"Mey, makasih udah nungguin aku sampai satu minggu lebih di rumah sakit ini. Aku nggak enak, sungguh," ucap Almira. Selama seminggu di rumah sakit, hanya Meysila yang tak pernah absen menemaninya. "Nggak apa. Gimana rasanya mau pulang?" tanya Meysila."Aku nggak tahu, Mey. Rasanya aku masih nggak nyangka Nadine …." Kembali Almira mengingat Nadine dan membuatnya seakan bosan untuk melanjutkan hidupnya. Berulang kali juga Lyan dan Meysila memberitahu dan menguatkan Meysila agar ikhlas dan sabar."Ra, semua ini sudah takdir. Kita pulang sekarang. Lyan sedang mengurus administrasi," ucap Meysila. Lima menit, Lyan kembali dari ruang administrasi. Dia membantu Almira untuk pulang ke rumah Meysila dan mendorong kursi roda hingga sampai ke mobil."Satu bulan ini kamu full istirahat. Ponsel masih saya simpan sampai kamu benar-benar sembuh, Ai."Setelah kejadian malam itu, Almira sengaja memberikan ponselnya saat Lyan meminta. Alasan Lyan yang masuk akal membuat Almira menyetujui keinginan L
"Yah, Mey pengen buka usaha butik deh. Kira-kira Ayah dukung nggak? Mey bosan jadi pengangguran, Yah," rengek Meysila. "Emang kamu dah nggak ada jadwal pemotretan?""Mesila dah mundur dari pekerjaannya, Yah. Dia mau jadi anak rumahan katanya," sahut Vivian."Urus butik itu nggak mudah. Tapi … kalau kamu kerja sama Almira, Ayah oke. Dia bisa Ayah percaya mengurus keuangan butik. Lah kamu, dikasih uang sejuta aja sehari abis," omel Gemal."Jadi kalau sama Almira boleh. Yah?""Bisa jadi boleh dan bisa jadi enggak. Tergantung kamu bisa Ayah percaya atau enggak.""Percaya aja deh. AYah cukup belikan satu ruko di mall kota untukku dan Almira. Kalau bisa yang tinggal masukin barangnya.""Kamu ini, mauny aja cepet-cepet nanti kalau dah jadi, ditinggal, awas, ya?" desak Gemal."Nggak lah.""Nanti Ayah coba tanyakan sama rekan Ayah yang ada toko juga di mall Explore Indah. Ngomong-ngomong Almira sudah sembuh?""Belum, Yah. Tapi Ayah cari rukonya sekarang aja. Biar nanti pas Amira dah sembuh
....."Hai," sapa Lyan.Almira tersenyum lalu duduk di samping Raffi. "Hai, Ra. Gimana kabarmu?" tanya Raffi."Alhamdulillah. Meysila sebentar lagi selesai mandi. Mau ngajak jalan dia?" tanya Almira lirih."Ya, ajak kalian berdua. Kita sengaja break syuting demi ajak kamu sama ayangku jalan. Hehehe," ucap Raffi sambil tersenyum."Tapi saya nggak bisa ikut. Saya masih nggak enak badan," tolak Almira."Iyakah? Kamu masih sakit, Ai?" tanya Lyan tampak khawatir. Almira tersenyum sambil menggeleng. "Saya tak apa. Hanya belum bisa pergi untuk sekarang ini. Maaf," terang Almira."Yah, sayang sekali. Padahal kita dah sewa satu tenda buat acara kita," dusta Raffi."Iya, Ra. Kamu ikut, ya? Temani aku. Masa iya aku pergi sendiri. Kasihan Lyan nanti jadi obat nyamuk kita, ya, ngga, A?" sela Meysila yang baru saja selesai mandi."Kamu ajak teman yang lain ya, Mey. Aku nggak bisa ikut. Takutnya aku di sana malah ngerepotin kalian," terang Almira."Teman terbaikku hanya kamu. Masa iya ajak Bunda?
