Dokter Rizal menatap bocah lelaki yang tak sadarkan diri itu. Hatinya juga ikut sedih karena anak yang sehari-hari nampak sehat dan ceria itu tergolek lemah di rumah sakit. Lalu ia mengalihkan pandangan pada wanita yang selama ini dia suka tetapi terhalang sebuah status yang tak mungkin ia terjang.Dokter Rizal keluar dari ruangan dan berjalan menuju pintu keluar rumah sakit ia masuk ke dalam mobil lalu menjalankan dengan kecepatan sedang mencari makanan sebab ia tahu Rosmala belum mengisi perutnya sama sekali.Ia berhenti di sebuah restoran dan memesan dua kotak makanan setelah itu ia kembali mobilnya dan kembali menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang kembali ke rumah sakit.Sesampainya di rumah sakit ia keluar dari mobilnya lalu berjalan menyusuri koridor rumah sakit ia masuk ke dalam kamar inap Satria dan meletakan dua buah kotak makanan di atas meja."Ros, makanlah kau belum makan apapun dari tadi, jika kau sakit siapa yang akan menjaga anakmu," tekan Dokter Rizal"Iya aku m
Dokter Rizal menghampiri bocah yang dari tadi merancau, disentuhnya kening bocah itu, sangat panas. "Tunggu sebentar, aku akan belikan plaster penurun panas. Jangan menangis! Jika dia siuman nanti dia akan merasa bersalah karena membuat Mamanya menangis," ungkap Dokter Rizal."Baik, maaf!" jawab Naila sambil mengusap air matanya.Dokter Rizal keluar ruangan untuk pergi kesebuah apotek, ia berjalan dengan sangat cepat. Setengah jam kemudian ia pun kembali dengan membawa kantong plastik dan memberikan pada Naila"Banyak sekali belinya Dok?" tanya Naila sambil mengambil satu dan dipasangkan di kening anaknya."Tidak apa-apa untuk persediaan saja," jawabnya sambil mengalihkan pandangannya pada tempat lain. Andai bukan istri orang pasti saat ini dia tidak segan-segan memeluk wanita itu dan memberikan kenyamanan pada hatinya."Ros, mandilah dulu biar segar, aku akan menunggu Satria di sini. Aku kawatir jika anakmu nanti siuman ia akan
Dokter Rizal terpaku menatap wanita itu, dia tidak mengira mendengar hal itu dari bibir wanita itu. Tenggorokannya terasa tercekat. Tidak munafik dia ingin suami Rosmalalah yang salah dan wanita itu akan menggugat cerai pada suaminya itu. Ternyata dugaannya salah dan ia menyadari sekarang apa yang dipikirkan bahwa dia begitu dekat dengan Rosmala ternyata tidak, ia tidak tahu apa-apa tentang wanita itu.Hatinya berdenyut nyeri, ia keluar dari ruangan itu, pernah ia bertanya pada Hatan, tetapi jawaban pria itu tidak memuaskan hatinya.Jam berjalan dengan sangat lambat, ingin sekali dia meninggalkan wanita itu sendirian di sini tetapi ia tidak tega melakukan itu.Ia melihat jam tangannya menunjuk pukul sembilan malam, Ia kembali masuk keruangan Itu, Satria belum juga tersadar, beberapa kali la masih mendengar rancauan dari bibir mungilnya memangil Papa lalu ia menatap wanita itu dan mendekatinya."Ros, katakan siapa ayah dari Satria dan tinggal di mana? Aku akan mencarinya dan membawanya
Naila tidak tahu harus senang ataukah sedih ketika sang anak telah tersadar dari pingsannya, nyatanya sang anak merintih mengadu sakit di sekujur tubuhnya."Aku panggilkan Dokter Hamza, yang menangani langsung Satria," ucapnya sambil menekan bel panggilan.Tak lama kemudian Dokter Hamza datang, Memang ia menunggu Satria siuman karena di rangsang apa pun saja bocah itu tidak merespon. "Ada keluhan?" tanya Dokter Hamza."Ia merasa sakit di seluruh tubuhnya Dok," ucap Naila.Dokter Hamza mengerutkan dahinya dan menuliskan sebuah resep untuk di beli sekarang juga."Zal, kau tebus resep ini di apotik dan usahakan mau makan sebelum minum obatnya," saran Dokter Hamza."Ok! Trimakasih Za," jawab Dokter Rizal dan Dokter Hanza mengangguk ia pun keluar dari ruangan itu setelah memberi tahu bahwa besok akan di periksa secara menyeluruh."Boy mau makan apa nanti om belikan, itu buburnya sudah dingin, biar om ganti yang baru?" tanya Dokter Rizal."Aku tidak mau bubur om, mau nasi saja, mau ayam hi
