..."Tolong, Almira. Lupakan masalah kamu dengan kami sebentar saja. Ibu sudah mengatakan kepada Almira jangan pergi bahaya," ucap Lilis menghiba. Akhirnya Almira luluh. Tak tega melihat wanita tua itu dengan tatapan memelasnya. Meski rasa sakit hati itu masih ada, Almira berusaha meyakinkan hatinya jika semua akan baik-baik saja."Baiklah. Tapi hanya sebentar," pungkas Almira membuat bibir wanita setengah baya itu melengkung."Iya-iya. Sebentar saja, itu sudah cukup bagi kami. Ayo! " ajak Lilis menggandeng Almira."Tapi saya harus memberi tahu orang rumah jika saya hendak pergi. Kalau Anda tak sabar menunggu, sebaiknya tidak usah mengajak saya."Lilis melepaskan pegangannya pada Almira dan membiarkan Almira masuk rumah.Almira mencoba menelpon Meysila melalui telepon rumah, tetapi panggilannya tidak diangkat. Hendak mengabari Lyan, tetapi ia tak hafal nomornya. "Bi," panggil Almira."Ya, Non Mira." Maid yang sedang merapikan meja tamu, mendekat."Saya mau pergi ke luar. Tadi saya ma
"Almira ke mana, Bi?" tanya Meysila yang sore itu baru pulang dari luar. Dia begitu kaget saat mendapati Almira yang tak ada di kamarnya."Itu, Non. Anu tadi ada tamu dua orang. Ngajak Non Almira pergi, katanya sih sebentar tapi ini kok lama. Duh, Bibi jadi panik," ucap maid takut."Oalah. Gimana sih, Bi? Kok dibiarkan pergi Almiranya? Orang yang ajak Almira laki-laki?""Bukan. Dua wanita, yang satu seumuran nyonya dan satunya seumuran Non Almira," jawab maid begitu takut.Meysila mengambil gawainya, menelpon pada Lyan untuk menanyakan hal kepergian Almira ini. Baru saja hendak memencet tombol dial, Almira pulang."Assalamualaikum," salam Almira."Waalaikumsalam. Ya Allah, Almira. Kamu bikin kita takut. Dari mana saja kamu?" tanya Meysila memeluk Almira."Ada urusan sebentar tadi. Maaf ya, soalnya kamu aku telepon nggak diangkat. Kamu dah lama pulangnya?""Belum lama, sih. Aku ikut meeting bareng Aa soalnya. Jadi ponsel aku silent. Kamu ada urusan apa? Sumpah bikin khawatir," ucap Mey
Lyan mengantar Almira dan Meysila pulang. Lyan tak berbicara apapun saat di perjalanan membuat Almira merasa aneh sendiri."Kalian istirahatlah! Saya ada urusan!"Setelah mengatakan hal itu saat Almira turun mobil, Lyan langsung menancap gas mobilnya pergi."Kenapa tuh Lyan? Aneh banget nggak kayak biasanya," tanya Meysila."Mungkin ada yang aneh dengan ucapku tadi ya, Mey? Sampai-sampai dia tiba-tiba dingin gitu," ucap Almira sendu."Lagian kamu, aneh-aneh aja. Kalau sudah gak suka, tinggalin. Jangan kasih harapan. Dah nggak usah dipikirkan. Nanti coba aku tanyakan," ucap Meysila.Keduanya masuk rumah dan membersihkan diri setelah dari makam. Sore berganti dengan gelapnya malam. Menandakan sang surya sudah meninggalkan peraduannya, berganti dengan bulan dan bintang yang menyinari langit gelap. ALmira duduk di balkon kamarnya. Tak ada yang bisa mengusir rasa tak enaknya malam ini. Dia begitu khawatir dengan sikap Lyan, dan bingung dengan keinginan Zidan yang memaksanya untuk meneman
Almira berusaha mencegah Meysila mendebat para tetangganya itu. Namun, bukan Meysila namanya jika dia akan mundur setelah ditantang lawannya."Udahlah, Mbak Meysila. Situ juga! Model karatan! Sudah tua tapi nggak nikah-nikah. Kagak laku? Atau selama ini pacaran sama artis ono cuma buat kedok? Karena situ sudah nggak virgin kayak di berita infotainment itu?" cibir tetangga julid Meysila.Meysila meradang. Ia biarkan gosip itu menjamur di kalangan media, tapi jika dia dengar sendiri maka ia akan naik pitam dan memberi mereka pelajaran."Heh, Ibu Okom suaminya Bapak Tauge. Saya diam karena Ibu sudah tua dan takutnya mulutnya encok dan struk setelah mengatakan hal itu pada kami. Tapi ingat! Jangan bicara asal kalau tidak tahu kebenaranya. Hidup, hidup kita. Ngapain situ repot? Nggak bosan hidup kemakan gosip murahan? Kalau saya jadi situ, mending pulang dan ngaca! Sebaik apa diri situ bahagia juga Karena rela hidup dengan suami beristrikan 3."Ibu tadi ikut meradang dan ingin membalasnya
