Dia hari setelah ditinggal anak-anak pergi berlibur ke kebun, rumah menjadi lengang dan tiba-tiba ada kerinduan yang sulit kujelaskan. Ingin kutelpon mereka pagi-pagi begini, tapi kuyakin mereka belum bangun.Kualihkan perhatian dengan membersihkan rumah lalu menata ulang pot bunga di teras ke atas rak kecil, sambil bersenandung kecil kuambil selang air lalu memutar dan menyiram tanaman hias tersebut. Sesudah menata tanaman aku kembali ke dalam untuk mandi dan menyiapkan sarapan suami, ternyata panggilan di ponsel sudah menumpuk oleh nama anakku.Kutekan ulang nomornya lalu tak lama kemudian dia mengangkatnya."Halo Mama aku ingin mengatakan sesuatu," kata Siska dari seberang sana."Ya, Nak, ada apa?""Entah kenapa aku merasa ada yang aneh, Ma," jawabnya."Aneh kenapa?""Kami semua merasa seolah diawasi beberapa kali sebuah mobil terus mengitari jaan di depan rumah secara berulang ulang, aku takut.""Gimana dengan perasaan teman-temanmu?""Ya, Mereka baik-baik aja hanya saja, ak
Perlahan kubuka mata, berusaha bangkit meski tiba tiba merasa sangat pusing dan mual akibat pukulan pria mengerikan itu. Lamat-lamat penglihatan menyusahkan dengan pencahayaan ruang yang cukup gelap dan lembab ini, kupindai sekeliling, hanya ada satu sebuah pintu, lantai juga setengah basah dan berdebu.Ingin berteriak tapi rupanya mulut ini dilakban juga posisi tangan yag terikat membuatku kesulitan untuk bergerak."Siapa pria yang berani memukul dan menculikku," gumamku dalam hati. Sembari berusaha bangkit aku terus berdoa semoga anak-anak menyadari keterlambatanku dan segera memberitahu ayah tiri mereka. Semoga bantuan segera datang. Dengan menyeret langkah aku berusaha untuk mengintip, suasana di luar sama suramnya, mungkin tempatku saat ini adalah basemen atau ruang bawah tanah, terbukti tembok di sekelilingku gelap dan sama sekali tak ada cahaya matahari masuk kecuali hanya dari bohlam kecil yang pendarnya sudah mulai redup.Jika berteriak aku pasti akan gagal, memberontak ju
Jalan itu menembus ke hutan yang rimbun dan sedikit gelap karena sinar mentari terhalang dedaunan dan tingginya pohon. Suasana sunyi dan aku seolah dikejar seseorang dengan cepat. Tanpa memperdulikan kontur jalanan, aku mempercepat laju mobil dan berusaha kabur dari pria psikopat yang ingin membunuhku."Allah, bantu aku," gumamku yang tiba-tiba menemukan dua percabangan jalan yang keduanya membuatku bingung setengah mati. Tidak ada jejak mobil di jalan setapak itu, hanya semakin setinggi pinggang dan sebuah jalur kecil yang mungkin dulunya kerap di lewati orang.Dari kejauhan lamat-lamat kudengar suara pria itu berteriak mencariku,"Auh ... heiiii ... Argggg ...."Serupa teriakan memanggil tapi sambil meraung kesakitan. Aku merinding bukan main karena tadinya sudah berpikir bahwa pria itu meninggal, atau minimal pingsan. Ternyata dia kebal sekali.Kembali suara itu terdengar, kali ini lebih dekat dan menggema, namun entah dari sebelah mana. Aku masih menajamkan pendengaran sambil
"Tolong ... Mas Didit, bantu aku," teriakku keras sambil berusaha menutup diri dengan selimut, aku rasa pria jahat itu datang kemari untuk menuntaskan hasratnya membunuhku.Dia pasti sedang membawa cangkul atau kapak di tangannya, suasana rumah sakit yang lengang di malam hari membuatnya leluasa untuk menyusuri lorong tanpa dicurigai.Pintu perlahan terbuka, aku makin panik dan tidak tahu harus berlari kemana, jangankan berlari, melangkah saja aku tak sanggup melakukannya.Pria bertubuh tinggi sedang itu masuk dan menggunakan masker warna hijau, ia mendekat dan berusaha menarik lenganku."Jangan ... jangan lakukan itu, aku minta maaf sudah menabrakmu," ujarku sambil meraung menangis."Tenang nyonya, tenang," ujarnya sambil mengeluarkan jarun suntik."Jangan bius aku, saya minta maaf, jangan bawa aku ke gudang itu, tolonglah," jeritku. Tak lama dua orang perawat datang dan mas Didit menyusul di belakangnya, dia datang dan langsung memelukku."Tenang Sakinah, ini rumah sakit, ada aku d