...."Gila! Seru banget hari ini, Ra. Kamu lihat Aa Raffi tadi kena lempar bola anak gendut yang di samping aku? Mukanya gini dia." Meysila memperagakan muka Raffi yang kesal karena kena lempar bola saat sedang bersama Meysila tadi."Nggak usah rese deh, Yank. Anak itu tuh nyebelin banget. Pengen aku hiih," sungut Raffi memperagakan dengan tangannya."Sabar, Yank. Orang sabar disayang aku," ucap Meysila sok perhatian."Mey, kita pulang saja ya? Nggak enak liburan sampe nginep segala. Ini nggak baik," ucap Almira. Baru saja mereka selesai menonton bioskop bersama."Yah. Padahal asik loh lihat pemandangan pantai di malam hari dari hotel tempat kita menginap nanti."Lain kali aja, ya? Kalau kalian sudah sah, pasti bisa tuh ke sini lagi. Ya? Aku nggak enak sama Bunda pergi lama-lama," ucap Almira."Ah, nggak asik nih. Gimana, Yank?" tanya Meysila pada Raffi."Suruh Lyan yang anter ALmira pulang. Kita di sini aja," ucap Raffi."Eh, mana bisa begitu. Kita satu paket dari rumah. Harus pergi
........."Kenapa datang ke sini?" tanya Almira lirih. "Ra, aku mau minta maaf. Kenapa ponselmu tak aktif dan tak bisa dihubungi?" tanya Zidan sendu."Ponselku mati,""Oh, kita beli ponsel baru, ya?" ZIdan mencoba meraih tangan Almira tapi dengan segera Almira menangkisnya."Jangan lancang, Mas!" sentak Almira."Lancang? Aku ini suamimu, Tolong, kembalilah! Aku sakit," ucap Zidan dengan wajah memelasnya."Begitu sakit baru ingat? Mungkin itu balasan karena sudah memperlakukan aku layaknya sampah sampai seperti yang kamu tuduhkan! Sudahlah! Di antara kita sudah selesai sejak kamu ucapkan talak. Besok aku yang akan mengurus perceraian kita. Jika tahu kamu sengaja mengulur waktu begini, aku pasti sudah ke pengadilan agama tanpa harus mengorbankan Nadine karena kecerobohan kamu! Ingat kalau kamu sekarang itu hanya sebatas mantan suami di mataku!" seru Almira.Almira tak habis pikir kenapa Zidan nekat mencarinya hingga datang ke rumah sahabatnya itu. Meski ada sedikit rasa iba melihat
"Almira, kamu nampak sudah sehat?" tanya Vivian saat baru melihat Almira turun dari kamarnya."Iya, Bun. Alhamdulillah, udah istirahat lama. Waktunya menampakkan diri ke permukaan," ucap Almira seraya ikut bergabung membantu Vivian memasak.Satu minggu pasca pendaftarannya ke pengadilan, Almira benar-benar hanya berada di rumah Meysila. Tanpa ponsel dan sama sekali tak boleh melihat siaran televisi. Almira ikut membantu meringankan tugas Lyan dengan tidak melakukan apapun yang ia tidak diperbolehkan."Mey belum bangun, Bun?" tanya Almira."Belum. Dia bangunnya siang. Bangunin gih! Tadi dah Bunda bangunin buat sholat subuh. Coba kamu cek, biasanya dia tidur lagi,""Iya, Bun."Almira mencuci tangannya, lalu gegas ke kamar Meysila. Ia melihat pintu kamar Meysila terbuka dan ternyata Meysila sedang berbincang melalui telepon di balkon kamarnya. "Mey."Meysila menengok ke arah Almira yang memanggilnya lalu tersenyum dan memasukkan ponsel ke dalam sakunya."Eh, Ra. Sejak kapan di situ?" ta
..."Tolong, Almira. Lupakan masalah kamu dengan kami sebentar saja. Ibu sudah mengatakan kepada Almira jangan pergi bahaya," ucap Lilis menghiba. Akhirnya Almira luluh. Tak tega melihat wanita tua itu dengan tatapan memelasnya. Meski rasa sakit hati itu masih ada, Almira berusaha meyakinkan hatinya jika semua akan baik-baik saja."Baiklah. Tapi hanya sebentar," pungkas Almira membuat bibir wanita setengah baya itu melengkung."Iya-iya. Sebentar saja, itu sudah cukup bagi kami. Ayo! " ajak Lilis menggandeng Almira."Tapi saya harus memberi tahu orang rumah jika saya hendak pergi. Kalau Anda tak sabar menunggu, sebaiknya tidak usah mengajak saya."Lilis melepaskan pegangannya pada Almira dan membiarkan Almira masuk rumah.Almira mencoba menelpon Meysila melalui telepon rumah, tetapi panggilannya tidak diangkat. Hendak mengabari Lyan, tetapi ia tak hafal nomornya. "Bi," panggil Almira."Ya, Non Mira." Maid yang sedang merapikan meja tamu, mendekat."Saya mau pergi ke luar. Tadi saya ma
"Almira ke mana, Bi?" tanya Meysila yang sore itu baru pulang dari luar. Dia begitu kaget saat mendapati Almira yang tak ada di kamarnya."Itu, Non. Anu tadi ada tamu dua orang. Ngajak Non Almira pergi, katanya sih sebentar tapi ini kok lama. Duh, Bibi jadi panik," ucap maid takut."Oalah. Gimana sih, Bi? Kok dibiarkan pergi Almiranya? Orang yang ajak Almira laki-laki?""Bukan. Dua wanita, yang satu seumuran nyonya dan satunya seumuran Non Almira," jawab maid begitu takut.Meysila mengambil gawainya, menelpon pada Lyan untuk menanyakan hal kepergian Almira ini. Baru saja hendak memencet tombol dial, Almira pulang."Assalamualaikum," salam Almira."Waalaikumsalam. Ya Allah, Almira. Kamu bikin kita takut. Dari mana saja kamu?" tanya Meysila memeluk Almira."Ada urusan sebentar tadi. Maaf ya, soalnya kamu aku telepon nggak diangkat. Kamu dah lama pulangnya?""Belum lama, sih. Aku ikut meeting bareng Aa soalnya. Jadi ponsel aku silent. Kamu ada urusan apa? Sumpah bikin khawatir," ucap Mey