Share

BAB 2

"Kak Fara." Andre yang sebelumnya menonton TV di ruang keluarga, kemudian berjalan menghampiri kakak iparnya yang tengah memasak di dapur.

"Iya, ada apa, Ndre?" tanya Fara yang sedang memegang sudip, sembari membolak-balikan ayam yang tengah ia goreng untuk makan malam mereka.

"Hmm ... wanginya menggugah selera, Kak!" goda Andre, sambil bersandar pada dinding yang catnya sudah mulai mengelupas.

Aroma sayur asem dan ayam goreng kriuk menguap di udara, membuat siapa saja yang menghirupnya akan merasa lapar.

"Bisa aja kamu, Ndre!" sanggah Fara tersenyum.

Andre tertegun sebab senyum menawan yang menghiasi bibir sang ipar. Sebuah senyuman yang belakangan ini menjadi candu, dan selalu menemani malam-malam Andre, meskipun ia sadar, perasaan yang mulai tumbuh untuk Fara adalah sebuah kesalahan.

Namun, Andre tak bisa menampik jika pesona Fara begitu memikatnya. Tatapan matanya yang sayu, dipadukan dengan sepasang bola mata berwarna hitam pekat, adalah bentuk kesempurnaan yang diciptakan Tuhan.

"Ndre?" Fara melambaikan tangannya di hadapan Andre. Lelaki itu tersadar dari lamunannya seraya mengerjapkan mata. "Kamu ngelamun?" terka Fara.

Andre yang kedapatan sedang memandang Fara menjadi salah tingkah. "Ah, enggak, kok, Kak," kilah Andre dengan pipi yang mulai bersemu merah.

"Ih, pipinya jadi merah gitu!" Fara tertawa lepas. Lagi, tawa Fara yang renyah adalah alunan lagu yang paling merdu di telinga Andre.

Andre yang kadung malu, akhirnya meninggalkan Fara ke ruang keluarga menemani anak-anak bermain, hingga semburat jingga menyapa. Hingga saat makan malam tiba, semua anggota keluarga sudah berkumpul di meja makan. 

"Hmm.. siapa, nih, yang masak? Sedep banget baunya, jadi tambah laper," tanya Dika, sambil menghirup banyak-banyak aroma masakan yang membuat cacing di perutnya meronta.

"Kak Fara lah, mana bisa aku masak?" seloroh Andre yang langsung menyendok nasi beserta sayur, tak lupa ia mencomot ayam goreng kriuk buatan Fara yang lezat.

"Haha … gak mungkin juga kamu belajar masak, Pa!" timpal Rita. Istri Andre itu tertawa. "Masakan Kak Fara emang juara!" puji Rita sambil tersenyum pada Fara.

"Udah, makan dulu, ngobrolnya nanti lagi. Katanya pada laper?" titah Fara sambil menyendokkan nasi untuk suaminya. 

Mereka pun makan malam dalam hening. Namun, tak dipungkiri, ekor mata Andre masih terus saja mencuri pandang memperhatikan Fara. Fara yang telaten menyuapi anaknya, Reza, sambil sesekali bercanda kecil merupakan pemandangan yang indah.

"Besok Mama lembur nggak?" tanya Andre pada Rita, yang merupakan seorang Manager Marketing di sebuah kantor Asuransi terkemuka di Jakarta.

"Iya, Pa, Mama lembur lagi. Udah mendekati akhir bulan, tanggal-tanggal crucial, Pa," beber Rita menyudahi makan malamnya. "Kenapa, Pa?" tanya Rita balik.

"Gak apa-apa, sih, Ma. Cuma kasian sama Nuri," Andre berkelit. Padahal dalam hatinya ia bersorak senang jika Rita lembur, yang artinya ia bisa lebih dekat dengan Fara, karena Dika juga sudah pasti bekerja.

Andre tak tahu kenapa rasa itu datang tanpa permisi. Yang Andre tahu, rasa itu hadir semenjak sang ipar memutuskan untuk tinggal bersama adiknya, Rita. Kebersamaan yang tercipta antara dirinya dan Fara beberapa bulan belakangan ini, menimbulkan gelenyar aneh dalam hati Andre.

