Tak lama kemudian dua penjaga datang dan langsung membantu kami mengamankan pria itu ke sebuah ruangan di dalam lingkunha Korem tersebut."Mohon maaf, mohon bantuannya untuk segera menghubungi pak Danrem agar kami bisa bicara kepada beliau," pinta Mas Didit kepada salah satu dari penjaga itu."Apel masih berlangsung Pak, kami tidak bisa menjeda kecuali jika apel sudah dibubarkan," jawab pria itu tegas."Baik kalau begitu biarkan kami menunggu disini," lanjut Mas Didit."Mohon maaf sebelumnya pak, sebenarnya ada masalah apa? Sungguh tidak elok menahan anggota kami di lingkungan Korem sendiri, rasanya memalukan Pak," ujar petugas itu."Saya pun tidak ingin melakukan ini Pak, tapi pria ini harus saya bawa ke atasannya karena dia sudah menguntit istri saya," jawab Mas Didit."Baik, siap kalau begitu saya akan menghubungi Pak Danrem dan meminta beliau untuk memberikan waktu kepada bapak dan ibu berdua," jawabnya sambil memberi isyarat hormat lalu menjauh.Setelah 30 menit menunggu akhirny
Senin pagi, dua hari setelah peristiwa membekuk petugas di Korem akhirnya aku mendapatkan kabar jika pria itu sudah ditahan dan menjalani hukuman yang pantas dengan perbuatannya.Dari kabar yang kudengar dari suamiku, bahwa, pria itu telah mengaktifkan kamera pemantau yang diterbangkan tidak jauh dari tempatku, entah sedang aku yang sedang sial atau memang kebetulan dia ternyata melihat kami yang sedang memadu asmara di tempat tidur kami sore itu, mungkin dari celah jendela atau dari mana, aku tidak mengerti, yang pasti dia setelah diselidiki petugas mendapati rekaman tersebut di iPad miliknya."Lalu Apa hukuman untuk pria itu mas?""Karena dia merekamnya dengan tidak sengaja, maksudnya dronenya gak sengaja lewat, maka dia hanya diskorsing beberapa hari saja sambil ditahan, selain itu dia juga pasti mendapatkan pukulan dari beberapa anggota senior," ujar Mas Didit."Nggak mungkin nggak sengaja lewat Mas, buktinya siang itu dia datang ke rumah kita dan menyamar sebagai tukang furnit
Dia hari setelah ditinggal anak-anak pergi berlibur ke kebun, rumah menjadi lengang dan tiba-tiba ada kerinduan yang sulit kujelaskan. Ingin kutelpon mereka pagi-pagi begini, tapi kuyakin mereka belum bangun.Kualihkan perhatian dengan membersihkan rumah lalu menata ulang pot bunga di teras ke atas rak kecil, sambil bersenandung kecil kuambil selang air lalu memutar dan menyiram tanaman hias tersebut. Sesudah menata tanaman aku kembali ke dalam untuk mandi dan menyiapkan sarapan suami, ternyata panggilan di ponsel sudah menumpuk oleh nama anakku.Kutekan ulang nomornya lalu tak lama kemudian dia mengangkatnya."Halo Mama aku ingin mengatakan sesuatu," kata Siska dari seberang sana."Ya, Nak, ada apa?""Entah kenapa aku merasa ada yang aneh, Ma," jawabnya."Aneh kenapa?""Kami semua merasa seolah diawasi beberapa kali sebuah mobil terus mengitari jaan di depan rumah secara berulang ulang, aku takut.""Gimana dengan perasaan teman-temanmu?""Ya, Mereka baik-baik aja hanya saja, ak
Perlahan kubuka mata, berusaha bangkit meski tiba tiba merasa sangat pusing dan mual akibat pukulan pria mengerikan itu. Lamat-lamat penglihatan menyusahkan dengan pencahayaan ruang yang cukup gelap dan lembab ini, kupindai sekeliling, hanya ada satu sebuah pintu, lantai juga setengah basah dan berdebu.Ingin berteriak tapi rupanya mulut ini dilakban juga posisi tangan yag terikat membuatku kesulitan untuk bergerak."Siapa pria yang berani memukul dan menculikku," gumamku dalam hati. Sembari berusaha bangkit aku terus berdoa semoga anak-anak menyadari keterlambatanku dan segera memberitahu ayah tiri mereka. Semoga bantuan segera datang. Dengan menyeret langkah aku berusaha untuk mengintip, suasana di luar sama suramnya, mungkin tempatku saat ini adalah basemen atau ruang bawah tanah, terbukti tembok di sekelilingku gelap dan sama sekali tak ada cahaya matahari masuk kecuali hanya dari bohlam kecil yang pendarnya sudah mulai redup.Jika berteriak aku pasti akan gagal, memberontak ju
