, mengalah meskipun ingin sekali menangkap basah wanita itu. Langkahnya menuju dapur dan membuat secangkir teh hangat, kemudian segera membawa ke kamar.Di sana pria itu mendapati Tania sudah duduk bersandar di dipan dengan mengenakan pakaian lengkap, Darren segera mengangsurkan cangkir yang dibawanya kemudian langsung berbaring."Makasih, Mas," ucap Tania.Darren melirik sekilas, bibirnya mengulas senyum tipis dan lantas mengangguk."Aku tidur duluan, Tan. Besok pagi aku harus balik ke Jakarta, Jacob bilang investor dari Singapura mau datang.""Besok jam berapa, Mas? Biar aku siapkan bekal dan sarapannya," sahut Tania dengan enteng.Pria dalam balutan kaos oblong itu tertawa dalam hatinya. Kini Tania sudah tidak menahan kepergiannya, padahal biasanya se
Malam ini Darren masih asyik dengan secangkir kopinya di teras, pria itu menatap lurus ke halaman luas tanpa peduli udara dingin yang terus menusuk kulitnya. Jarum jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, tetapi dirinya masih enggan beranjak masuk.Sebelum memastikan Tania benar-benar tidur, dia tidak akan masuk kamar. "Kenapa belum tidur, Kak? Memangnya Kak Tania nggak cerewet kamu masih di luar?" tanya Nadia dari seberang telepon. Darren menekan earphone agar suara adik iparnya terdengar jelas. Setelah berkali-kali memaksa Nadia untuk bertelepon, akhirnya gadis itu setuju. Darren takut mengantuk meskipun sudah meminum kopi. Ayah mertuanya sedang masuk angin dan tidak bisa mengobrol di teras. Jadi, pria itu berinisiatif menghubungi Nadia. "Nggak, tenang saja," jawab Darren singkat.Hanya sepenggal kata yang dia ucapkan dari tadi, khawatir ada seseorang yang mendengar suaranya. Dia berhati-hati dalam memilih kalimat, janga
Siang ini Darren terbangun dan langsung menuju rumah sakit bersama Tania. Dokter Raisa sengaja menyiapkan waktu khusus untuk Darren setelah pasien-pasiennya pulang."Maaf sudah merepotkan, Dok," kata Darren yang saat ini duduk di ruangan Dokter Raisa."Tidak, Pak Darren. Sudah tugas saya selaku dokter kandungan Ibu Tania.""Baik, Dok," jawab Darren sambil mengangguk ramah, tidak sabar rasanya mendapatkan hasil tes DNA-nya.Kemarin dia dan Dokter Raisa sudah berkonsultasi lewat telepon, Dokter Raisa sudah menjelaskan prosedur dan resikonya. Namun, karena sudah diambang batas kesabaran, Darren langsung mengiyakan dan mau memberikan persetujuan tertulis yang dia bawa hari ini.Dokter Raisa memandu Tania ke ranjang untuk dilakukan USG guna mengetahui posisi cairan amnion atau air ketuban dan posisi janin. "Untung aku masih berbaik hati memikirkan kandunganmu, Tan. Saat Dokter Raisa menawarkan pakai metode CVS atau Amniocen
Hari-hari berlalu begitu cepat, tanpa terasa kandungan Tania sudah menginjak usia empat bulan. Semalam Darren sudah berkonsultasi dengan dokter Raisa, dan pagi ini dia pulang ke kota tempat istrinya tinggal. "Aku harus meninggalkan Nadia lagi. Tapi nggak papa, ada banyak bodyguardku di sini. Lagi pula ... sekarang Renaldy sudah taubat, dia sudah punya pacar dan tidak lagi mengganggu Nadia, malah aku sering minta tolong agar dia menjaga Nadia saat aku sibuk. Huh ... baguslah, aku tidak sekhawatir dulu. Nadia pasti baik-baik, dia juga sudah bisa beladiri," gumam Darren sambil mengetuk-ngetukka jemarinya di meja kerjanya.Jarum jam menunjukkan pukul sebelas malam, tetapi netranya belum bisa terpejam. Mengecek pekerjaan sudah selesai dari jam sembilan, kini pikirannya malah tidak tenang karena akan meninggalkan Nadia.Tatapan elang itu menyorot jauh ke depan, selalu ada banyak pertimbangan saat akan meninggakan Nadia. Apalagi kali ini dia harus menginap di ru
