Halo, Dear. Mohon maaf sekali. Mulai hari ini saya tidak bisa memastikan jam update, tetapi saya usahakan akan tetap update rutin setiap hari. Mohon maaf sekali, ya. Terima kasih banyak atas pengertiannya. Happy reading. Salam sayang
"Bu, sudahlah. Yang penting ayah sudah ada ada di sini, aku malu sama Mas Darren kalau kalian bertengkar," bisik Tania.Mella mengangguk dan lantas melenggang pergi masuk ke dalam kamar tamu, meninggalkan tiga orang itu yang masih berdiri di sana."Masuklah, Ayah. Istirahat dulu saja di kamar tamu, atau mau minum kopi?" tawar Darren."Tidak perlu, Nak Darren. Ayah sudah ngopi, sekarang mau tidur saja biar nanti malam nggak capek," sahut Toni yang sontak membuat Kening Tania mengernyit."Ayah nanti malam mau ke mana?""Ada pertemuan dengan Pak Arif, sekalian mengajak Ibumu biar nggak curiga terus."Tania mengulum senyum sambil menggigit bibir bawahnya. Itu artinya, nanti malam ia punya waktu berdua bersama Darren."Syukurlah, aku nggak kesepian. Malam nanti Raka lembur sama Kakeknya, jadi aku bisa sama Mas Darren," batin wanita dalam balutan baju tidur itu.Tania memutuskan masuk kamar Darren, ia ingin mengistirahatkan tubuhnya. Mungkin saja nanti malam ia akan melayani suaminya, tentu
"Ada apa, ya? Kalian nggak sopan banget gedor-gedor pintu!" "Arabella? Ngapain kamu di sini?" tanya Tania pada wanita pemilik wajah mungil itu, yang tak lain adalah kekasih Renaldy.Tania mengenal Arabella dengan baik karena Renaldy sempat menjalin hubungan lama dengan wanita itu, tetapi sempat putus selama beberapa bulan. Ara pergi ke luar negeri untuk melanjutkan studi sebagai desainer, keduanya terpaksa putus karena tidak kuat harus menjalani LDR.Kini keduanya kembali menjalin kasih setelah Arabella selesai dengan pendidikannya dan Renaldy juga sudah dipercaya untuk meneruskan perusahaan keluarganya."Saya menyewa apartemen Pak Darren, kebetulan saya sudah dua bulan ini pulang ke Indonesia. Sambil mengurus pernikahan, saya sementara tinggal di sini," jelas Ara.Netra coklatnya menatap bergantian Mella dan Tania, detik berikutnya Renaldy muncul dari belakang tubuhnya dan langsung memeluk pinggang mungil itu."Siapa tamunya?" bisik Renaldy."Istrinya Pak Darren, Sayang. Aku kira si
"Kami pulang dulu, Nad," ucap Ara sambil tersenyum manis.Renaldy sudah keluar unit sedari tadi setelah kepergian Mella dan Tania, sementara Ara masih harus mengajari Nadia beberapa pola baju."Terima kasih banyak, Bu." Nadia setengah membungkukkan badan, merasa berhutang budi karena Renaldy dan Ara telah menyelamatkannya."Sudah tugas kami untuk memastikanmu baik-baik saja, Nad. Darren sudah meminta kepada kami untuk menjagamu, jadi ini memang sudah kewajiban kami," jelas Ara yang membuat Nadia mengerutkan kening bingung.Gadis itu hendak meminta penjelasan, tetapi tidak jadi lantaran merasa segan. Ara harus segera pergi, ia tidak enak kalau terlalu banyak tanya.Setelah kepergian Ara, Nadia kembali masuk kamar. Pikirannya berisik sekali, berusaha mencerna ucapan Ara barusan."Kenapa sikap Kak Darren padaku terkesan berlebihan, ya? Padahal dulu dia nggak seperti ini, tapi sekarang posesif banget," gumam Nadia.Layaknya perhatian yang ditujukan kepada seorang kekasih, seperti itulah y
Hari demi hari berlalu, tetapi hubungan Darren dan Nadia semakin menjauh. Nadia berangkat pagi-pagi ke butik, sore hari gadis itu akan langsung ke kelas bela diri. Malam hari ia tidak pernah keluar, ia sibuk mengurusi pesanan online-nya.Darren sudah mengirimkan pesan untuk makan bersama, atau sekadar mampir ke unitnya. Namun, Nadia tidak merespon sama sekali. Bahkan sudah dua minggu pesannya tidak dibalas oleh Nadia."Dia ini sebenarnya kenapa? Nggak mungkin PMS lama banget sampai dua minggu, kalaupun marah ... sebelumnya juga tetep kirim makanan. Ini malah mengurung diri terus, aku sampai nggak tahu keadaannya gimana!" desis Darren.Pria itu tidak bisa fokus, bahkan ia meminta Jacob untuk mengubah jadwal meetingnya. Memikirkan Nadia sangat memeras otak.Netranya melirik jam yang terpajang di dinding, waktu sudah menunjukkan pukul dua belas siang. Darren segera meraih kunci mobil dan beranjak keluar, makan siang bersama Nadia harus berhasil kali ini!"Apa mungkin dia bad mood karena