......Almira pegangi ponsel pemberian Lyan. Ponsel yang harganya ditaksir seharga motor matic keluaran terbaru itu, membuat Almira takut untuk menghubungi seseorang selain Lyan dan Suaka. Selepas makan siang, Almira kembali kedatangan tamu. Kali ini, bukan Lilis maupun Zidan yang datang. Melainkan kekasih baru Aldi–Rani."Ra, ada tamu nyariin kamu di bawah. Katanya teman kamu," ucap Vivian."Teman? Laki atau perempuan?""Perempuan. Mau ditemuin gak?" tanya Vivian."Baiklah. Mira akan turun, makasih, Tante. Ngomong-ngomong, Meysila masih di kamar, Tan?" tanya Almira."Masih. Sore nanti Raffi datang, kamu tenang aja nggak usah khawatir gitu," pungkas Vivian sembari tersenyum dan mengusap lengan Almira lalu keluar dari kamar Almira.Almira gegas turun dan mendapati Rani datang seorang diri dengan wajah panik. "Ra, ini gawat," pekik Rani."Ada apa, Mbak?" tanya Almira yang juga tak mengenal siapa nama wanita yang disebut pasangan Aldi itu."Zidan masuk rumah sakit. Semalam jatuh dari kam
Lilis mengusap air matanya. Penyesalannya itu memang sudah tak bisa lagi digambarkan dengan kata-kata. Malam itu Nadine merengek meminta pulang menemui ibunya, tetapi dirinya justru abai dan akhirnya membuat Nadine sakit dan menemui ajalnya. Jika diingat, ia ingin meminta maaf sebanyak-banyaknya, meski kini Almira mau membantu tetapi sungguh hati rasanya malu."Tunggu di sini! Saya akan ke ruangan dokter yang kemarin menangani saya," ucap Almira."Mau saya temani?" tanya Rani."Tak usah. Temani Ibu saja, beliau yang sepantasnya membutuhkan teman daripada saya," cetus Almira.Almira keluar kamar Zidan dan melangkah menuju ruang Suaka. Almira berharap, sahabatnya itu mau membantu. Almira mengetuk pintu ruang kerja Suaka."Permisi."Almira masuk dan melihat ruangan Suaka yang kosong. Saat dia hendak keluar, ia berpapasan dengan dokter Iriana–sepupu Suaka."Cari Suaka, ya?" tanya Iriana yang sudah sangat mengenal Almira sejak dia menjadi dokter spesialis penyakit Almira waktu itu."Iya. K
...Setelah berbincang dan mengutarakan maksud dirinya datang ke ruangan Suaka, Almira kembali ke ruangan Zidan dengan Iriana. Banyak pembicaraan serius antara Iriana dan Almira, yang pastinya hanya diketahui oleh keduanya saja."Ibu, Almira sudah membawakan dokter yang dulu menangani Almira. Dokter Iriana ini akan membantu penyembuhan Mas Zidan, jadi tidak usah khawatir akan kondisi Mas Zidan. Asal Ibu nurut dengan arahan beliau dan Ibu tidak membuat dosa baru, insya Allah semuanya akan kembali baik–baik saja. Saya pamit, semoga Ibu diberi kesehatan dan ketabahan dengan cobaan yang terjadi dan semoga Mas Zidan lekas sembuh," tegas Almira sebelum beranjak dari tempatnya berdiri."Terima Kasih banyak, Almira. Ibu sangat malu melakukan hal ini padamu. Semoga kamu benar-benar memaafkan kami," ucap Lilis sebelum membiarkan Almira pergi.Sempat melihat tubuh Zidan yang berada di atas brankar dengan mata terpejam, sebelum Almira memutuskan benar-benar meninggalkan ruangan itu.Almira kelu
..."Yan, lihat siapa yang datang?" bisik Raffi saat Lyan baru selesai take in.Lyan menengok ke arah lain tempat Raffi menunjukan di mana Almira berada."Kamu yang mengajaknya?" tanya Lyan."Nggak lah. Nih calon bini," tunjuk Raffi pada Meysila yang merenges ke arah Lyan.Tanpa ingin bertanya, Lyan langsung berjalan ke arah Almira. "Keknya teman kamu itu suka deh sama temanku yang satu itu, A," celetuk Meysila melihat gerakan cepat Lyan yang langsung menghampiri Almira."Biarlah! Daripada nggak ada gosip. Ada Almira setidaknya hidup Lyan tidak terlalu tenang dan cuek. Manusia yang satu itu sulit ditebak. Saat bareng Raisa saja, kami nggak tahu awalnya. Tahu-tahu mau lamaran dan akhirnya … gagal. Kasihan sebenarnya sama Lyan itu.""Hooh. Semoga Almira berjodoh dengan Lyan," sambung Meysila."Emang udah resmi bercerai?" tanya Raffi."Belum kayaknya. Kamu emang gak tahu? Kan yang ngurus perceraian itu Lyan sama pengacaranya.""Enggak. Lyan itu hemat berita. Ada apa-apa emang dia mau cer