Share

BAB 3

Semakin hari, Andre semakin gencar mendekati Fara. Ada saja alasan yang membuatnya bisa berdekatan dengan sang pujaan hati. "Kak, Reza udah ngerjain tugas dari sekolah?" tanya Andre sambil menggandeng Nuri.

"Udah," jawab Fara yang sedang melipat pakaian.

"Nuri ngambek, nih, Kak, katanya gak mau ngerjain tugasnya sama aku, maunya sama Kak Fara," ujar Andre.

Fara menghentikan aktivitasnya dan menatap Nuri yang baru saja selesai menangis. Matanya yang sembab dan hidungnya yang memerah, membuat Fara merasa iba. "Ya udah, sini sama tante ngerjain tugasnya," ajak Fara, yang kemudian berdiri dan menggandeng tangan Nuri menuju teras depan, dan duduk lesehan. 

"Reza ke mana, Kak?" tanya Andre yang mengekor dari belakang.

"Lagi tidur di kamar," kata Fara mulai mengajari Nuri.

Andre sengaja duduk tak terlalu jauh dari Fara dan Nuri, agar ia bisa leluasa memandangi wajah Fara yang cantik. Fara yang sedikit membungkuk saat mengajari Nuri menulis, membuat belahan dadanya tak sengaja tertangkap oleh penglihatan Andre.

Fara yang mengenakan kaos V-neck tidak sadar, jika dirinya sedang diperhatikan. Ekor mata Andre tak berhenti menatap pemandangan yang begitu menggairahkan, terlihat dari jakunnya yang naik turun menelan saliva.

Merasa diperhatikan, Fara menoleh pada Andre yang tertangkap basah sedang memandanginya. Fara segera tersadar, apa yang membuat Andre begitu intense melihatnya. Segera ia menaikkan kaosnya, dan seketika itu juga Andre tersadar.

"Aku masuk dulu, Kak," ujar Andre terburu-buru melangkah.

Malam hari, saat Dika sudah pulang bekerja, Fara mengungkapkan jika ia ingin mengontrak rumah.

"Kita ngontrak aja, yuk, Yah?" ajak Fara melihat suaminya sedang bersantai di kasur.

"Tiba-tiba gitu sih, Bu?" Dika yang sedang memainkan gawainya menoleh pada Fara dengan tatapan menyelidik.

"Gak enak, Yah, numpang terus. Nanti kita gak punya apa-apa karena di sini udah difasilitasi," kilah Fara mencari alasan.

Dika berfikir sejenak. "Hmm ... Bener juga, sih, Bu. Ya udah, Minggu besok Ayah cari yang deket-deket sini," sahut Dika setuju.

"Makasih, Yah," ucap Fara tersenyum. Dika kembali memainkan gawainya, sedangkan Fara berniat ke kamar mandi.

Saat melintasi dapur, Fara berpapasan dengan Andre yang sedang membuat kopi. "Ngopi, Kak," tawar Andre sambil mengaduk kopi hitamnya.

"Nggak, makasih!" ketus Fara teringat kejadian tadi sore.

***

Hari Minggu yang dijanjikan Dika tiba, ia mengajak Fara dan Reza untuk mencari kontrakan. Lelah seharian berkeliling menggunakan motor, Dika, Fara, dan Reza pulang dengan tangan hampa, karena tidak berhasil mendapatkan kontrakan yang cocok.

"Besok-besok kita cari lagi, ya?" bujuk Dika melihat Fara murung, sedangkan sang istri hanya mengangguk, kemudian masuk ke rumah menggandeng Reza, karena matahari sudah sampai ke peraduannya.

Sudah pukul delapan malam, tetapi Dika belum juga masuk ke rumah. Fara yang khawatir, berinisiatif menelepon Dika. Sambungan telepon terhubung, bertepatan dengan pintu kamar yang terbuka. "Ayah udah nemu kontrakannya, Bu!" seru Dika antusias.

Mata Fara pun tampak berbinar. "Di mana, Yah, kontrakannya?" tanya Fara tak sabar.

"Besok juga kamu tahu," sahut Dika penuh teka-teki.

Hari ini, Dika izin tak masuk kerja, karena akan pindah ke kontrakan yang baru. Senyuman tak pernah lepas dari bibir Fara sejak semalam. Ia bahagia karena bisa terlepas dari adik ipar yang tak sopan seperti Andre. 

Namun, senyuman Fara seketika pudar kala mengetahui mereka hanya pindah ke sebelah rumah Rita, yang kebetulan dikontrakkan. "Ibu seneng kan, kita pindah ke sini? Jadi, kan, gak jauh-jauh dari Rita. Kasian juga Reza kalau kita pindahnya jauh, harus pindah sekolah," tutur Dika yang tak menyadari perubahan air muka Fara.