Jalan itu menembus ke hutan yang rimbun dan sedikit gelap karena sinar mentari terhalang dedaunan dan tingginya pohon. Suasana sunyi dan aku seolah dikejar seseorang dengan cepat. Tanpa memperdulikan kontur jalanan, aku mempercepat laju mobil dan berusaha kabur dari pria psikopat yang ingin membunuhku."Allah, bantu aku," gumamku yang tiba-tiba menemukan dua percabangan jalan yang keduanya membuatku bingung setengah mati. Tidak ada jejak mobil di jalan setapak itu, hanya semakin setinggi pinggang dan sebuah jalur kecil yang mungkin dulunya kerap di lewati orang.Dari kejauhan lamat-lamat kudengar suara pria itu berteriak mencariku,"Auh ... heiiii ... Argggg ...."Serupa teriakan memanggil tapi sambil meraung kesakitan. Aku merinding bukan main karena tadinya sudah berpikir bahwa pria itu meninggal, atau minimal pingsan. Ternyata dia kebal sekali.Kembali suara itu terdengar, kali ini lebih dekat dan menggema, namun entah dari sebelah mana. Aku masih menajamkan pendengaran sambil
"Tolong ... Mas Didit, bantu aku," teriakku keras sambil berusaha menutup diri dengan selimut, aku rasa pria jahat itu datang kemari untuk menuntaskan hasratnya membunuhku.Dia pasti sedang membawa cangkul atau kapak di tangannya, suasana rumah sakit yang lengang di malam hari membuatnya leluasa untuk menyusuri lorong tanpa dicurigai.Pintu perlahan terbuka, aku makin panik dan tidak tahu harus berlari kemana, jangankan berlari, melangkah saja aku tak sanggup melakukannya.Pria bertubuh tinggi sedang itu masuk dan menggunakan masker warna hijau, ia mendekat dan berusaha menarik lenganku."Jangan ... jangan lakukan itu, aku minta maaf sudah menabrakmu," ujarku sambil meraung menangis."Tenang nyonya, tenang," ujarnya sambil mengeluarkan jarun suntik."Jangan bius aku, saya minta maaf, jangan bawa aku ke gudang itu, tolonglah," jeritku. Tak lama dua orang perawat datang dan mas Didit menyusul di belakangnya, dia datang dan langsung memelukku."Tenang Sakinah, ini rumah sakit, ada aku d
" Mas Didit, Mas Didit ...." Aku menjerit di tengah malam, pintu terbuka dan Mas Didit langsung datang memelukku."Ada apa Sakinah?""Aku takut, Mas, aku mendengar gema dan bunyi langkah seperti di ruang bawah tanah itu, aku yakin seseorang datang untuk ....""Dengar Sakinah, tidak ada orang di sini, aku akan membawamu pulang, secepatnya, setelah matahari terbit aku akan mengajakmu kembali ke rumah.""Tapi Mas .... Apa rumah kita akan?""Iya, sayang, tentu aja," jawabnya."Kamu yakin ga akan teledor, bagaimana kabar pria gila yang menculikku apa dia mati atau masih hidup?""Dia sudah meninggal, sempat dibawa ke rumah sakit dan ditahan namun akhirnya meninggal," jawab Mas Didit."Siapa pria itu, siapa yang menyuruhnya? Beritahu aku Mas," pintaku serius."Hmm, sepertinya dia memang menderita gangguan kejiwaan, ada kecendrungan untuk bahagia melihat orang lain tersiksa dan mati, namun aku masih menyelidiki lebih lanjut apa benar pria itu ada sangkut paut dengan orang lain atau memang
Dia mengantarku ke kamar lalu membenahi selimut dan membiarkanku tertidur, aku tersenyum dan menerima perlakuannya tapi didalam hatiku mulai timbul rasa tidak nyaman dan curiga.Aku sadar sifatku dari dulu adalah, jika menemukan hal yang mencurigakan maka aku akan menyelidikinya sampai tuntas, sepertinya dalam keadaan sakit seperti ini aku harus menyelidiki suami sendiri, sepertinya memang dunia ini kita tidak boleh menaruh kepercayaan 100% kepada orang lain, meski itu orang terdekat."Hmmm, aku harus menguatkan diri dan segera memulihkan tubuhku."Aku sadar bahwa segalanya berubah mulai saat ini, aku mudah mengalami takut dan gemetar oleh memori akan kejadian traumatis tempo hari. Aku masih teringat bagaimana wajah bengis pria gila yang ingin membunuhku dengan kapaknya, dan bagaimana raungannya ketika ingin menggapaiku dengan wajahnya yang sudah hancur oleh pukulan batu.Setiap kali mengingat itu tubuhku selalu gemetar dan merinding, membayangkan bahwa nyawaku hanya tinggal seteguk