" Mas Didit, Mas Didit ...." Aku menjerit di tengah malam, pintu terbuka dan Mas Didit langsung datang memelukku."Ada apa Sakinah?""Aku takut, Mas, aku mendengar gema dan bunyi langkah seperti di ruang bawah tanah itu, aku yakin seseorang datang untuk ....""Dengar Sakinah, tidak ada orang di sini, aku akan membawamu pulang, secepatnya, setelah matahari terbit aku akan mengajakmu kembali ke rumah.""Tapi Mas .... Apa rumah kita akan?""Iya, sayang, tentu aja," jawabnya."Kamu yakin ga akan teledor, bagaimana kabar pria gila yang menculikku apa dia mati atau masih hidup?""Dia sudah meninggal, sempat dibawa ke rumah sakit dan ditahan namun akhirnya meninggal," jawab Mas Didit."Siapa pria itu, siapa yang menyuruhnya? Beritahu aku Mas," pintaku serius."Hmm, sepertinya dia memang menderita gangguan kejiwaan, ada kecendrungan untuk bahagia melihat orang lain tersiksa dan mati, namun aku masih menyelidiki lebih lanjut apa benar pria itu ada sangkut paut dengan orang lain atau memang
Dia mengantarku ke kamar lalu membenahi selimut dan membiarkanku tertidur, aku tersenyum dan menerima perlakuannya tapi didalam hatiku mulai timbul rasa tidak nyaman dan curiga.Aku sadar sifatku dari dulu adalah, jika menemukan hal yang mencurigakan maka aku akan menyelidikinya sampai tuntas, sepertinya dalam keadaan sakit seperti ini aku harus menyelidiki suami sendiri, sepertinya memang dunia ini kita tidak boleh menaruh kepercayaan 100% kepada orang lain, meski itu orang terdekat."Hmmm, aku harus menguatkan diri dan segera memulihkan tubuhku."Aku sadar bahwa segalanya berubah mulai saat ini, aku mudah mengalami takut dan gemetar oleh memori akan kejadian traumatis tempo hari. Aku masih teringat bagaimana wajah bengis pria gila yang ingin membunuhku dengan kapaknya, dan bagaimana raungannya ketika ingin menggapaiku dengan wajahnya yang sudah hancur oleh pukulan batu.Setiap kali mengingat itu tubuhku selalu gemetar dan merinding, membayangkan bahwa nyawaku hanya tinggal seteguk
Aku meringkuk di balik selimut, takut dan gemetar, dan tidak tahu harus berbuat apa. Aku juga bingung harus menelpon suami atau tidak."Ya Tuhan, aku takut," gumamku dalam hati, keringat dingin mengucur. Dan tubuh ini gemetar tidak karuan, Aku tidak tahu harus berbuat apa dan bagaimanaTring ... Ponsel berdering dan kembali menyentakkan diriku yang sedang ketakutan. Kuraih benda itu dengan cepat namun sesaat kemudian aku ragu, mungkin saja pria itu sedang menunggu jawabanku.Kumatikan benda pipih itu namun kembali benda itu berdering gencar."Ha-halo," jawabku gemetar."Sakinah lagi apa?""Mas ... aku takut, segera pulang Mas," ujarku memelas."Apa yang kau takutkan?""Aku gelisah Mas," jawabku gemetar."Kenapa?""Entahlah aku merasa seseorang tengah mengintai kehadiranku," jawabku takut."Jangan khawatir aku akan menyuruh seorang anggota untuk memeriksa keadaan," jawabnya."Kenapa kamu gak pulang, Mas?""Aku ada rapat, sayang, aku gak bisa pergi.""Ya Allah, aku takut, aku takut
"Adakah hal yang ingin kau minta atau ingin kau bicarakan padaku?" tanyaku suatu pagi."Tidak ada, kenapa bertanya seperti itu?" tanyanya heran."Aku ingin tahu apa isi hatimu jika ada yang kau sembunyikan sebaiknya kau beritahu dari awal agar aku segera memahami apa yang kau mau,"jawabku dengan mimik serius. Aku sudah mampu berjalan sendiri meski perlahan, dan kini duduk di tepi ranjang sambil menatapnya yang wara-wiri membenahi seragam dan sepatu, bersiap berangkat kerja."Kenapa tiba-tiba kamu bertanya seperti itu?""Tidak ada, aku hanya merasa perlu berbicara denganmu, Apa kau membutuhkan sesuatu?""Tentu tidak ada, justru aku yang harus menawarkan sesuatu kepada istriku, Apakah kamu membutuhkan sesuatu?" tanyanya sampai mendekat dan membawaku kedalam pelukannya."Tidak ada yang diperlukan lagi, kamu sudah menyempurnakan segalanya," bisiknya sambil mengelus pucuk kepalaku."Aku ingin tahu, adakah hal yang ingin kau minta?"Ia menatap sambil mengernyitkan alisnya, tanda tak paham