"Ba-Bagaimana maksudnya?" tanya Nadia sambil menatap bergantian Darren dan ayahnya.Bukannya menjawab, pria paruh baya itu malah terkekeh. "Sudahlah enggak usah dipikirkan, nanti kamu juga akan paham sendiri. Sekarang kita nikmati saja pertemuan ini, Nak."Gadis itu juga tidak mau ambil pusing, dia kembali duduk bersama ayahnya. Toni terus menggenggam tangan Nadia, seakan benar-benar takut putrinya kembali hilang. "Maaf kalau Ayah terlambat percaya," kata Toni seraya menatap lurus ke dalam manik mata Nadia. "Ayah nggak percaya saat kamu bilang Raka dan Tania selingkuh, tapi semenjak video mereka tersebar, Ayah sadar kalau kamulah korbannya."Gadis itu melirik ke arah Darren. "Ini semua berkat bantuan Kak Darren, Yah.""Iya, Ayah tahu. Ayah juga lega saat Darren bilang, kamu tinggal di apartemennya. Pokoknya kamu harus baik-baik di sana, Nad. Ayah nggak akan bilang sama siapa-siapa, kamu harus hidup tenang di sana, ya," ucap Toni dengan m
Sesuai yang direncanakan, hari ini Darren mengajak Nadia untuk pulang ke kota asal adik iparnya itu. Mobil berhenti di hotel tepat jam sepuluh pagi, Nadia langsung menuju kamar yang bersebelahan dengan Darren.Ada connecting door, Darren bisa dengan mudah mengecek keadaan Nadia."Aku bertemu kolega di jam makan siang, kamu aku tinggal sebentar nggak papa 'kan?" tanya Darren."Nggak papa, Kak. Aku nanti di dalam kamar saja, nggak akan ke mana-mana." Pria itu mengangguk. "Jangan buka pintu sebelum lihat dari layar monitor. Kalau ada apa-apa langsung hubungi aku, Nad.""Iya, Kak.""Ya sudah, aku mau ke ruanganku dulu, ada beberapa dokumen yang harus dicek. Nanti malam baru kita ketemu ayah," ucap Darren.Nadia hanya mengangguk singkat, netranya menatap datar ke arah Darren yang berjalan menuju kamarnya sendiri."Deg-degan banget rasanya mau ketemu ayah," gumam Nadia setelah menutup pintu.Langkahnya menuj
Darren menyalami Galang yang lebih dulu sampai, pria paruh baya itu tak kalah sopan dan langsung mengangguk hormat di hadapan kliennya."Bagaimana, Pak Darren? Ada masalah apa?" tanya Galang."Saya mau bercerai dengan Tania, tolong Bapak urus berkas-berkas perceraiannya, ya."Galang mengernyit sambil terus menatap lurus ke dalam dua manik legam Darren, seakan mencari keseriusan di dalam sana."Saya sudah menyiapkan semua barang bukti perselingkuhan, tapi ada satu lagi dan sepertinya itu menyusul. Oh, iya, Pak ... saya juga melampirkan berkas perjanjian pranikah tentang pisah harta," jelas Darren.Galang mengangguk sambil berdehem, pikirannya masih berusaha memahami maksud kliennya."Apa sudah tidak bisa mediasi, Pak?" Darren menggeleng sambil tersenyum, seakan tidak ada beban berat di wajahnya. Raut mukanya menggambarkan bahwa dia benar-benar rela melepas Tania."Baik kalau begitu, saya akan mengurus hari ini j
Tania terus menelpon nomor Raka, tetapi sudah berulang kali dicoba nomor selingkuhannya itu tetap tidak aktif. Tanpa dia tahu bahwa Raka baru saja terbang ke Jerman bersama Kakeknya, meninggalkan Anton dan Anita dalam kesedihan yang mendalam. "Argh ...! Gimana, sih, ini nggak bisa dihubungin. Aku harus minta tolong siapa kalau begini?" gerutu Tania.Satu-satunya harapan adalah Raka, saat pria itu tidak dapat dihubungi, Tania sangat kalang kabut. Wanita itu melemparkan ponselnya ke ranjang, tubuhnya terus mondar-mandir sambil menggigit kuku runcingnya.Ceklek! Pintu kamar terbuka.Mella masuk dan lekas menutup pintu kembali. "Bagaimana? Apa Raka sudah bisa dihubungi?" Tania menyahut dengan gelengan kepala yang langsung membuat Mella lemas. "Lalu bagaimana?" "Aku juga nggak tahu, Bu. Raka itu satu-satunya harapanku, mana mungkin aku bisa memecahkan masalah ini sendiri," ujar Tania, kedua netranya kembali basah dengan genangan ai
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.