Fara pun lebih telaten ketimbang Rita dalam mengurus rumah maupun anak-anak. Hati Andre kerap berdebar tak karuan jika berdekatan dengan Fara. Debar yang sama saat ia jatuh cinta pada Rita, dahulu.

Rumah yang ditempati Fara saat ini adalah rumah Rita, rumah yang dibeli dari hasil penjualan rumah warisan orang tuanya. Bedanya dengan Rita, Dika tak segera mencari hunian yang layak setelah pembagian hasil. Hingga akhirnya, uangnya habis tak bersisa dan mereka tidak memiliki apa-apa.

Berawal dari sinilah petaka itu dimulai. Karena hampir setiap hari berinteraksi, Andre memiliki rasa yang tak sepatutnya hadir.

***

"Mau berangkat, ya, Kak?" tanya Andre yang baru saja terjaga dari mimpinya, padahal waktu sudah menunjukkan pukul 7.30 pagi.

"Iya," jawab Fara singkat.

Andre terpukau melihat penampilan Fara hari ini. Fara mengenakan kemeja flanel yang dilipat sampai siku, dipadukan dengan celana jeans belel, ditambah dengan sapuan make up natural yang selalu ia pakai jika akan mengantar anak-anak sekolah. 

Setelan yang sangat cocok untuk Fara yang semampai. Dengan tinggi 170 cm dan berat 58 kg, ditunjang dengan kulitnya yang kuning langsat, semakin menambah aura kecantikan Fara.

Fara yang merasa diperhatikan oleh Andre, segera menoleh ke arah lelaki itu. Dan benar saja, adik iparnya itu bergeming menatap Fara yang sedang mengikat rambutnya.

"Gak usah diikat, Kak," ujar Andre spontan. Kemudian dengan cepat Andre menutup mulutnya. 

"Kenapa, Ndre?" tanya Fara, yang hanya sekilas mendengar ucapan Andre.

"Gak kenapa-kenapa, Kak. Mau aku anterin nggak, Kak?" tawar Andre antusias.

"Gak usah, makasih. Oh, iya, Rita sama Bang Dika udah berangkat dari tadi pagi, sebelum kamu bangun, kalau mau makan, ambil aja di tudung saji," papar Fara. "Kami berangkat dulu, ya" pamit Fara menggandeng Nuri di sebelah kiri, dan Reza di sebelah kanan.

Sampai Fara menghilang di ujung jalan, Andre tak beranjak sama sekali. Ia tak kuasa menahan gejolak dalam jiwanya, jika sesungguhnya ia menginginkan Fara.

"Kenapa Fara cantik banget, sih?" gumam Andre lalu masuk ke dalam. Ia beranjak ke ruang makan, karena perutnya sudah mulai keroncongan. Andre kemudian membuka tudung saji, dan alangkah senangnya hati Andre, ternyata Fara memasak makanan kesukaannya.

Dengan cekatan, ia menyendok nasi beserta lauknya, ayam teriyaki. Dalam hitungan menit, Andre sudah menghabiskan seluruh makanannya di piring hingga bersih tak bersisa.

"Fara emang spesial, udah cantik, pinter ngurus rumah, pinter ngurus anak, dan masakannya juga enak. Gimana aku gak jatuh cinta sama Fara kalo kayak gini?" Andre bermonolog.

Perut sudah kenyang, Andre pun mengambil handuk di kastok hendak membersihkan diri. Saat melewati tempat jemuran, ekor matanya tak sengaja menangkap sesuatu hal yang membuat pikirannya travelling.

Andre segera mengerjapkan matanya berkali-kali, mencoba mengusir fikiran kotor yang mulai bercokol di kepalanya.

"Fara, Fara, kenapa kamu begitu menggoda?" lirih Andre kemudian masuk ke kamar mandi dan memulai ritual mandinya.

Baik Dika maupun Rita, tak ada yang curiga terhadap sikap Andre. Padahal selama ini, Andre cukup frontal mengekspresikan perasaannya. Mereka menganggap semuanya biasa, sebatas kedekatan saudara ipar.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status