Herman terus melajukan mobilnya, tanpa mendengarkan permintaan Adinda."Herman, kau membahayakan kita...!!" teriak Adinda yang semakin ketakutan. Tubuhnya mengeluarkan keringat dingin. Ia gemetaran melihat Herman marah."Kau harus kuperlakukan seperti ini ,baru kau takut hah?!!" bentak Herman. Ia menoleh tajam pada Adinda yang saat ini sedang ketakutan."Berhenti....!!, kubilang berhenti Herman...!!" Lagi lagi Adinda berteriak. Teriakan Adinda membuat telinga Herman sakit.Herman meminggirkan mobilnya dijalan yangs sepi. Ia mengerem mobilnya dalam sekali hentakan. Hal itu membuat Adinda tersungkur kearah depan."Kau sangat kasar Herman, kau meyakitiku..." Amira berkata lirih sambil memegangi dahinya, yang terkena bagian depan mobil. Ia mengelus-elusnya sambil merintih. Herman menyeringai sinis. "Kau tadi minta berhenti kan? aku kabulkan permintaanmu sekarang..!" ucapnya tenang.Herman berbalik ke arah Adinda, sekarang mereka sedang berpandangan."Katakan, sebenarnya apa maumu?
Siapapun akan merasakan bahagia yang tak bisa diungkapkan, ketika telah menjadi seorang ibu. Dengan pertama kalinya, ia melihat malaikat kecil yang selama ini ada didalam perutnya. Dari atas kursi roda, Amira terus mengusap kaca Incu. Tangannya sudah tak sabar ingin segera memangku tubuh kecil bayinya itu. Herman yang melihat istrinya itu, mengusap lembut pundak Amira. Seakan mengisayaratkan untuk bersabar."Semoga besok kita sudah bisa pulang ya mas.." "Iya sayang, kalau hari ini anak kita sehat, tak ada masalah, besok kita sudah bisa membawanya pulang. " Herman berucap lembut kepada istrinya. Amira tersenyum bahagia mendengar penuturan suaminya itu.Mungkin sekitar setengah jam mereka berada disana, Melihat tingkah lucu bayinya, memang membuat tak bosan siapapun. Wajah bayi itu sangat mirip dengan Herman. Berkulit putih, berwajah seperti orang timur tengah. Walaupun masih sangat kecil ,namun bisa ditebak ,kalau suatu saat nanti, wajahnya dipastikan sangat tampan."Dia l
Setelah kejadian itu, Keluarga Herman dan Amira terus dihampiri kebahagiaan. Sejak kelahiran anak pertamanya, suasana rumahnya menjadi hangat. Herman yang biasanya banyak menghabiskan waktunya dengan laptop dan pekerjaannya ,kini ia lebih sering berada dikamar anak kesayangannya itu. Usaha Herman yang semakin maju, perusahaan Herman yang semakin bertambah. Ia semakin melebarkan sayap bisnisnya. Perubahan yang luar biasa untuk keluarga Herman saat ini. Amira yang sudah sehat pasca operasinya, kini dengan lihai mengurus anak pertamanya itu. Dengan ditemani mbk Dina, ia mampu mengerjakan semua tugas rumahnya dengan baik. Tak terasa, waktu sudah berjalan selama 6 bulan. Vino kini sudah bisa diajak bermain. Suara khas bayi yang keluar dari bibir mungilnya, berhasil membuat Herman selalu rindu padanya. Ia segalanya untuk Herman. Ia menjadi pemicu semangat kerja Herman. Apalagi sekarang tak ada pengganggu lagi dalam kehidupannya. Adinda yang dulu selalu membuatnya
"Maaf menunggu lama tuan." ucapnya, sambil membungkukkan badannya, yang dibalas balik oleh Herman. "Aku sudah dengar sepak terjang anda disemua perusahaan milik anda, dan aku tertarik untuk bekerja sama dengan anda." ucap Pak Pramu lantang. Dari cara bicaranya, dia memang benar tertarik bekerja sama dengan Herman. Begitupun Herman, siapa yang tidak tahu tentang Pak Pramu, tak ada alasan untuknya menolak bekerja sama dengan pak Pramu. Setelah sekitar beberapa jam Herman bertatap muka dengan pak Pramu, akhirnya mereka deal dengan kerjasamanya. Ini adalah jalan untuk Herman mengembangkan lebih pesat bisnisnya ini. Herman kini tengah berada didalam mobilnya. Ia merasakan tubuhnya sangat lelah. Ia ingin segera menemui anaknya satu-satunya. Dipandangnya foto anaknya di ponselnya. Ia tersenyum sendiri menatap foto bayi kecilnya itu."Aah, bahkan hanya berjauhan sebentar saja, ayah sudah sangat merindukanmu." lirihnya. Tak sengaja ,ia membuka galery lama, sebuah galery