"Pasti Raka suka sama hadiah yang ku bawa," gumam Nadia, wanita cantik berusia 22 tahun pemilik iris coklat itu tengah membawa kue di tangan kanannya dan sebuah paper bag berwarna biru di tangan kirinya.Kaki jenjangnya berhenti di depan apartemen Raka, ia hendak memberikan kejutan karena hari ini ulang tahun sang calon suami.Nadia menempelkan kartu akses khusus, ia mendapatkannya dari Raka. Bola matanya mengedar saat baru saja membuka pintu unit. Senyumnya semakin lebar saat mendapati kamar ini sepi."Aku akan bersembunyi di lemari."Lemari berukuran besar itu muat oleh tubuhnya, dari sini ia bisa mengawasi situasi di luar lewat celah kecil."Semoga Raka nggak lama, aku takut kuenya leleh," bisik Nadia.Tidak seberapa lama kemudian ia mendengar suara pintu terbuka, senyum di bibirnya semakin merekah saat menduga pasti itu kekasihnya.Namun, keningnya tiba-tiba mengerut saat mendengar sayup-sayup suara wanita. "Aah ... kakiku lemas, Sayang."Deg! Nadia terhenyak kaget.'Aku tidak as
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Nadia, membuat wajah gadis itu terbuang ke samping. Namun, setitik air matapun tidak luruh dari netranya. Sakit hatinya lebih besar dari pada tamparan panas yang dilayangkan ibu tirinya."Jaga bicaramu, Nadia! Anakku sudah menikah, suaminya kaya raya dan pengertian. Tidak mungkin anakku selingkuh," desis Mella.Nadia menatap dua bola mata yang melotot ke arahnya, sesekali ia akan melirik ke arah sang ayah yang tampak tidak peduli.Sungguh! Sakit hatinya kian bertambah lantaran Toni yang memilih acuh. Padahal ia putri kandungnya dan Tania bukan, seharusnya ia lah yang dibela."Aku tidak mau mendengar omong kosong lagi, Nadia. Sudah cukup drama dan fitnah yang kau buat." Mella menjeda ucapannya sejenak, berusaha menormalkan deru napasnya. "Atau jangan-jangan ... ini semua hanya bualanmu? Kau punya kekasih lain dan ingin menikah dengannya, makanya kau memfitnah Raka dan anakku?!"Nadia menggeleng. "Untuk apa aku melakukannya, Bu. Aku bukan tukang fi
Nadia berjalan cepat tanpa menoleh ke belakang, padahal ia tidak tahu mau pergi ke mana. Ia ingin menyewa kos, meskipun belum tahu seluk beluk daerah sini.Hingga netranya tertuju pada banner yang menginformasikan tentang kos putri, bibirnya tersenyum lebar dan langsung mengikuti arah panah yang ditunjukkan banner tersebut.Langkah kakinya menuju gang kecil, tetapi senyum lebar di bibirnya langsung sirna saat mendapati segerombolan pemuda mabuk menghadang jalan. Nyalinya menciut, Nadia langsung berbalik hendak pergi, tetapi kehadirannya sudah diketahui oleh pemuda-pemuda itu dan dirinya pun dikejar."Mau ke mana, cantik? Kenapa nggak jadi lewat?" tanya salah satu pemuda sambil mencengkram lengan Nadia.Gadis itu berusaha melepaskan cengkeraman, tetapi tenaganya kalah."Lebih baik kamu bersenang-senang dulu sama kami, jangan langsung pergi," bisik pemuda itu, aroma alkohol menyeruak dan langsung menusuk hidung."Lepaskan saya," kata Nadia yang langsung membuat pemuda itu tergelak.Bebe
"Nad, kayaknya kita perlu menjalin kesepakatan," kata Darren saat melihat Nadia baru saja selesai mencuci piring."Kesepakatan apa, Kak?""Kita 'kan sama-sama dikhianati, bagaimana kalau kita bekerja sama untuk balas dendam?"Hening! Nadia tidak langsung menyahut, raut wajahnya tampak kebingungan."Ya ... aku tahu balas dendam itu nggak baik, dan semua perbuatan pasti ada karmanya. Tapi mereka sudah jahat sama kita, Nad. Kalau kita diam saja, itu sama saja kita mempersilakan mereka untuk semakin menjajah hati kita. Kita harus punya prinsip Kalau tidak ada siapapun yang bisa mempermainkan kita, apalagi sampai selingkuh seperti itu," jelas Darren.Nadia sebenarnya juga ingin melakukan hal yang sama. Dia benci sekali kepada Raka, Tania dan juga ibu tirinya. "Tapi bagaimana caranya, Kak?""Aku sudah memikirkan caranya semalam," jawab Darren. "Sekarang kamu kirimkan video itu ke nomorku."Nadia mengangguk dan lekas mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Darren, pria itu mengulas senyum l