Mursiyen sudah mencoba berbagai cara untuk membujuk bapaknya agar merestui hubungannya dengan Admodjo, namun pendirian bapaknya tetap kuat, Admodjo harus menghadapnya sebagai lelaki jantan jika ingin meminta restu untuk menikahi putri kesayanganya."Apa susahnya menghadap bapak secara jantan untuk memintamu, kamu ini anak bapak yang selalu bapak jaga baik-baik nduk, wanita itu membawa kehormatan keluarga! Kamu ini berharga, lelaki macam apa pilihanmu itu, jika meminta ijin kepada bapak untuk mendekatimu saja dia tak berani! Dari situ saja sudah kelihatan lelaki seperti apa dia, tidak punya tanggung jawab, etika, toto kromo, dan juga pengecut!"Kuncoro membuang muka saking menahan emosi di dalam hatinya, dia tidak salah. Bagaimana seorang bapak merestui dan rela melepas anak gadisnya, jika pihak lelaki tak pernah ada itikat untuk memintanya secara baik-baik. Kuncoro tahu, lelaki pilihan Mursiyem hanya ingin main-main, ingin bersenang-senang dengan anak gadisnya, sudah sering Kuncoro me
Admodjo tersentak kaget ketika didapati nya Mursiyem datang ke tempatnya malam-malam seperti ini. "Kamu ngapain kesini malam-malam begini?""Apa kamu tidak ingin menyuruhku masuk mas?" Jawab Mursiyem dengan sinis, lalu setelah itu Admodjo baru membukakan pintu lebih lebar lagi untuk dia masuk kedalam. "Ada apa?""Ada apa katamu? Orangtua ku ingin menjodohkan aku dengan lelaki pilihan mereka karena kamu tak kunjung datang melamarku!""Halah, orangtuamu saja yang tak sabaran__""Tidak sabaran katamu? Lalu bagaimana dengan perut ku yang terus membesar?"Admodjo hanya diam tak menjawab, didalam hati dia berkata bahwa dia tak menginginkan anak itu, niat awalnya hanya bersenang-senang dengan Mursiyem, semua ini adalah kebodohan Mursiyem sendiri, lalu sekarang terus memburunya untuk bertanggung jawab, padahal rasa bosan sudah kerap kali dia rasakan. "Kamu bahkan tidak peduli dengan keadaanku, kamu juga tidak tanya bagaimana caranya aku sampai kesini. Padahal diluar sangat gelap dan gerimi
Hampir sebulan Mursiyem meninggalkan rumah, namun dia tak juga kunjung kembali, atau tanda-tanda keberadaanya tak juga kunjung di temukan. Hal ini membuat hati pengasuhnya gelisah, pasalnya dia tahu, bahwa saat ini Mursiyem sedang mengandung, dia takut Mursiyem akan melakukan hal nekat, atau justru akan dicelakai oleh orang-orang yang tak menginginkan kehamilannya. Merasa bingung dan gelisah, akhirnya dengan mengumpulkan tekad dan keberanian, wanita itu memberanikan diri untuk menghadap kepada Kuncoro dan menceritakan segalanya. Namun, baru memasuki ruangan dimana Kuncoro dan Dasimah berada saja, badannya sudah gemetar dan juga keringat dingin yang membasahi tubuhnya. "Mbok, ada apa? Dari tadi aku lihat kamu gelisah disitu, masuklah!""Enggeh dhoro""Apa apa? Kenapa kamu terlihat bingung seperti itu? Apa ada yang ingin kamu sampaikan?""Inggih dhoro, ini tentang dhoro ayu, bahwa sebenarnya___" Wanita itu diam cukup lama, bingung untuk meneruskan kalimatnya. "Ada apa mbok? Apa ada s
Hampir sebulan Mursiyem meninggalkan rumah, namun dia tak juga kunjung kembali, atau tanda-tanda keberadaanya tak juga kunjung di temukan. Hal ini membuat hati pengasuhnya gelisah, pasalnya dia tahu, bahwa saat ini Mursiyem sedang mengandung, dia takut Mursiyem akan melakukan hal nekat, atau justru akan dicelakai oleh orang-orang yang tak menginginkan kehamilannya. Merasa bingung dan gelisah, akhirnya dengan mengumpulkan tekad dan keberanian, wanita itu memberanikan diri untuk menghadap kepada Kuncoro dan menceritakan segalanya. Namun, baru memasuki ruangan dimana Kuncoro dan Dasimah berada saja, badannya sudah gemetar dan juga keringat dingin yang membasahi tubuhnya. "Mbok, ada apa? Dari tadi aku lihat kamu gelisah disitu, masuklah!""Enggeh dhoro""Apa apa? Kenapa kamu terlihat bingung seperti itu? Apa ada yang ingin kamu sampaikan?""Inggih dhoro, ini tentang dhoro ayu, bahwa sebenarnya___" Wanita itu diam cukup lama, bingung untuk meneruskan kalimatnya. "Ada apa mbok? Apa ada s