Herman memanggil-manggil istri dan anaknya, saat ia baru sampai di villa. Namun tak ada yang menyahut. Setahunya, ketika ia berangkat tadi, mereka masih ada disini."Kau dimana sayang? aku sudah sampai villa. Herman menghubungi Amira."Sebentar , kami akan pulang mas." jawab Amira. Ia segera berkemas. Suaminya sudah pulang. Ia berniat hanya berjalan-jalan, dikarenakan kesepian tanpa Herman."Kau dimana?biar aku yang kesana?kau bersama tantri kan? tanya Herman lagi."Kemarilah mas, aku sharelock dipesan mas." Herman melihat pesan masuk dari Amira, ia segera menuju lokasi yang dikirim Amira. Tak susah untuk Herman sampai ditempat itu.Herman setengah berlari, ia sudah sangat rindu dengan putranya itu. Diciuminya dengan berulang-ulang anak Vino, yang berada dibalik strollernya.Aaah, ayah sudah sangat merindukanmu sayang.." ucap Herman sambil memangku anakny, keluar dari strollernya.Amira memandang haru, melihat dua orang tersayang didepannya. Begitu pula dengan Tantri ya
"Beri saya waktu untuk berfikir, setidaknya saya harus membicarakan ini dengan banyak pihak terlebih dulu." Pramu tersenyum dingin mendengar jawaban Herman. Ia sangat menginginkan kalau Herman membuka cabang didekatnya, dengan begitu, ia bisa dengan mudah memanfaatkan keadaan. Andi dan Herman tak langsung berpamitan pulang, mereka masih asyik berbincang bersama pak Pramu. Kali ini bukan masalah bisnis yang sedang mereka bicarakan, tapi hoby mereka yang sama. Ya..Pak Pramu dan Herman sama -sama menyukai travelling. Hanya saja ,karena kesibukannya sekarang, Herman tak lagi menggeluti hobinya ini. Pak Pramu berencana lusa untuk mengadakan kemah bersama. Ia beserta keluarganya mengajak keluarga Herman untuk berkemah, disekitar villa milik pak Pramu. Herman nampak antusias dengan ide Pak Pramu, yang menurutnya sangat brilliant."Baiklah, nanti aku bicarakan dengan istriku dulu." ucap Herman. Waktu menunjukkan pukul 22.00 , sudah terlalu lama ia berada dirumah Pak Pr
"Bagaimana tuan? apa bisa kita besok berkemah bersama? tanya Pramu dibalik teleponnya. "Maaf...istri saya kurang setuju, anak kami masih sangat kecil." Balas Herman dengan perasaan yang kurang enak. Pramu menyeringai dibalik teleponnya. Sebenarnya ia sedang merencanakan sesuatu, berhubung kemarin dia melihat Herman yang terpana melihat Adinda, ia akan memanfaatkan Adinda untuk bisnisnya."Baiklah, tak apa, semoga lain kali kita bisa lebih dekat dari sekedar rekan bisnis." Balas Pramu. Herman tak mengerti maksud dari kata-kata Pramu tadi. Namun ia mencium aroma tak beres dari orang orang itu. Ia belum lama mengenal Pramu, tapi sudah bisa menilai seperti apa sosok Pramu itu. "Ternyata, dibalik kesuksesannya ,ia melakukan hal-hal kotor diluar bisnisnya." Gumam Herman."Apa dia marah sayang? tanya Amira penasaran. Ia takut penolakannya itu membuat renggang masalah bisnisnya."Tidak sayang, biarkan saja." balas Herman, ia menenangkan istrinya. Setelah rencananya untuk mengajak k
Herman tak menyangka, kalau Adinda bisa menghubunginya lagi. Dia bahkan sudah tak menyimpan kontaknya, namun dari suaranya saja ,ia sudah faham kalau iti suara Adinda."Ada perlu apa? aku tak ada waktu untuk hal yang tak penting." Jawab Herman ketus. Ia berusaha agar Adinda semakin membencinya. Walau hatinya masih ada sedikit rasa untuk Adinda, namun ia berusaha sekuat mungkin untuk tetap setia pada Amira. Ia tak ingin melukai hati Amira lagi. "Baiklah, aku akan menemuimu besok, sekalian ada hal yang harus kita bicarakan." Mendengar jawaban Herman, Adinda menjadi tak karuan. Ia berfikir tentang suatu hal. Dimana Herman akan menceraikannya. Selama ini, Adinda memang menghindar dari Herman , dia memang sudah berencana akan menggugat Herman, namun bukan berarti dia harus kehilangan Herman sekarang ini. Hatinya belum siap untuk saat ini. "Aku ingin kita selesaikan urusan kita, bukankah hubungan kita sudah berantakan? tak adalagi alasan untuk mempertahankannya lagi!!" Kata-kata Herm