POV Author"Maaf bos. Aku salah bertanya. Maksud aku, bagaimana perkembangan kasus yang dihadapi Mba Jihan?"Arka mengernyit, "Kita sedang membahasnya sekarang dan akan dilanjutkan setelah makan siang ini.""Baik, Bos." Dika menggaruk cambangnya meskipun tidak gatal, sambil tersenyum yang terkesan dipaksakan.Kurang lebih setengah jam, mereka menyelesaikan makan siang bersama."Karena kita sudah selesai, mungkin kita bisa mulai." Arka memulai pembicaraan, setelah meja dibersihkan dan dirapikan kembali.Mereka pun melanjutkan pembahasan di kantor tadi yang sempat tertunda. **Jihan bersiap-siap akan pulang ke rumah setelah berdiskusi panjang siang tadi. Kebetulan hari sudah sore dan akan berubah gelap. Arka dan rekannya telah pulang lebih dulu. Mereka sudah memutuskan akan menyelesaikan semua masalah yang sedang mereka tangani untuk beberapa klien yang telah menyewa jasa mereka.Setelah sampai di rumah, Jihan memarkirkan motor dan menyuruh Naya masuk lebih dulu. Ia akan menutup pagar
POV AuthorBeberapa menit berlalu, mereka tiba. Arka membantu membukakan pintu untuk mereka. "Selamat datang Tuan dan Nyonya! Silakan masuk!" Seorang waitress menyambut mereka. "Terima kasih. Tempat yang telah aku pesan sudah tersedia?""Oh, iya, Tuan! Mari ke arah sini, aku akan tunjukkan." Wanita itu sudah sangat akrab melihat wajah Arka. Selain pengunjung setia, Arka juga menjadi perbincangan kalangan waitress wanita di restoran tersebut. Bagaimana tidak, lelaki dengan paras ganteng dan cool seperti Arka jelas akan menarik perhatian mereka.Sebenarnya, waitress bernama Susi tadi sedikit bingung melihat kedatangan lelaki tadi dengan seorang wanita dan gadis kecil. Setahu dia, lelaki itu belum beristri. Jadi, siapa wanita dan anak kecil itu. Pertanyaan tersebut terlintas di benaknya. Ternyata tidak hanya dia, beberapa karyawan wanita lain juga saling bertanya-tanya.Restoran itu selalu ramai. Jadi, pelanggan sudah harus reservasi sebelum datang agar mendapatkan meja. Kalau tidak,
POV Author[Raisya!] Aku sedikit terkejut dan tidak percaya.[Untuk apa maksud Raisya menyebarkan isu ini?][Ya, untuk apalagi kalau bukan untuk memperbaiki namanya? Jadi, dia gak bakal disalahkan lagi karena merebut suami orang. Selain itu, dia ingin teman-teman berpikir kamunya yang mau balikan diam-diam sama Mas Arka. Jadi, kamu bisa bayangkan sendiri gimana jadinya][Astaghfirullah. Sekejam itu dia memfitnahku!][Tuh, di grup udah heboh][Pasti, aku udah ditelanjangi habis-habisan di grup][Ya, pastinya. Untungnya, kamu udah left grup, Han. Kalau tidak, aku tidak tahu seperti apa raut wajahmu][Iya, Met. Makasih, ya atas saranmu waktu itu][It's okay, Han]Jihan sudah lama keluar dari grup alumni karena baginya pembahasan di dalam sangat toxic yang mengganggu mental dan pikirannya. Itulah mengapa dia memutuskan untuk left grup. Jadi, dia hanya mengandalkan kabar dari Meta, sahabatnya. Meta yang selalu meneruskan informasi dari grup ke Jihan. [Han, tau gak isi statusnya Raisya ap
POV Author"Ada apa, ya, rame sekali?" tanya yang lain saat mendekat."Ituloh, Bu Lastri ditagih rentenir. Ternyata, dia minjam duit banyak banget.""Astaga! Jadi, gitu! Pantesan aku gak pernah lagi lihat kalung dan gelang emas yang melingkar di leher dan pergelangan tangannya.""Ya, mungkin saja dia udah gadai atau jual untuk menutupi utang, tapi gak cukup.""Kasihan ya, Pak Hasan, suaminya cuma seorang petani, tapi istrinya maksa banget gayanya kayak sosialita." Cuitan tetangga cukup mengganggu telinga Bu Lastri, karena suara mereka sangat besar. "Maka dari itu ibu-ibu, kalau suami gak banyak duit gak usah maksa," ucap salah seorang dari kumpulan ibu-ibu itu dengan meninggikan suara."Iya, benar. Akibatnya kan kayak gitu."Sindiran-sindiran tetangga cukup membuat telinga dan muka Bu Lastri menjadi merah padam. Entah malunya mau disimpan di mana. Semua tetangga sudah melihat dan menyaksikan sendiri para rentenir membentak dan memarahinya di depan orang banyak."Dan tahu tidak, anak