"Pait, Om Dokter! Tidak adakah obat yang manis, bolehkah aku minum teh saja, setelah minum obat?" tanya Satria sambil mengerucutkan bibirnya."Tidak boleh, sayang," jawab Dokter Rizal sambil sibuk mengupas apel yang sengaja ia beli tadi setelah membeli nasi kotak."Kenapa tidak boleh? Kalau minum air putih rasa pahitnya tidak akan hilang," jawab bocah kecil itu."karena obat dan teh sama-sama menghambat pembekuan darah itu sebabnya tidak boleh meminum obat dengan teh," jawab Dokter Rizal sambil memberikan potongan buah apel pada Satria.Karena Satria adalah anak yang kritis jadi ia selalu bertanya hingga benar-benar mengerti, dan Dokter Rizal menjelaskan dengan sangat sederhana apa itu pembekuan darah dan lain sebagainya. Tak seberapa lama kemudian Satria pun tertidur karena efek obat. Dokter Rizal berjalan dan duduk di sofa, ia memejamkan matanya sambil melipat tangannya di dada. Sementara itu Naila duduk di depan ranjang anaknya sambil membelai rambut sang putra.Dokter Rizal membu
Naila mulai menyeka badan Satria. Boca itu pun terbangun saat merasa sesuatu yang basah menyentuh tubuhnya."Mama!" teriaknya kaget dan matanya membulat sempurna.Naila tersenyum. "Kenapa? Kaget ya? Maaf Mama gak bangunkan kamu sebelumnya habis kamu lelap sekali sih." "Iya, jadi kaget kirain apa kok terasa ada yang basah," jawabnya sambil terkikik.Setelah selesai membasuh tubuh putranya, Ia menggantikan baju si kecil. Tak lama kemudian Dokter Hamza dan Dokter Rizal masuk kedalam ruangan."Hello Boy hari ini Om dokter mau periksa darah kamu, ya, tetapi tunggu satu jam dulu dan kamu tidak boleh makan dulu sebelum di ambil darahnya," jelas Dokter Rizal sambil membelai rambut Satria."Apa Om Dokter akan mengambil darahku dengan sangat banyak? Bagaimana kalau darah Tria habis?" tanyanya pada Dokter Rizal membuat Dokter Hamza juga tertawa."Tidak anak tampan, hanya sedikit di ambilnya, Dokter mau lihat apa ada virus di darah kamu dan akan segera mengusirnya biar virusnya tidak mengganggum
Di sebuah kamar di rumah yang megah seorang pria terjaga dari tidurnya dengan napas terengah-engah. Ia kembali bermimpi tentang seorang anak lelaki yang terbaring di ranjang dengan banyak kabel di tubuh anak itu."Aku bermimpi lagi, ada apa denganmu, Nak," bisiknya lirih.Ia meraup wajahnya dengan kasar, hidupnya benar-benar berantakan, rindu tidak terobati dan semakin dalam tak tahu harus mencari ke mana dua orang belahan jiwanya.Ia beranjak dari duduknya, ia tidak tahu kenapa ia tertidur saat selesai sholat subuh, dan sekarang jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi ia bergegas berganti pakaian dan mempersiapkan dirinya berangkat ke kantor.Dengan sangat tergesa-gesa ia menuruni tangga dan keluar rumah tanpa menyentuh sarapan yang sudah di siapkan.Masuk kedalam mobil yang di kemudian dengan sangat cepat. Sesampainya di gedung perkantorannya ia berhenti dan memarkirkannya di basement lalu keluar dan berjalan menuju lift. Dalam perjalanan ia berpapasan dengan office boy ia berhenti
Ia meletakan makanan dan air mineral serta nasi kotak di atas meja, lalu pergi begitu saja. Naila yang melihat itu merasa terabaikan tetapi ia membangun pikiran positif agar tidak menaruh curiga pada pria itu."Mau makan sekarang, Nak?" tanya Naila dan bocah itu mengangguk."Mau makan sendiri atau di suapi?" tanya Naila lagi."Mau di suapi, Mam. Tadinya satria ingin di suapi sama Om Dokter, tetapi Om diam saja jadi Satria gak berani bilang, Ma," jawab Satria sambil mengerucutkan bibirnya."Om, masih sibuk, sayang. Dia juga harus memeriksa pasiennya jadi Satria sama Mama saja, ya," jawab Naila memberikan pengertian pada putranya itu sambil menyuapkan bubur kacang hijau yang masih hangat.Melihat bubur yang ada di tangannya itu membuat ia teringat akan Bayu suaminya itu. Pria itu juga menyukai makanan ini. 'Kau sangat mirip ayahmu, Nak,' pikir Naila.Setelah satu cup bubur habis, Naila memberikan obat pada Satria, lalu memberikan satu iris buah apel yang sudah dikupasnya.Naila berjalan