Hari itu genab 5bulan Admodjo meninggalkan Mursiyem, dan Mursiyem pun mencoba menerima takdir yang harus dia dan anaknya jalani kini. Mursiyem yang sejak kecil dibesarkan dalam lingkungan yang serba cukup dan cenderung memanjakannya, kini harus rela hidup serba kekurangan dan harus berjuang walau hanya sekedar untuk mengisi perutnya dari rasa lapar yang lebih sering datang karena anaknya yang masih meminta asi darinya. Mursiyem bahkan hampir melupakan Admodjo, kenangan bersamanya yang tersisa hanyalah rasa sakit dan juga dendam. Namun pada suatu pagi, ketika tanpa sengaja dia bertemu dengan salah satu teman Admodjo yang juga mengenalnya, lelaki itu memberikan kabar bahwa esok adalah hari pernikahan Admodjo, lelaki itu juga dengan suka rela memberikan alamat dimana rumah Admodjo. Mursiyem tak tahu apa maksut dari teman Admodjo yang memberinya informasi selengkap itu, namun katanya lelaki itu iba melihat nasibnya kini, anaknya yang tak lain adalah anak dari Admodjo itu sudah sepantasn
"Sudah nduk ayo naik, kita pulang"Pak Jarno menuntun Mursiyem naik ke andongnya dan segera berlalu dari tempat itu, dia menatap kasian kepada ibu dan anak yang baru saja terenggut haknya itu, orang yang baru saja dia temui namun sudah dia sayangi seperti keluarganya sendiri. Sementara disepanjang perjalanan Mursiyem hanya diam membisu tanpa sepatah katapun. Bahkan dia tidak bergeming atau mencoba menenangkan Sumini kecil yang terus menangis, seolah tahu dan merasakan bahwa dia baru saja ditolak oleh sang bapak. Tangisan bayi itu sungguh terdengar menyayat hati pak JarnoJarno yang sudah lama menginginkan seorang anak namun tak kunjung mendapatkannya hingga hari tua menyapa. Sementara Mursiyem, seakan jiwanya hilang melayang, hancur lebur bersama hatinya. Bayangan Admodjo yang begitu gagah menggunakan beskap sedang menatapnya yang tengah diseret orang-orang suruhannya sungguh menanamkan dendam yang cukup dalam dihati Mursiyem. Berkali-kali dia berjanji, bahwa dia akan datang kembal
Matahari bersinar dengan cerah, burung-burung berkicau dengan merdu, pepohonan pun seakan menari tertiup angin yang berhembus pelan. Sumini kecil sedang bermain bersama pak Jarno, sedangkan Mursiyem sedang membantu mak Surti memasak didapur. Senyum tak pernah terlepas dari bibir mak Surti, kini dia merasakan memiliki keluarga yang utuh, anak dan cucu seperti yang dimiliki teman-teman seusianya, dua hal yang bahkan dalam mimpi pun tak berani dia bayangkan. Sudah genap setahun Mursiyem dan anaknya tinggal bersama mereka, mak Surti dan pak Jarno menerima Mursiyem dan Sumini dengan sangat baik, memperlakukan mereka selayaknya keluarga sendiri. Setelah mendengar cerita hidup Mursiyem, hati mak Surti jatuh iba. Terlebih pak Jarno tahu dari mana orangtua Mursiyem berasal, walaupun tak mengenalnya secara langsung, tapi pak Jarno tahu siapa itu Kuncoro. Seorang lurah yang bijaksana dan kaya raya. Mursiyem mulai menata hidupnya, perjalanan hidupnya mengajari banyak hal, membuatnya menjadi s
Mursiyem kaget dan juga bingung, ketika tiba-tiba Saminah datang dan menangis dipelukannya, karena tidak biasanya sahabatnya yang selalu ceria ini seperti ini, Mursiyem merasa kawatir. Namun Mursiyem tetap menenangkan Saminah terlebih dahulu tanpa banyak tanya, menahan rasa penasarannya sampai sahabatnya itu benar-benar tenang, lalu Mursiyem pun mulai bertanya"Ada apa Nah? Hari masih begitu pagi, apa yang membuatmu menangis tersedu-sedu seperti ini?""Bapak Yem, kenapa bapak begitu tega kepadaku? Dikira aku ini apa? Patung atau hanya hiasan yang tidak punya perasaan sehingga bisa berbuat sesuka hati tanpa memikirkan perasaan ku?""Memangnya apa yang sudah bapakmu lakukan? Ada apa sebenarnya Nah? Coba pelan-pelan saja kamu ceritanya""Tadi malam, ada seorang pria datang kerumahku, dia melamarku untuk menjadi istrinya, padahal sebelumnya aku sama sekali tak mengenalnya. Dan apa kamu tahu Yem, tanpa meminta pendapatku terlebih dulu, bapak langsung menerima lamaran itu, hanya karena dia