POV Author"Aku sudah cukup sabar menunggu. Bahkan hampir ratusan kali aku ke sini, tetapi hasilnya nihil." Sena menatap tajam."Mba ... Aku ...." Mata Lisa mengiba. Ia ingin histeris, tetapi tidak jadi dilakukan karena banyak warga yang menonton. Kali ini Lisa harus membuang egonya berpura-pura kuat. Ia membuang sedikit rasa malu dengan memohon ke Sena sambil bersujud. Ia tidak punya pilihan selain melakukan itu. Beberapa warga yang menonton tercengang dengan peristiwa yang tiba-tiba di depan mata mereka. Pemandangan yang sangat memalukan. Ada yang mengiba, ada pula yang menganggap hal itu hanyalah sebuah trik. Warga sekitar sudah sangat mengenal perangai anak bungsu dari Bu Lastri tersebut. Anaknya terlalu sombong, menganggap orang lain remeh, dan jarang sekali bergaul dengan warga sekitar. Sena, pemilik salon tersebut sudah beberapa kali datang ke rumah dan menagih, tetapi tidak diindahkan. Jadi, mereka berpikir mungkin cara yang digunakan oleh Sena adalah cara yang tepat.Wan
Dalam seminggu mereka pasti akan melakukan perjalanan tanpa sepengetahuan Bapaknya dan tentu Mas-nya. Semua ini ide Lisa. Ia yang meracuni pikiran ibunya agar menikmati hidup. Dia bosan hidup berkecukupan saja. Lisa pernah memberitahu ibunya bahwa kalau sudah tua dan sakit-sakitan, ibu hanya akan berdiam diri di rumah dan tidak akan pernah merasakan keindahan alam.Lisa sangat terobsesi dengan kehidupan para selebgram dan selebriti yang ditontonnya setiap hari di media sosial.Jadi, uang yang dikirim oleh Adnan seharusnya dipakai untuk keperluan rumah dan membelikan perlengkapan perabot, mereka gunakan untuk bersenang-senang. Sedangkan untuk keperluan rumah, mereka pinjam ke koperasi sebagai gantinya dengan tujuan akan menyicil. Cicilan tersebut mereka harapkan dari kiriman Adnan. Namun semuanya telah berubah dalam sekejap dan tanpa perhitungan cermat. Semua sudah terjadi."Bantuin, dong, Mas. Jangan bertanya terus," sambung Lisa cemberut."Bantuin, bantuin. Kata itu terus yang kau
POV Author"Lelaki itu cukup licik! Bisa-bisanya dia ingin memerasku dengan cara menggunakan Naya agar aku bisa luluh. Sangat tidak tahu malu dan tidak punya hati." Wanita bermata bulat itu membatin di dalam hati. Hatinya seketika panas, mendengar tawaran mantan suaminya. "Bapak! Dia sakit apa?" tanya Jihan lagi."Sekarang sedang di rumah sakit, Han, please!"Jihan tidak melanjutkan pertanyaannya. Panggilan berakhir begitu saja. Adnan mengembuskan napas berat. Kedua wanita di belakangnya menatap penuh tanda tanya."Bagaimana jawaban Jihan, Nak?" tanya wanita tua itu.Lelaki bercambang itu kembali duduk kemudian mengusap wajahnya dengan kedua tangan, sedikit putus asa. Ia hanya menggeleng sebagai jawaban. "Maksudmu, Jihan gak mau bantuin?" Masih dengan anggukan yang sama sebagai jawaban."Meskipun kau sudah menawarkan tentang pengasuhan Naya?" tanya wanita paruh baya di sampingnya. Lelaki itu hanya mengembuskan napas berat. Tatapannya kosong ke depan.Pikirannya saat ini sangat kac
Bahkan keluarga suaminya, terutama Bu Lastri dan Lisa tidak memedulikan keberadaan mereka setiap kali berkunjung ke rumah. Justru, mereka tidak segan-segan untuk mengusir Jihan dan putrinya secara halus, meskipun tidak secara langsung. Jihan malas berdebat dengan mereka. Terlalu menghabiskan energi dengan sia-sia. Ia tidak punya waktu untuk itu. Jihan menata gemuruh di dadanya yang membuncah. Setelah merasa sedikit tenang, ia merapikan tasnya dan berjalan meninggalkan mereka tanpa menoleh. Tanpa disengaja, ia berpapasan dengan wanita bergigi gingsul bersama putri kecil di sebelahnya. Anak kecil yang ia kenal itu bernama Dita. Wanita itu terkejut dan menatapnya penuh tanda tanya. Hening sekitar beberapa detik. Lisa dan Ibunya saling menatap. Sedangkan lelaki bermata tajam diam membeku. Mereka menunggu peristiwa apa yang akan terjadi berikutnya. Hal itu merupakan pemandangan pertama kali bagi mereka menyaksikan kedua wanita itu saling berpapasan di waktu yang tidak tepat."Kenapa wa