Ketika Dika menoleh, barulah Fara berpura-pura tersenyum. "Iya, Yah, kasian Reza," sahut Fara.

Rita yang hari ini harus bekerja, tidak bisa membantu kakaknya pindahan. "Nanti Papa bantuin Bang Dika pindahan, ya!" pesan Rita sebelum pergi bekerja.

Andre yang masih setengah sadar itu langsung terlonjak, mendengar kabar Fara akan pindah.

"Pindah ke mana, Ma?" tanya Andre gusar.

"Gak jauh, kok, Pa, ke rumah sebelah." sahut Rita seraya menenteng tas kerjanya dan berlalu pergi. Ucapan Rita bagaikan angin sejuk yang menerpa wajahnya. Ia bahagia karena tak akan kehilangan jejak Fara.

Andre segera bangkit dari tempat tidur, lalu menuju meja makan untuk mengisi perutnya sebelum membantu sang ipar pindahan. Setelah perutnya terisi, ia kemudian menghampiri iparnya.

"Butuh bantuan gak, Bang?" seloroh Andre yang muncul dari balik pintu kamar. 

"Yaelah, Bro, jam segini baru bangun? Rejeki dipatok ayam, entar!" timpal Dika. "Dah, buruan bantuin!" sambungnya.

Peluh sudah membasahi wajah kedua pria yang terpaut usia hanya lima tahun itu. "Bu, aku mau bantuin Ayah, boleh?" tanya Reza melihat ayahnya sedang beres-beres. "Nuri juga, Tante!" seru Nuri pada Fara.

"Boleh, tapi ganti baju dulu, ya?" sahut Fara lembut.

Andre yang mendengar percakapan mereka, berhenti membereskan barang dan melihat ke sumber suara. Andre terpukau melihat kecantikan Fara, apalagi hari ini ia mengenakan blouse pendek. Tak ketinggalan celana jeans yang selalu ia pakai, ditambah dengan flat shoes. 

Bibir mungilnya yang selalu disapu lipstik berwarna nude, dan rambut yang digerai, menambah aura kecantikan yang terpancar dari dirinya.

"Bro! Malah bengong!" seru Dika melihat adik iparnya melamun.

"Eh, iya … apa, Bang?" tanya Andre gelagapan.

"Ayo bantuin, bukannya malah bengong! Tuh lihat, masih banyak yang belum dipindahin," seru Dika berdecak sebal.

"Hehe … iya, Bang, maaf!" ujar Andre menggaruk kepalanya yang tak gatal.

Andre merutuki dirinya yang kepergok oleh Dika sedang memperhatikan Fara. Sedangkan Fara merasa jengkel saat sadar bahwa ia tengah diperhatikan. Ia segera masuk ke dalam, karena tak ingin bersitatap lagi dengan Andre.

Melihat Andre dan juga Dika tengah sibuk memindahkan barang, beberapa warga sekitar terlihat berdatangan untuk membantu Dika pindahan. Apalagi setelah Fara datang, seolah menjadi magnet yang menarik warga untuk ikut membantu. 

Sikap Fara yang ramah membuat warga senang bertetangga dengannya. Berbeda dengan Rita yang memang jarang bersosialisasi karena kesibukannya. 

"Neng Fara, kok, pindah, sih? Bukannya udah enak di rumah Neng Rita?" tanya Mang Udin, penjual bubur yang biasa mangkal tak jauh dari rumah Rita, yang kelihatannya baru sampai.

"Biar bisa mikir, Mang," sahut Fara menggantung kalimatnya.

"Mikir? Mikir apaan atuh neng Fara?" tanya Mang Udin lagi, bingung.

"Mikir barang-barang atuh, Mang. Kalo ngontrak rumah kan nanti ada aja barang yang dibeli, jadi punya barang, kan?" papar Fara kemudian.

Mang Udin manggut-manggut, lalu pamit masuk ke kontrakan baru untuk membantu. Dika menghampiri Fara yang sama sekali belum menginjakkan kaki di kontrakan baru mereka. "Bu, ayo masuk," ajak Dika.

Fara pun terpaksa masuk, karena tangannya digandeng Dika. Ketika melintasi Andre, Fara melihat lelaki itu mengedipkan sebelah mata padanya. Fara terkejut mendapati kelakuan adik iparnya yang tak biasa itu. Fara berfikir, "Apa jangan-jangan dia ...."

Selesai beres-beres, Fara dan Dika meregangkan otot mereka, kemudian merebahkan tubuh di kasur lantai. Sedangkan Reza, anak itu sudah terlelap dari tadi. Rumah kontrakan yang sekarang memang tidak terlalu besar, tetapi Fara merasa nyaman dan senang. Terutama karena ia tidak akan sering berinteraksi dengan Andre lagi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status